Mohon tunggu...
niken nawang sari
niken nawang sari Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu Rumah Tangga. Kadang nulis juga di www.nickenblackcat.com

Ibu Rumah Tangga yang suka jalan-jalan ke bangunan kolonial, suka menulis hal berbau sejarah, dan suka di demo 2 ekor kucing. Blog pribadi www.nickenblackcat.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menelusuri Jejak Kejayaan Pabrik Gula Sewugalur

18 Oktober 2017   00:02 Diperbarui: 19 Oktober 2017   07:32 6268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto PG Sewugalur tahun 1917. sumber : geheugenvannederland.nl

Pada tanggal 30 September 2017 saya bersama komunitas Roemah Toea melakukan jelajah ke desa Babrik kelurahan Karangsewu, Kecamatan Galur, Kulon Progo  untuk  menelusuri jejak kejayaan sebuah pabrik gula yang bahkan tidak banyak diketahui oleh warga sekitar. Nama pabrik gula itu Suikerfabriek Sewoegaloer atau dalam bahasa Indonesia diartikan Pabrik Gula Sewugalur.

foto udara PG Sewugalur. copyright : beeldbankwo2.nl
foto udara PG Sewugalur. copyright : beeldbankwo2.nl
PG Sewugalur adalah satu-satunya pabrik gula yang berdiri di wilayah pesisir Kulon Progo yang saat itu merupakan wilayah Kadipaten Pakualaman. Nah menurut catatan sejarah PG Sewugalur ini didirikan pada tahun 1881, bersamaan dengan dibangunnya jembatan Srandakan. Saham PG Sewugalur dipegang oleh N.V Cultuur Matschapij der Vorstenlanden di Semarang.

Foto jembatan Srandakan. copyright : Kassian Chepas
Foto jembatan Srandakan. copyright : Kassian Chepas
Terus kenapa sih didirikan PG Sewugalur di wilayah pesisir? Alasannya adalah karena disana terdapat ketersediaan lahan dan kondisi geografisnya sangat memungkinkan untuk membuka perkebunan tebu beserta pabrik gula. Selain itu, didukung pula dengan ketersediaan kuli di sekitar Galur yang kebanyakan juga bekerja di sektor agraris. 

Nah untuk mempermudah jalur distribusi gula dari PG Sewugalur, ternyata NIS membukakan jalan dengan membangun jalur kereta dari stasiun Tugu menuju halte Galur pada tahun 1914. Selain untuk distribusi gula, pembangunan jalur kereta ini juga bertujuan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di Sewugalur yang jauh dari pusat kota.

Kompleks PG Sewugalur ini berkembang seperti sebuah kota kolonial kecil di daerah pedalaman yang lengkap dengan berbagai fasilitas pemukiman, pasar, halte, sosieteit dan lahan pemakaman ala Eropa. Saat itu bahkan berkembang wacana untuk pembangunan pelabuhan di pesisir pantai selatan untuk mempersingkat distribusi gula di wilayah Yogyakarta.

Tetapi kejayaan PG Sewugalur ini dihentikan oleh krisis ekonomi dunia yang dikenal dengan malaise pada tahun 1930-an. Singkat cerita krisis ini menyebabkan harga gula anjlok dan banyak pabrik gula ditutup, salah satunya PG Sewugalur. Nah pada tahun 1942, saat Jepang masuk ke Hindia-Belanda, bangunan PG Sewugalur diratakan dan jalur-jalur kereta api dari Sewugalur ke Palbapang dibongkar oleh Jepang untuk dibawa ke Burma (Myanmar). Saat itu Jepang sedang membangun jalur kereta api di Burma yang dikenal dengan the death railway.

Jejak-jejak kejayaan PG Sewugalur yang masih bisa kita lihat hingga saat ini antara lain :

  • Struktur pondasi Bekas Cerobong Asap

Aga Yurista dari Roemah Toea menjelaskan mengenai pondasi cerobong asap. copyright : Roemah Toea
Aga Yurista dari Roemah Toea menjelaskan mengenai pondasi cerobong asap. copyright : Roemah Toea
Struktur pondasi Bekas cerobong asap PG Sewugalur ini terletak di pekarangan milik bapak Zainudin yang merupakan warga setempat. Pak Udin sapaan beliau menceritakan bahwa pada tahun 70an masih terlihat sisa-sisa bangunan pabrik berupa tembok, struktur setengah lingkaran dan pondasi tinggi. Sayangnya pada tahun 80-an sisa-sisa tersebut diratakan dengan tanah.
  • Sisa saluran pembuangan limbah yang mengalirkan limbah dari PG Sewugalur menuju ke sungai Progo
  • Eks.Rumah Dinas PG Sewugalur

Hari Kurniawan (berbaju putih) menjelaskan mengenai bekas rumah dinas yang sudah tidak utuh. copyright : Roemah Toea
Hari Kurniawan (berbaju putih) menjelaskan mengenai bekas rumah dinas yang sudah tidak utuh. copyright : Roemah Toea
Ketika melihat peta lama PG Sewugalur, maka akan ditemukan bahwa rumah-rumah dinas ini mengelilingi kompleks pabrik gula. Alasannya agar para buruh-buruh pribumi yang ada di pabrik selalu merasa diawasi walaupun para staff yang kebanyakan orang Belanda ini tidak hadir di pabrik. 

Rumah-rumah dinas di kawasan PG Sewugalur menggunakan gaya Indis, yaitu perpaduan kebudayaan Jawa dengan kebudayaan eropa. Nah lebih tepatnya rumah dinas ini bergaya Indis Transisi dengan ciri-ciri tidak adanya pilar bundar bergaya Yunani diberanda depan dan cenderung asimetris.

Rumah Indis Transisi milik Bu Jamal. Copyright : Roemah Toea
Rumah Indis Transisi milik Bu Jamal. Copyright : Roemah Toea
Saat ini rumah indis yang masih utuh contohnya milik bu Jamal dan Pak Karwono. Rumah-rumah dinas yang lain kondisinya ada yang sudah dirombak dan ada yang tinggal reruntuhan saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun