[caption id="attachment_120864" align="alignleft" width="225" caption="Ilustrasi/Admin (shutterstock)"][/caption] Bulan Desember 2007 adalah saat yang bersejarah bagi saya, di awal bulan itu untuk pertama kalinya saya menginjakkan kaki ke negeri impian saya: Jepang. Hal pertama yang saya perhatikan sesampainya di sana adalah extreme cleanliness. Ketika masih berada di dalam airport, saya tidak terlalu terkejut karena airport internasional rata-rata bersih (kecuali Soekarno-Hatta dan Ngurah Rai :D maaf yaa....), tapi begitu keluar saya takjub melihat bersihnya jalan dan trotoar. Tidak ada ceceran sampah terlihat, bahkan puntung rokok pun tidak. Di dalam stasiun kereta, bahkan yang super ramai seperti Shinjuku station yang rata-rata digunakan oleh tak kurang dari 3.6 juta orang per harinya, kebersihan selalu terjaga. Untuk memberikan ilustrasi seberapa bersihnya, coba lihat video yang diposting oleh seorang gaijin (orang asing) yang kurang kerjaan ini : Jika anda mencolek lantai stasiun, anda tidak akan melihat noda debu di jari anda. Jika anda masuk ke dalam gerbong kereta, tidak berlebihan kalau saya bilang anda bisa melihat refleksi wajah anda di lantai gerbong. Kalau sudah seperti itu siapa yang tega membuang sampah dan meludah sembarangan? Banyak orang Jepang yang suka memelihara anjing. Problem ketika anda membawa anjing jalan-jalan, pastinya ia akan meninggalkan jejak dimana-mana. Hal ini tidak terjadi di Jepang. Biasanya orang membawa kantong dan sumpit panjang untuk mengambil kotoran anjing mereka. Di tempat-tempat umum, anda biasanya akan melihat papan-papan peringatan yang kira-kira bunyinya : "no dog poop". Saya sendiri tidak tahu berapa denda yang dikenakan jika ada yang ketahuan tidak memungut kotoran anjingnya, tapi yang jelas semua orang mematuhinya. Hal ini berbeda sekali dengan tempat tinggal saya sekarang, Jerman. Di pinggir-pinggir trotoar sering saya lihat kotoran anjing. Padahal katanya tempat tinggal saya ini sudah termasuk yang bersih lo.. Di Jepang anda tidak boleh merokok di tempat umum sembarangan. Di Jepang ada tempat-tempat khusus yang disediakan untuk merokok. Jangan sekal-kali merokok di tempat yang tidak ada asbak umumnya, apalagi di jalan. Kalo nekat siap-siap aja dimarahi orang. Yep, orang tidak akan segan-segan menegur anda jika anda kedapatan membuang sampah sembarangan. Benar-benar kontrol sosial yang efektif. Masalah kebersihan orang Jepang bisa dibilang setingkat di bawah obsesif. Soal buang sampah pun ada aturannya. Ada step-step krusial yang harus kita perhatikan jika kita tinggal di Jepang. Pertama: Always separate your garbage. Kategori pemisahannya cukup banyak: organik (sampah dapur yang bisa terdekomposisi secara alami), sampah plastik atau yang mengandung plastik, PET bottle (terpisah dari sampah plastik), kaleng dan botol aluminium, barang pecah-belah, crushable dan bulky materials (meja, kursi, tempat tidur, rak buku dll), barang2 elektronik, baterai bekas, dan barang-barang yang memerlukan handling khusus seperti aki mobil, bahan kimia yang sudah kadaluarsa, dll. Kedua: Perhatikan jadwal membuang sampah. Sewaktu saya masih tinggal di sana, hari Selasa dan Jumat adalah hari untuk membuang sampah organik. Hari Rabu adalah hari membuang sampah plastik. Kategori-kategori sampah lainnya bisa dilihat di jadwal yang diberikan secara cuma-cuma dan ditempel di tempat-tempat umum. Kenapa harus dipisahkan dan dibuang pada hari-hari tertentu? Jepang sangat membatasi landfill karena keterbatasan lahan dan isu lingkungan. Jika semua sampah dicampur dan dibuang pada hari yang sama, jadinya ya seperti Indonesia: timbunan sampah di