Mohon tunggu...
NikenDe
NikenDe Mohon Tunggu... Guru - Vinsensia Niken Devi Intan Sari

Lahir di sebuah desa yang terletak ditengah hutan jati. Desa tersebut berada di wilayah kabupaten Banyuwangi. Daerah yang terlanjur terkenal kembali dengan sebutan Desa Penari. Niken kecil hidup diantara orang tua yang berprofesi sebagai guru. Guru jaman OLD. Dengan segala kekurangannya, namun tetap dan terus mensyukuri dan menyemangati anak-anaknya untuk berpendidikan tinggi. Dengan satu semboyan Ajaib dari mereka bahwa "Pasti ada jalan jika itu untuk biaya pendidikan." That is TRUE. Benarlah adanya. Kami, anak-anak guru SD di sebuah desa kecil tersebut mampu melanjutkan sekolah sampai lulus Sarjana. Mimpi Bapak Ibu terkabul. Hobi menulis menjadi sebuah kegiatan yang selalu memhadirkan CANDU. Menekuninya menghadirkan kegembiraan tersendiri. Semoga menjadikan manfaat bagi banyak orang.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sekolahku, Miniatur Indonesia

21 Oktober 2019   21:43 Diperbarui: 21 Oktober 2019   21:55 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Memberi hormat kepada Sang Merah Putih (dokpri)

memberi ucapan selamat Hari Raya Idul Fitri bagi yang merayakan (dokpri)
memberi ucapan selamat Hari Raya Idul Fitri bagi yang merayakan (dokpri)

Petugas PengibarBendera Merah Putih (dokpri)
Petugas PengibarBendera Merah Putih (dokpri)

Menjadi Indonesia yang sesungguhnya. Itulah yang selalu kusampaikan kepada murid-muridku. Biasanya kuselipkan sedikit cerita perjuangan Bung Karno, Bung Hatta dan para pahlawan bangsa ini. Bagaimana mereka harus mengangkat senjata di usia masih belia. Bagaimana mereka memiliki pemikiran jauh ke depan di usia muda. 

Memang tidak mudah membandingkan, namun berharap mereka memahami betapa beratnya mendirikan negeri ini, itulah tujuan utamanya.

Mendidik anak-anak di sebuah sekolah dasar swasta katolik yang berdiri di suatu kota santri mempunyai sebuah kenikmatan tersendiri. Murid-murid kami terdiri dari beragam suku, agama dan tingkat sosial ekonomi yang beragam.

Seringkali saya menyebut bahwa sekolah kami ini adalah Miniatur Indonesia. Bagaimana tidak, di setiap kelas selalu diisi dengan anak. - anak dari beragam suku, agama dan tingkat sosal ekonomi.

Anak-anak di sekolah kami sudah belajar menghargai keberagaman sejak semula. Kami memberi ucapan selamat idul fitri kepada teman teman yang merayakannya. Hal itu dilakukan dengan penuh suka cita.

Demikian juga ketika ada teman-teman mereka yang Hindu, Budha, Konghucu, Kristen dan Katolik merayakan Hari besanya, mereka tanpa canggung menjabat tangan mereka dan mengucapkan selamat hari raya.

Kami tidak pernah meributkan soal iman (agama). Mereka mampu bekerja sama dengan baik. Mereka saling berbagi. Mereka menghormati perbedaan itu. Mereka sadar bahwa agama tidak untuk diperdebatkan tetapi dijalankan dengan benar. Kehidupan kebersamaan terasa sekali toleransinya. 

Mengajak mereka untuk memahami arti keberagaman di negeri ini butuh waktu. Pertama yang harus dilakukan memanglah memberi teladan. Sekeras apapun guru mengajarkan mereka menjadi Indonesia, tidak akan ada gunanya, tidak akan mengakar jika tanpa keteladanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun