Mohon tunggu...
Niji No Saki 1107
Niji No Saki 1107 Mohon Tunggu... -

benci shopping mall

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jejak Langkah Sang Bunga Gurun, dari Pedalaman Sahara hingga Gemerlapnya Paris

19 Juni 2010   04:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:26 612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_171297" align="alignleft" width="200" caption="desert flower (from http://www.myhero.com/go/hero.asp?hero=WARIS)"][/caption] Waris Dirie namanya, dalam dialek Daarood, Somalia, nama itu berarti bunga gurun. Di dunia fashion ia dikenal sebagai mantan top model sukses di era '80-'90an. Di tahun 1998, autobiografinya 'Desert Flower: The Extraordinary Journey of a Desert Nomad', sukses menjadi best-seller di berbagai negara. Di Jerman, buku itu sempat menduduki peringkat atas buku terlaris selama tak kurang dari 120 minggu. Buku itu akhirnya diangkat ke layar lebar di tahun ini. Siapakah sang bunga gurun yang kisahnya menginspirasi jutaan orang di seluruh dunia itu? Waris Dirie lahir di tengah-tengah komunitas nomaden di Somalia. Sukunya tidak mengenal jam, alhasil ia pun hanya bisa memperkirakan tahun kelahirannya, 1965. Keluarga Dirie adalah peternak yang berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan unta-unta mereka. Bagaimana anak seorang suku nomaden di pedalaman Somalia bisa sampai ke gemerlapnya Paris? Walaupun pernah mencecapi kesuksesan sebagai top model, Dirie tidaklah sempurna. Ia memiliki bekas luka-luka di kakinya yang seringkali harus ditutupi make-up saat pemotretan. Dengan kekayaannya, sebenarnya bukan hal susah bagi Dirie untuk melakukan operasi estetika, namun ia memilih untuk membiarkan luka-luka itu sebagai kenangan dari episode kelam masa lalunya, ketika ia harus melarikan diri sendirian melintasi gurun selama 9 hari demi menghindari kawin paksa. Namun luka-luka di kaki Dirie bukanlah yang terburuk. Di usia 5 tahun Dirie mengalami bentuk paling ekstrim dari praktek khitan wanita di sukunya, female genital mutilation (FGM). "Aku masih bisa mengingat tiap detilnya." kata Dirie dalam sebuah wawancara dengan majalah Mirror. "Sebuah rasa sakit yang tak terkatakan. Itulah hal terburuk yang bisa anda lakukan pada seorang wanita." Suatu malam sang Ibu membimbingnya keluar tenda. Tak tahu apa yang akan terjadi, ia ditidurkan di atas sebuah batu. Seorang wanita tua Gypsy itu datang mendekati mereka. Sekelebat Dirie sempat melihat wanita itu mengeluarkan sebuah silet bekas  dari dalam tasnya. Kemudian gelap, matanya ditutup,  ibunya menyelipkan akar tumbuhan di antara giginya. "Kuatkanlah dirimu nak, buat ibu bangga..." bisik sang Ibu sambil memeganginya. Ia merasakan kedua kakinya diregangkan. Sejurus kemudian rasa sakit yang menggiriskan itu pun menyengat ketika wanita itu memotong bagian-bagian tersensitif di antara kedua pahanya. Ia berusaha untuk tidak bergerak, menahan rasa sakit dengan mengatakan bahwa siksaan itu akan segera berakhir. Namun kedua kakinya mulai gemetar dan bergerak dengan liar. Ia pun pingsan. Ketika siuman, tutup matanya telah terbuka, ia bisa melihat genangan darah di bawah tubuhnya.  Wanita Gypsy itu masih ada, samar-samar ia melihat wanita itu mengumpulkan duri dari pohon Akasia. Dengan duri itu wanita Gypsy tsb menjahit dengan kasar luka yang terbuka di antara kedua kaki Dirie. Praktek FGM di Afrika adalah penghilangan hampir semua bagian eksternal organ kewanitaan dengan hanya menyisakan sebuah lubang kecil untuk tempat keluarnya air seni. Semua dilakukan tanpa anestesi."Kakiku telah mati rasa, namun rasa sakit di antara keduanya begitu menyiksa sehingga aku berharap untuk mati saja.." kenang Dirie. Menurut kepercayaan di masyarakatnya, ada 'hal buruk' yang harus dihilangkan di antara kedua kaki seorang gadis. Selama hal itu masih ada, seorang gadis dianggap kotor dan tidak bisa dinikahi. Selama beberapa minggu setelahnya, Dirie harus menghabiskan waktu berbaring dengan kaki terikat hingga panggul untuk mempercepat penyembuhan luka. Infeksi melanda, ia demam tinggi hingga berkali-kali kehilangan kesadaran. Saudara-saudaranya tidak seberuntung Dirie. Ketika menjalani proses ini, kakak perempuannya mengalami perdarahan hebat hingga meninggal. Sepupunya juga meninggal di usia 6 tahun karena infeksi luka pasca praktek mengerikan tersebut. Mengingat betapa primitif dan tidak manusiawinya proses khitan itu, sulit dipercaya wanita-wanita Somalia bisa survive melaluinya. Di usia 13 tahun, ayahnya menjodohkannya dengan seorang pria berusia 60 tahun dengan harga 5 ekor unta. Menurut adat di suku tersebut, di malam pernikahan sang suami akan membuka kulit yang telah tertutup itu dengan pisau atau melalui penetrasi. Terbayang rasa sakit yang akan ia tanggung, ia pun memutuskan untuk melarikan diri. Dengan hanya sepotong baju di badan dan tanpa alas kaki, Dirie pun mulai berlari melintasi gurun berhari-hari tanpa air dan makanan. Setelah nyaris diterkam singa, lolos dari upaya pemerkosaan seorang pria, dan 9 hari perjalanan melarikan diri, Waris Dirie tiba di Mogadishu. Di ibu kota ia harus bekerja serabutan sebagai pekerja bangunan, dari memanggul pasir hingga menyemen bata. Nasibnya membaik ketika mendengar bahwa salah seorang bibinya menikah dengan duta besar Somalia untuk Inggris. Ia pun melamar pekerjaan sebagai pelayan di keluarga tersebut dan ikut pindah ke London. Suatu saat ketika mengantar sepupunya ke sekolah, Dirie melihat seorang pria kulit putih berusaha 40an yang menatapnya lekat-lekat. Pria itu memberinya kartu nama.  Setelah masa tugas sang paman selesai di Inggris, keluarga bibinya pulang ke Somalia. Dirie memutuskan untuk tinggal di London dan dengan bantuan seorang teman, ia menghubungi pria itu. [caption id="attachment_171301" align="alignleft" width="252" caption="Waris Dirie di Festival Film Venice, menghadiri pemutaran filmnya, 'Desert Flower'"][/caption] Mike Goss namanya, seorang fotografer fashion. Untuk pertama kalinya Dirie difoto. "Ketika Mike menyerahkan selembar foto Polaroid padaku, aku terkesima; hampir tak mengenali wanita di foto itu. Mereka telah mengubahku dari Waris si pelayan menjadi Waris sang model." Dari situlah karir Dirie sebagai model dimulai.  Fotografer kenamaan Terence Donovan mengabadikannya dalam Pirelli Calendar edisi Afrika.  Tak lama kemudian Waris Dirie menemukan dirinya berjalan di atas catwalk di Paris, Milan dan New York. Ia sempat membintangi iklan Revlon bersama dengan Cindy Crawford, Claudia Schiffer dan Lauren Hutton. Karirnya terus melesat naik. Tahun 1997, Waris Dirie memutuskan untuk pensiun dari dunia model. Ia mulai angkat suara tentang pengalaman traumatisnya di masa kecil dan bekerja sebagai aktivis FGM. Sejak tahun 2002, organisasi non profit miliknya, Waris Dirie Foundation telah menolong 40.000 wanita dari mutilasi genital, pernikahan paksa , dan kekerasan dalam rumah tangga. PBB pun kemudian menunjuknya sebagai duta besar melawan FGM dan pembela hak-hak wanita di Afrika. Seorang survivor, mantan model, juru bicara, penulis sukses dan aktivitis kemanusiaan, Waris Dirie adalah bukti hidup akan resiliency dan kekuatan seorang wanita. "Wanita adalah tulang punggung Afrika, mereka yang bekerja paling berat namun tak memiliki suara,  bahkan untuk memilih pasangan hidup. Setelah melalui berbagai siklus kewanitaan, aku akhirnya mengerti betapa dahsyat kekuatan yang dimiliki wanita-wanita Somalia. Dengan organ kewanitaan yang dijahit rapat, menstruasi sering membuat kami bahkan tak mampu berdiri. Bagaimana dengan gadis-gadis yang menanggung rasa sakit itu sementara harus menggembala berkilo-kilo meter jauhnya, atau wanita-wanita yang baru saja melahirkan namun harus dijahit kembali dan diikat selama 2 minggu demi suaminya. Betapa kejamnya ritual itu dan sebagian besar wanita di Afrika menjalani hidupnya menanggung rasa sakit.." ujar Dirie dalam autobiografinya. Hingga saat ini praktek FGM masih dilakukan di 28 negara di Afrika, dari Senegal di pantai barat hingga Ethiopia di pesisir timur Afrika. Menurut wikipedia, prosentasenya masih sangat tinggi (>90%) di Mesir, Sudan, Ethiopia dan Mali. Negara-negara Arab seperti Arab Saudi, Jordania dan Iraq juga dilaporkan memiliki prevalensi cukup tinggi dalam FGM walaupun prakteknya tidak se-ekstrim di Afrika. Adalah kesalahan konsepsi bahwa praktek ini memiliki latar belakang agama (di Afrika, praktek ini dilakukan oleh komunitas Islam dan Kristen), padahal tidak ada satu pun ayat di kitab suci yang memerintahkan praktek ini dilakukan pada anak-anak perempuan. Semoga ritual ini suatu saat hilang dari muka bumi.. http://www.fgmnetwork.org/articles/Waris.php http://www.harpersbazaar.com/magazine/feature-articles/waris-genital-mutilation-0210 http://biography.jrank.org/pages/2958/Dirie-Waris.html http://www.myhero.com/go/hero.asp?hero=WARIS http://en.wikipedia.org/wiki/Female_genital_cutting

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun