Mohon tunggu...
niken septi
niken septi Mohon Tunggu... -

Saya adalah mahasiswa FKIP Universitas Sebelas Maret Kampus VI Kebumen Program S1 PGSD tahun angkatan 2009..tetap smangat tuk belajarr...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bagaimana Membiasakan Anak Berpikir Kritis, Kreatif, dan Problem Solver?

29 November 2010   07:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:12 630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Secara umum proses belajar mengajar yang terjadi di sekolah kita masih berkutat dan menekankan diri pada penguasaan materi (content mastery), bukan penguasaan konsep (conceptual mastery). Karena itu wajar bila anak-anak didik kita tidak berdaya ketika diminta berpikir dan bukan menjawab soal. Oleh sebab itu, perlu dibentuk suatu kebiasaan untuk siswa berpikir kritis, kreatif, dan menjadi problem solver.
1. membiasakan anak berpikir kritis
Pendidikan kita menggunakan buku sebagai satu-satunya bahan untuk mendapatkan ilmu. Guru yang mengambil intisari darinya untuk kemudian ditransfer kepada anak didik. Apa yang telah diajarkan itu selanjutnya diulang dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab dalam bentuk tertulis ketika ujian. Tidak ada ruang untuk pandangan pribadi di sana, mirip copy lalu paste dalam pengoperasian komputer. Artinya, semua berjalan secara mekanis bukan dinamis dan inovatif. Karena itu wajar bila anak-anak kita tidak berdaya ketika diminta berpikir dan bukan menjawab soal.
Anak didik kita perlu diajari untuk berpikir kritis. Bahkan penting bagi kita untuk menanamkan pola pikir kritis terhadap semua temuan manusia kepada mereka. Sehingga mereka tidak hanya menelan mentah-mentah semua bahan pelajaran. menjadikannya suatu kebenaran final yang tidak akan tergantikan. Yang pada gilirannya kelak hal ini akan menjadikan mereka mengekor saja pada suatu pemikiran atau tren yang sedang berlangsung di tengah masyarakat. Bahkan ketika hal itu salah yang karena telah dilakukan oleh mayoritas orang kini menjadi suatu yang benar dan diikuti. Anak-anak harus dibiasakan untuk mengetahui dasar dan argumentasi dari tindakan yang hendak dilakukannya atau perkataan yang hendak diucapkannya agar mereka tidak hanya sekedar meniru orang lain. Tentu saja, contoh adalah cara yang terbaik. Jangan terbiasa menjawab pertanyaan anak, pada saat mereka bertanya "Mengapa...?", dengan jawaban "memang begitu". Hal ini akan mematikan daya berpikir kritis anak. Untuk mengajarkan berpikir kritis, guru perlu memiliki wawasan yang luas. Guru harus banyak membaca dan mengikuti perkembangan terkini. Selebihnya, mereka harus mampu manjadi model bagi murid-muridnya sebagai pribadi yang kritis dan berkarakter kuat. Sudah saatnya pendidikan kita tidak hanya melahirkan lulusan-lulusan yang pandai menghapal, tetapi juga melahirkan pribadi-pribadi yang berkarakter kuat.
2. Membiasakan anak berpikir kreatif
Berpikir kreatif merupakan kegiatan mental untuk menemukan suatu kombinasi yang belum dikenal sebelumnya. Semua anak pada dasarnya adalah kreatiff, dan faktor lingkunganlah yang menjadikan anak tidak kreatif. Sedangkan kewajiban guru sebenarnya bukanlah mencetak, tetapi lebih pada mempertahankan agar anak tetap kreatif sebagaimana aslinya. Cara membiasakan siswa berpikir kreatif diantaranya dengan mengajukan masalah. Pemecahan masalah merupakan salah satu cara untuk mendorong kreativitas sebagai produk berpikir kreatif siswa. Selain pemecahan masalah, pendekatan pengajuan masalah juga dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif siswa. Pengajuan masalah intinya merupakan tugas kepada siswa untuk membuat atau merumuskan masalah sendiri yang kemudian dipecahkannya sendiri atau dipecahkan teman lainnya. Langkah pertama dalam aktivitas kreatif adalah menemukan (discovering) dan memformulasikan masalah sendiri. Kutipan itu menunjukan bahwa secara umum kemampuan berpikir kreatif dapat dikenali dengan memberikan tugas membuat suatu masalah atau tugas pengajuan masalah. Proses dan produk kegiatan itu dapat menentukan sebuah tingkat kreativitas dengan jelas. Dengan demikian, untuk melihat kemampuan atau tingkat berpikir kreatif tidak cukup dari pengajuan masalah saja, tetapi gabungan antara pemecahan masalah dan pengajuan masalah.
3. Membiasakan anak menjadi problem solver
Problem solving, adalah suatu kecakapan yang mengacu pada kemampuan siswa menggunakan perhitungan untuk memecahkan masalah. Anak-anak sangat banyak mampu memecahkan masalah jika disajikan kepada mereka dengan cara yang kreatif. Cara untuk membiasakan anak menjadi problem solving adalah Pertama, mengurangi dorongan untuk berusaha memberi informasi atau berbicara terlalu banyak di kelas. Siswa akan mencari sendiri informasi yang ia perlukan untuk mengetahui sesuatu atau menjawab suatu permasalahan dengan sejumlah sumber informasi variatif yang sudah dipersiapkan guru sebelumnya.
Keterampilan pemecahan masalah dapat dikembangkan dengan membuat mereka memutuskan. Setiap kali siswa datang berlari kepada guru untuk membantu, guru hendaknya jangan langsung memberikan pemecahan masalahnya, akan tetapi guru hanya mengarahkan bagaimana solusi untuk pemecahan masalahnya, selebihnya siswa yang mencari dan memutuskan bagaimana pemecahan masalahnya. Peserta didik juga merasa diberdayakan ketika guru melibatkan mereka dalam menyelesaikan masalah mereka sendiri dan juga memberikan mereka rasa kebanggaan karena dia merasa dapat mengatasi masalahnya sendiri.
Untuk membiasakan agar peserta didik menjadi problem solver, guru dapat memancingnya dengan suatu permasalahan yang kreatif sehingga peserta didik akan meresponnya dengan berpikir kritis terhadap masalah tersebut dan berusaha menyelesaikannya dengan cara-cara yang kreatif. Dengan demikian peseta didik akan terbiasa untuk menghadapi dan memecahkan suatu permasalah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun