Mohon tunggu...
Niji No Saki 1107
Niji No Saki 1107 Mohon Tunggu... -

benci shopping mall

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menulis Atau Tidak Menulis, Sebuah Kekalutan Dunia Akademis

7 Februari 2012   05:05 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:58 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

[caption id="" align="alignnone" width="629" caption="gambar dari http://www.biojobblog.com/uploads/image/science_writing(6).jpg"][/caption] Baru-baru ini kalangan akademis di Indonesia dibuat kalut oleh edaran DIKTI per 27 Januari 2012, yang menyatakan bahwa mahasiswa S1 hingga S3 wajib menerbitkan makalah yang diterbitkan di jurnal ilmiah. Surat edaran ini menuai berbagai reaksi, dari yang pro dengan alasan untuk menaikkan kualitas pendidikan kita dibanding negara-negara tetangga, hingga yang kontra karena kekuatiran akan menyebabkan keterlambatan kelulusan massal. Menyimak dari berbagai komentar di banyak artikel online yang dirilis media massa, saya merasakan lebih banyak nada kekuatiran di masyarakat. Hal ini wajar, kita takut pada hal yang tidak kita pahami. Paparan stress  pada tubuh menimbulkan fight or flight response yang ditandai dengan peningkatan detak jantung dan ketegangan otot. Tubuh pun secara refleks akan mengantisipasi, apakah kita dapat mengatasi sumber stress tsb atau tidak. Jika mampu kita akan fight, jika tidak kita akan flight atau kabur. Komentar-komentar yang saya baca, menyiratkan kewaspadaan yang seupa dengan fight or flight response tsb. Waspada akan hal terburuk; tantangan dunia pendidikan di Indonesia akan makin berat, adapula yang waspada akan potensi timbulnya kecurangan-kecurangan baru akibat kebijakan ini. Sebetulnya seberapa penting menulis dalam dunia akademis? Menulis adalah salah satu metode pembelajaran, berbagi ilmu dan pengomunikasian ide. Seorang akademisi sebenarnya tak dapat dinilai dari deretan titelnya. Mengapa? Karena untuk menyematkan deretan titel-titel tsb, ia harus melalui berbagai macam proses untuk membuktikan dirinya pantas untuk menyandangnya. Jika di banyak negara maju ia merupakan jaminan, di Indonesia tidaklah demikian. Entah sudah berapa kali kita dengar akan penyalahgunaan gelar dan pemalsuan ijazah bukan? Penguasaan ilmu tidak bisa hanya dilihat dari Indeks Prestasi. Mampu mengerjakan soal bukan berarti seorang paham konsep. Jika mahasiswa hanya pandai menjawab soal, apalah bedanya ia dengan seorang siswa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun