Ngekos itu selain belajar untuk mandiri tentu punya banyak cerita. Buat yang udah pernah ngekos pasti nggak asing dengan cerita-cerita horor yang mirip urband legend kos tersebut.
Setelah membaca cerita horor waktu ngekos dari mbak Yulia Sujarwo, aku juga jadi pengen bercerita tentang pengalaman horor di bekas kosku. Mantan anak kos pasti punya cerita dong. Hehe
Kos-Kosan Tiga LantaiÂ
Beberapa tahun yang lalu, waktu masih kuliah, aku ngekos di dekat ringroad timur Jogja. Kosku ini berlantai tiga, tetapi pembangunannya terkesan asal-asalan. Jadi ada beberapa kamar yang sama sekali tidak dijangkau cahaya matahari karena tertutup tembok.Â
Waktu pertama kali kos disana, aku dapat kamar yang sirkulasinya kurang bagus dan langsung kena herpes. Sampai tiga bulan kemudian, aku pindah ke kamar yang punya sirkulasi lebih bagus di ujung lantai tiga. Â Â
Kamar Paling Ujung di Lantai 3
Buatku kamar kos harus menjadi tempat paling nyaman. Jadi aku selalu berusaha membuat kamarku nyaman dengan cara membersihkannya secara rutin. Seperti memiliki ikatan tersendiri, kamar baruku sering minta dibersihkan saat aku terlalu sibuk dengan kuliah. Ini dibersihkan beneran ya bukan yang mistis-mistis gitu.Â
Salah satu tandanya minta dibersihkan adalah saat AC disetel paling dingin tapi kalau kamarnya masih terasa sangat gerah. Wis dijamin harus bersih-bersih lengkap dengan ngepel lantai. Nah habis itu pasti nyaman lagi buat gogoleran di lantai sampai ketiduran kayak kucingku.
Menurutku kamar tersebut adalah kamar kos paling nyaman selama aku ngekos. Selain karena luasnya yang bisa buat guling-guling, disana juga ada balkon yang bermandikan cahaya matahari di pagi hari dan tempat jemuran sendiri. Setidaknya nggak usah berebut tempat jemuran sama anak kos yang lain kan?
Tapi anehnya sebelum aku menempati kamar tersebut, penghuninya sering banget berganti -ganti. Bahkan ada yang cuma dua minggu terus kamarnya sudah kosong lagi.Â
Mbak Y Mendengarkan Sesuatu di Hari Pertama Menginap
Suatu saat seorang teman menginap di kosku, sebut saja namanya mbak Y. Mungkin dia memang memiliki sensitivitas lebih atau apalah itu, tetapi dia tidak bisa tidur nyenyak di kamarku pada hari pertamanya menginap. Hal ini aku ketahui saat dia bercerita di keesokan harinya.
"mau bengi aku krungu suara bayi nangis, nang kosmu ono sing duwe bayi po?", tanyanya pagi-pagi saat kami sarapan. (Semalam denger suara bayi nangis, emang di kosmu ada yang punya bayi?)
"ah mosok sih mbak, selama aku nang kene ora tau krungu. Nek suara kucing krungu, kan aku duwe kucing," jawabku sambil bercanda.(ah masa sih mbak, selama aku disini nggak pernah dengar. Kalau suara kucing aku dengar, kan aku punya kucing)