Mohon tunggu...
Ni Kadek Sri Intan Putri A.
Ni Kadek Sri Intan Putri A. Mohon Tunggu... Mahasiswa - Medstud'21

Halo!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Serba-serbi Hari Raya Kuningan

20 November 2021   12:47 Diperbarui: 20 November 2021   20:06 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap agama memiliki hari besar keagamaan yang dirayakan oleh umat yang menganutnya. Hari raya Kuningan merupakan salah satu dari banyaknya hari raya yang dikenal oleh umat beragama Hindu. Hari raya ini dirayakan 10 hari setelah hari raya Galungan. Hari raya Kuningan datang setiap enam bulan sekali atau 210 hari yang mana hari raya ini memiliki makna atau arti yaitu sebagai momentum bagi umat manusia dalam berjanji pada diri sendiri, alam, dan Tuhan untuk selalu memenangkan Dharma (kebaikan) dan mengalahkan Adharma (keburukan). Tidak seperti pada hari raya Galungan yang mana persembahyangan bisa dilakukan satu hari penuh tetapi di hari raya Kuningan persembahyangan diharapkan tidak melebihi dari pukul 12 siang. Hal ini disebabkan karena dipercaya bahwa para Dewa dan para Dewi sudah kembali ke Khayangan. Alasan ini pula telah tercantum dalam sebuah lontar yaitu Lontar Sundarigama yang mana disebutkan dalam Lontar tersebut bahwa janganlah menghaturkan banten Kuningan setelah tengah hari karena Ida Bhatara Bhatari telah kembali ke surga. Larangan untuk sembahyang di hari raya Kuningan lewat dari jam 12 siang itu banyak dipercayai oleh masyarakat Hindu, khususnya di Bali, yaitu terkait dengan Bhatara Peceng atau buta dan cicing berung atau anjing korengan. Meskipun hanya sebatas mitos tetapi untuk larangan terkait melakukan persembahyangan di hari raya Kuningan lewat dari jam 12 siang adalah benar adanya. Mitos ini berkembang dari zaman dulu karena hal ini ditujukan agar anak-anak di zaman tersebut tidak mengundur waktu ataupun menunda-nunda dari kegiatan persembahyangan di hari raya Kuningan sehingga hal ini akan membuat takut anak-anak tersebut sehingga tidak akan melakukan hal-hal yang dilarang. Sesungguhnya Bhatara Peceng maupun cicing berung tersebut hanyalah merupakan visualisasi agar anak-anak lebih percaya untuk tidak melakukan hal tersebut. Larangan untuk tidak melakukan persembahyangan lewat dari jam 12 siang, selain yang dikutip dari Lontar sundarigama, hal ini juga dipercayai bahwa Ida Sang Hyang Widhi wasa atau Tuhan Yang Maha Esa akan senantiasa memberkahi dunia dan semua umat manusia yang merupakan ciptaan beliau dimana pemberkahan tersebut dilakukan sejak pukul 12 malam hingga 12 siang yang mana hal itu juga berkaitan dengan keberadaan dari energi alam semesta serta Panca Maha Bhuta yang mana bangkit dari pagi hingga mencapai puncaknya yaitu ketika tengah hari tepatnya pukul 12 siang atau pada saat badeg surya. Setelah lewat waktu tersebut energi alam semesta yang dilimpahkan oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa akan menurun.

Hari raya Kuningan sangat tepat dijadikan sebagai momen untuk melaksanakan Tri Hita Karana. Tri Hita Karana sendiri merupakan suatu konsep yang dipercayai dan diimplementasikan oleh umat Hindu. Tri Hita Karana merupakan kata yang berasal dari bahasa sansekerta. Ketiga katanya yaitu tri, hita, dan karana memiliki artinya masing-masing. Tri yang memiliki arti yaitu tiga, lalu Hita yang berarti sejahtera, dan Karana yang berarti penyebab. Dengan begitu, pengertian Tri Hita Karana adalah tiga hal fundamental yang menjadi penyebab terciptanya kesejahteraan, kebahagian dan kemakmuran hidup manusia. Pada dasarnya hakikat ajaran tri hita adalah ditekankannya tiga hubungan manusia dalam kehidupan di dunia ini. Hubungan-hubungan tersebut mencakup hubungan dengan tuhannya, hubungan dengan sesamanya, dan hubungan dengan alam lingkungannya yang saling terhubung satu sama lain. Contoh dari pelaksanaannya saya ambil dari pengalaman keluarga saya sendiri yaitu ketika telah usai melakukan persiapan untuk digunakan keesokan harinya, pada saat hari raya Kuningan, biasanya keluarga saya ngejot terlebih dahulu baik di sanggah ataupun merajan, lalu kepada leluhur, dan juga di halaman rumah. Dari hal ini kita tahu bahwa konsep Tri Hita Karana yaitu khususnya pada bagian Parahyangan sudah sangat terimplementasi. Selanjutnya, mengingat ketika memasak nasi kuning itu sendiri cukup banyak jika harus dihabiskan oleh satu keluarga saja sehingga masakan yang telah jadi pun akan dibagikan ke sanak saudara maupun kepada kakek dan nenek saya yang tinggal di desa. Dari sini kita tahu bahwa perayaan hari Kuningan ini merupakan waktu yang tepat untuk saling berbagi kepada sesame, mungkin berbagi nasi tidak bermakna besar jika hanya dilihat dari segi seberapa besar materinya tetapi jika dilihat dari segi rasa maka berbagi kepada sanak saudara maupun kepada sesama itu bisa menjadi hal yang luar biasa untuk meningkatkan tali silaturahmi serta meningkatkan rasa kekeluargaan. Selanjutnya, mengingat saya memiliki hewan peliharaan, tentu ketika memasak makanan yang enak dan hewan tersebut pun bisa untuk memakannya, saya akan membaginya dengan mereka. Melalui hal ini kita tahu, setelah melakukan Parahyangan dan pawongan, dengan berbagi kepada hewan peliharaan pun kita sudah menerapkan satu bagian terakhir dari konsep Tri Hita Karana yaitu palemahan. Pada akhirnya kita tersadar, satu hari yang menjadi momentum dalam memperingati kemenangan Dharma melawan adharma dan mempertahankan Dharma tersebut agar senantiasa berada di atas dari adharma bisa menjadi wadah yang tepat untuk menciptakan suatu keharmonisan melalui konsep Tri Hita Karana yang ada.