mana-mana dan proses sorting terpaksa harus dilakukan dalam kondisi yang tidak manusiawi. Bukan saja itu sebuah beban yang berat, akumulasi sampah yang tidak tersortir pada akhirnya bisa menimbulkan masalah lingkungan dan sosial. Salah satu manfaat terbesar yang bisa saya dapatkan dari pemisahan ini adalah: saya bisa mengambil barang apa saja yang saya butuhkan dari tempat sampah: mesin cuci, kulkas, microwave, stereo tape, dll tidak usah beli. Cari saja di gomi sentaa (tempat pengumpulan sampah), pasti anda bisa membawa pulang barang bekas dengan kondisi yang bagus dan bersih. Tak sedikit teman-teman yang mendapat sofa sampai satu set komputer desktop dan play station hasil 'berburu' dari gomi. So, semua orang merasakan manfaatnya bukan? Di tahun kedua, saya berkesempatan mengunjungi fasilitas pengolah sampah di kota saya, Toyohashi. Fasilitas ini melayani tidak hanya Toyohashi melainkan juga kota-kota kecil di sekitarnya. Semula saya berpikir bahwa pusat pengolahan sampah pastinya bau dan kotor. Tapi semua bayangan itu sirna seketika. Fasilitas itu tak ubahnya sebuah pabrik yang sangat bersih dan modern, tak tercium bau busuk. Selain itu tempat pengolahan sampah itu terintegrasi dengan power plant, pusat kebugaran dengan dikelilingi areal pertanian. Kok bisa? Di fasilitas tersebut sampah ternyata dirubah menjadi energi listrik dan panas. Fasilitas tersebut bisa mengolah 2 x 200 ton sampah/ hari. Listrik yang dihasilkan adalah 8.7 MW dan digunakan untuk powering pabrik itu sendiri dan sebuah pusat kebugaran. Sampah organik adalah bahan baku utamanya. Tahukah anda bahwa bahan organik, termasuk tubuh kita sebagian besar tersusun dari rantai karbon? Itulah kenapa jutaan kemudian sisa-sisa kehidupan di bumi bisa berubah menjadi minyak bumi dan batu bara. Dengan teknologi Pyrolisis Gasification, fasilitas ini mempercepat proses energy harness dari bahan-bahan organik tersebut dengan efektif dan hemat energi. Sebagaian besar bahan organik akan terdekomposisi menjadi karbon pada suhu 400 C. Dengan mengeringkan dan memanggangnya dengan udara panas pada suhu tersebut, sampah organik akan berubah menjadi arang yang kering dengan heating value yang tinggi. Ketika sudah menjadi arang, barulah proses pembakaran dilakukan di furnace. Suhu pembakaran yang dihasilkan tidak kalah dengan batu bara, yaitu tidak kurang dari 700 C. Udara panas ini kemudian digunakan untuk menghasilkan steam untuk menggerakkan turbin penghasil listrik, dan sebagian lagi dimanfaatkan untuk pengering dan pemanggang sampah basah di awal proses. So, dalam kondisi normal tidak diperlukan additional fuel untuk proses pembakaran. Inilah pembangkit listrik tenaga sampah. Tahukah anda bahwa di Indonesia, data statistik menunjukkan bahwa sampah dapur menyumbang 58% dari total 105.5 kiloTon per harinya? Pengelolaannya biasanya hanya dibakar atau dibuat kompos secara tradisional. Pembakaran sampah, apabila tidak dipisah hanya akan memboroskan energi dan menimbulkan masalah pencemaran. Dengan kelembaban yang sangat tinggi bercampur dengan kaca dan logam, bayangkan berapa m3 bahan bakar yang harus dikeluarkan sehari. Belum lagi gas CO yang langsung dilepaskan ke udara. Jika sampah-sampah bisa kita jadikan bahan bakar dan energi, maka bukan hanya masalah lingkungan yang teratasi, krisis energi pun tertanggulangi. Yang saya dengar Denpasar dan Bekasi telah memiliki pembangkit listrik tenaga sampah. Semoga diikuti oleh kota-kota lainnya di Indonesia. Lebih banyak tentang fasilitas pengolahan sampah Toyohashi bisa dilihat di sini: http://www.re-spa-toyohashi.com/index.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H