saat matahari mulai terik dengan segala pesonanya, disinilah aku. Â duduk seorang diri ditengah kerumunan orang yang sibuk bercakap-cakap dan bersenda gurau satu dengan yang lainnya. ada 4 pasang kaki mungil yang mulai berjalan. mereka tepat duduk disebelahku, sedangkan sang ibu asik bergosip seru dengan yang lainnya. Â kuperhatikan 2 bocah perempuan cantik disebelahku itu. Â "begitu menggemaskan, sekaligus begitu menakutkan. " ratapku dalam hati. Â
disatu sisi aku sangat ingin mengajak mereka berbicara, tapi sisi lain diriku enggan untuk terlibat komunikasi dengan siapapun apalagi terhadap bocah kecil. aku terus memperhatikan apa yang mereka perbuat sambil terus menyunggingkan senyum keibuan kepada mereka. melihat mereka bercanda menimbulkan kebahagian sekaligus kesedihan buatku. Â mengapa? Â aku bahagia melihat anak kecil yang tanpa beban asik bermain, bahkan mereka jauh lebih baik bersosialisasi daripada aku. Â dan mengapa aku sedih? Â
karena mereka mengingatkanku pada sosok diriku yang dahulu. Â begitu bebas tanpa tanggungan apapun. Â begitu sangat hidup. Â sedangkan aku saat ini hanya seorang diri, dan lagi-lagi menyendiri menjadi titik ternyamanku terhadap hidup sekarang ini. Â entah akan sampai kapan aku memutuskan untuk menyendiri, tapi yang pasti kuingat,Â
aku telah memulai kesendirian ini sejak kejadian yang tak pernah ingin aku ingat lagi sepanjang aku bernafas. ya, aku dan sosok itu telah membuat kesepkatan yang diikat oleh dosa bagi kami. Â hal itu membinasahkan seluruh emosiku, tak ada lagi marah, tak ada lagi senyum tulus bahagia. Â yang kupunya sekarang hanya rasa putus asa atas apapun yang aku lakukan saat ini. Â dan rasa itu tak mengubah apapun dalam hidupku, dia tumbuh dan semakin lama semakin menjulang. tak berkurang bahkan menjadi lebih dab terus lebih. Â aku lelah tuhan.Â
Â
*bersambung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H