Selamat siang pak menteri yang terhormat, mohon maaf saya lancang mengungkapkan kegelisahan hati saya tentang tentang full day school. Perkenalkan pak saya hanya rakyat jelata yang tinggal di pelosok pulau Jawa. Pulau Jawa sudah modern dan kata orang pendidikan kami disini lebih maju. Tapi tidak semuanya pak menteri, ada juga pelosok pulau Jawa yang hanya sedikit tersentuh oleh pendidikan dasar. Saya yakin Anda pasti sudah berkeliling pulau Jawa dan Indonesia untuk melihat kelayakan sekolah negeri maupun swasta.
Mohon maaf pak Menteri saya ingin sedikit curhat kepada Anda. Bentuk seperti full day school biasanya dialami oleh siswa SD kelas 6 dan saya pernah mengalami itu. Saya memang sudah tidak ikut orang tua sejak sekolah dasar kelas 5 pak menteri, tetapi saya tidak pernah menyesali itu. Setiap pulang sekolah saya selalu menunggu nenek dari ladang untuk membawa temulawak yang kemudian akan kami bersihkan dan dijemur untuk menambah uang pembayaran sekolah dasar saya.
Nenek saya yang sudah tua masih bekerja keras demi memperjuangkan saya agar tetap bersekolah. Bagi kami dana BOS memang sangat membantu tetapi masih ada pembayaran-pembayaran sekolah lainnya yang harus kami bayar. ketika akan membeli LKS, nenek selalu mengumpulkan uang sedikit demi sedikit dari penjualan temulawak, cengkih atau gaplek. Saat itu juga saya memahami nasihat nenek bahwa minta uang itu tidak sak idek sak nyek. Nah ketika kelas 6 SD mulai diterapkan les atau tambahan pelajaran sehingga ini mirip sekali dengan full day school yang sempat Anda wacanakan, saya sangat bosan pak menteri.
Sekolah sejak pagi hingga sore, dijejali berbagai macam pelajaran dan saya hanya memahami pelajaran yang saya suka saja,lalu siapa yang akan membantu nenek saya memberi makan kambing? Padahal kambing nenek ini adalah tabungan yang akan digunakan saya untuk melanjutkan ke sekolah menengah pertama. Saya pernah lho pak menteri melihat orang tua siswa baru di SMP minta perpanjangan waktu pembayaran sekolah karena kambingnya belum laku terjual atau kayu hasil kebunnya belum laku juga.
Ketika saya menghabiskan waktu belajar di sekolah, siapa yang akan membantu nenek saya membersihkan temulawak untuk dijual? Oh iya pak menteri saya bukan pemburu beasiswa, selama saya dan nenek saya masih bisa mencari uang untuk biaya sekolah, kami akan berjuang menggunakan kaki kami sendiri karena kami sadar kami belum bisa berbuat apa-apa untuk negeri tercinta ini.
Prinsip hidup nenek saya dan ditambah dengan quote dari JF Kennedy “ask not what your country can do for you, ask what you can do for your country” ini saya pegang sampai sekarang. Selain itu di sekitar saya saat itu masih banyak yang membutuhkan uluran tangan pemerintah. Intinya ya kalau dapat beasiswa, bantuan atau hibah alhamdulillah tetapi kalau tidak ya tidak apa-apa toh kita masih bisa bekerja keras untuk membayar sekolah.
Pak menteri yang terhormat, kalau saya boleh jujur selama saya ikut dengan nenek saya, saya di dalam kelas pun selalu memikirkan bagaimana nanti nenek saya membayar sekolah saya jika saya tidak membantunya di rumah. Pak menteri yang terhormat, saya kira apa yang saya alami ketika sekolah dasar ini juga masih dirasakan oleh sebagian penduduk indonesia bukan hanya di pinggir negeri tetapi di pelosok pulau jawa. Tidak semua orang tua atau wali adalah pekerja formal kan pak menteri, Indonesia kan sangat beragam.
Saya yakin panjenengan sangat mengerti dengan keadaan ini. Oh iya ini bukan masalah eksploitasi anak dibawah umur yang dipekerjakan tetapi kami yang wong ndeso ini hanya berusaha memberi bantuan kecil kepada orang tua kami dan agar kami juga belajar bertanggung jawab. Bantuan kecil seperti menggembala ternak di sore hari, membantu membersihkan temulawak dan pekerjaan kecil lainnya kami lakukan sebagai balas budi kami kepada orang tua kami yang sudah bekerja keras di ladang atau sawah untuk membiayai kami bersekolah.
Sekarang jika fullday school diterapkan saya khawatir adik saya yang masih sekolah dasar akan menjadi orang yang sibuk memiliki dunianya sendiri tanpa tahu keadaan apa yang sedang terjadi di dalam keluarga. Saya tidak ingin adik saya hanya pintar di bidang akademis tetapi tidak punya kepedulian kepada orang terdekat terutama keluarga.
Pak Menteri, panjenengan adalah orang pilihan yang saya yakin mengerti permasalahan pendidikan di Indonesia, saya yakin Anda bisa membuat kebijakan yang jauh lebih baik bagi pendidikan di negara ini. Selamat bekerja Pak Menteri, semoga panjenengan selalu diberikan keberkahan dari Gusti Allah dalam menjalankan tugas sebagai menteri pendidikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H