Tentu berbicara tentang hari raya Kuningan, ada satu hal yang tak mungkin lepas dan tak mungkin tidak ada di perayaan ini yaitu nasi kuning. Setiap keluarga memiliki resepnya masing-masing termasuk di keluarga saya. Menurut saya, masakan dari ibu saya merupakan salah satu dari nasi kuning yang terenak yang pernah saya makan. Maka dari itu,  di sini saya akan membagikan resep nasi kuning yang cukup simpel dan tentunya enak yang bisa ditiru atau dimasak oleh pembaca sekalian. Pertama-tama adalah siapkan alat dan bahan diantaranya yaitu beras, santan kelapa, kunyit, daun salam, sereh, dan daun jeruk serta panci. Selanjutnya, cuci beras hingga bersih lalu masukkan ke dalam panci. Setelah itu, santan dicampur dengan kunyit yang telah diparut dan saring hingga yang tersisa hanya sari-sari dari santan dan kunyit tersebut. Lalu, gunakan takaran yaitu satu banding satu dimana banyak dari beras itu sama dengan banyak dari larutan santan dan kunyit yang telah disiapkan sebelumnya. Lanjutkan dengan memasukkan daun salam, daun jeruk, dan juga sereh dan masak beras yang sudah disiapkan dengan panci selama kurang lebih 15 menit setelah itu matikan kompor dan diaduk. Nasi yang sudah setengah matang lalu didiamkan kembali kurang lebih 15 menit. Setelah didiamkan selama kurang lebih 15 menit, lanjutkan dengan mengukus nasi tersebut hingga matang dan pulen. Dengan resep ini, nasi kuning yang dibuat akan sangat harum dan juga citarasa dari kunyit dan juga santannya akan sangat terasa sehingga sangat cocok untuk dinikmati dengan lauk pauk lain seperti sahur, tempe manis, kacang,  ayam suwir pedas, telur dadar, dan masih banyak lagi. Mungkin kurang lengkap jika hanya membagikan resep dari nasi kuning saja. Maka dari itu, mengingat resep nasi kuning yang saya bagikan ini menggunakan santan kelapa sehingga di sini saya juga akan membagikan resep sahur yang sangat enak di mana sahur ini juga terbuat dari kelapa. Dengan begitu, ketika membuat nasi kuning, kelapa ini bisa juga sekalian dimanfaatkan untuk membuat sahur. Adapun alat dan bahan yang diperlukan yaitu kelapa, bawang merah, bawang putih, cabai besar, cabai kecil, gula pasir, garam, merica bubuk, kemiri, dan juga sedikit jahe serta penggorengan. Setelah menyiapkan alat dan bahan, yang dilakukan selanjutnya adalah memarut kelapa. Tipsnya agar sahur menjadi enak adalah jangan memeras dari santan kelapa yang ada di parutan tersebut. Meskipun nanti pada saat pembuatannya memerlukan lebih banyak waktu tetapi cita rasa yang dihasilkan tidak perlu diragukan lagi kelezatannya. Setelah bumbu-bumbu dihaluskan, lalu campurkan bumbu tersebut dengan parutan kelapa. Ingat jangan dulu menyalakan api pada kompor tetapi masukkan dulu adonan yang sudah dan tercampur ke dalam penggorengan lalu kemudian baru nyalakan apinya dengan nyala api yang paling kecil. Aduk secara perlahan hingga sahur mengering dan cek rasa dengan memberikan gula dan garam sehingga sesuai dengan cita rasa yang diinginkan. Sahur pun siap dinikmati, membuat sahur sangatlah mudah. Meskipun memang lebih membutuhkan banyak effort tetapi untuk cita rasa yang dihasilkan dan juga kesenangan tersendiri tentu tidak bisa terbayarkan jika hanya membeli sahur di luaran sana. Sangat mudah bukan untuk membuat resep-resep tersebut yang sangat enak. Itulah dia serba-serbi hari raya kuningan yang sangat menarik untuk diketahui oleh pembaca sekalian.

Nama : Ni Kadek Sri Intan Putri Ariawan

NIM : 2118011016

Jurusan : Kedokteran

Program Studi : Kedokteran

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun