Mohon tunggu...
Niji No Saki 1107
Niji No Saki 1107 Mohon Tunggu... -

benci shopping mall

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Meretas Asa di Negeri Sakura (Bagian IV)

31 Juli 2010   10:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:25 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_211489" align="alignleft" width="201" caption="sakura (dokpri)"][/caption]

Tulisan ini adalah lanjutan dari artikel sebelumnya.

-----------------------------------

Februari 2009

Sayang sekali Dr. Mongkolkajit tidak menghabiskan waktu terlalu lama bersama kami, ia harus segera meninggalkan Jepang. Saya begitu terinspirasi olehnya, oleh figur yang telah mencapai banyak hal namun tetap rendah hati, yang memiliki banyak ilmu namun tak sungkan berbagi, yang bisa berinteraksi dengan siapa saja. Saya ingin seperti beliau.

Namun ternyata bukan hanya beliau saja yang pergi. Dari kasak-kusuk anak-anak lab , saya dengar bahwa Fujiki-sensei akan segera meninggalkan kami ke AS sebagai bagian dari Post Doctoral fellowshipnya. Berita itu akhirnya dikonfirmasi ketika group meeting. Fujiki-sensei dan istrinya akan bertolak ke AS dan melakukan riset di sana selama 1 tahun.

Setelah group meeting tersebut, kolega saya Shin-san menyeletuk, “Wah…neraka dimulai lagi nih..” katanya.

“Lo kenapa?” tanya saya.

“Niji belum tau ya, dulu…sebelum Fujiki-sensei bergabung sebagai associate researcher, Miyazaki-sensei 2x lebih galak daripada yang sekarang...” ujarnya.

“Hah? Emang yang sekarang ini kurang galak?”

“Sekarang ini sensei lagi ‘baik’. Lihat aja nanti begitu Fujiki-sensei pergi..Sensei ga kowai yo.. (sensei menakutkan lo..)” kata Shin-san. Dan saya pun merinding membayangkan kegalakan yang harus saya hadapi 7 bulan ke depan.

Tak lama setelah kepergian Fujiki-sensei, ucapan Shin-san terbukti. Group meeting yang biasanya berlangsung selama 3 jam sekarang bisa 2x lebih panjang. Ketika seorang mahasiswa mempresentasikan progressnya selama setengah jam, omelan sensei akan berlangsung selama satu jam. Bukan hanya konten presentasi yang dikritik habis-habisan, namun juga penulisan, peletakan gambar, layout, dll. Tidak satu detail pun ketinggalan untuk tidak dikomentari. Hal yang sama berlaku juga untuk saya.

Seorang anak lain, Murai-san, yang kelulusannya hanya dalam hitungan minggu namun hasil penelitiannya belum juga menunjukkan titik terang, ia kini tak ubahnya seperti zombie. Ia hampir tidak pernah meninggalkan lab, makan dan tidur di lab. Pulang sebentar untuk ganti baju dan kemudian segera kembali lagi. Karena mendekati kelulusan, ia harus melewati jam-jam intensif bersama Miyazaki-sensei. Kadang suara sensei begitu keras hingga terdengar di ruangan mahasiswa. Kalau sudah begitu kami sudah tahu apa yang sedang terjadi, Murai-san sedang ‘dibantai’. Sejurus kemudian ia kembali ke ruangan dengan mata sembab.

“Di lab ini, pria menangis itu wajar..” kata Tokiwa-san, seorang member bachelor tingkat 4.

--------------------------------------------------------

Maret 2009

Alhamdulillah saya berhasil menyelesaikan seluruh topik penelitian yang diberikan Miyazaki-sensei lebih cepat dari perkiraan. Karena saya masih akan tinggal di Toyohashi hingga Desember 2009, Miyazaki-sensei memberi saya topik penelitian baru. “Bagaimana jika saya tidak bisa menyelesaikannya hingga November?” tanya saya padanya.

Just try…” jawabnya pendek.

“Niji, saya juga ingin kamu menulis paper tentang hasil risetmu selama tahun pertama. Kita akan coba publish ke bulletin Chemical Letters dan Polymer Japan.” kata Miyazaki-sensei.

Wow…saya berbunga-bunga. Saya belum lagi lulus Master namun sudah diminta untuk menulis paper? Bagi saya itu adalah suatu kehormatan. Mahasiswa Doktor lah yang lazimnya harus mempublish scientific paper.

Publikasi scientific paper memakan waktu yang cukup lama. Mula-mula kita harus membuat draft dengan style yang sesuai style publisher journal yang akan kita tuju. Contoh: Style Elsevier berbeda dengan Wiley Inc., walaupun standarnya mirip. Kemudian draft kita akan diperiksa oleh pembimbing dari segi alur dan sistematika, isi, bahasa, grafik dan diagram, tabel, dll. Jika pembimbing tidak terlalu sibuk, revisi draft ini bisa memakan waktu rata-rata 2 bulan. Setelah pembimbing merasa ok dengan draft kita, berikutnya ia akan mengirimkan (submit) draft tersebut ke jurnal ilmiah atau bulletin, untuk kemudian akan di-review oleh beberapa reviewer yang memang kompeten di bidang tersebut. Para reviewer tersebut akan memberi pertanyaan dan masukan yang harus kita respon, termasuk juga revisi. Jika mereka merasa hipotesa yang kita tulis di draft paper tidak cukup kuat, tak jarang mereka akan meminta kita untuk melakukan pembuktian tambahan sehingga kita harus melakukan beberapa eksperimen lagi. Jika semua reviewer ok, barulah paper kita bisa dipublish di jurnal tersebut. Proses ini biasanya memakan waktu tak kurang dari 6 bulan.

Dengan penuh semangat saya mulai menulis draft paper. Itu adalah pengalaman pertama saya menulis publikasi ilmiah, sungguh sangat tidak mudah. But I was driven, I was determined to be able to publish my paper before I graduate. Di sela-sela kuliah dan eksperimen saya meluangkan waktu khusus untuk menulis, terutama di malam hari. Dalam waktu 2 minggu saya berhasil menyelesaikan draft paper tersebut dan segera saya serahkan ke Miyazaki-sensei untuk dikoreksi.

--------------------------------------------------------

Mei 2009

2 bulan sejak draft paper saya serahkan, saya baru mengalami 3 kali revisi. Sensei terlalu sibuk untuk menyentuh draft paper saya. Dengan perginya Fujiki-sensei, ia tidak hanya harus mengurusi kami namun juga tugasnya sebagai kepala departemen rupanya telah banyak meyita waktunya. Berkali-kali saya tanyakan tentang nasib draft tersebut ia hanya bilang “Saya masih sibuk, kita akan diskusikan lain waktu.” dan saya pun kembali disibukkan dengan berbagai eksperimen untuk topik kedua saya. Kali ini, saya hanya punya waktu 7 bulan untuk menyelesaikannya.

--------------------------------------------------------

Juni 2009

“Apa saja kerjamu selama 2 bulan terakhir?! Kenapa tidak ada hasil juga? Dan ini…..hasil macam apa ini? Kasar dan asal-asalan sekali. Anak SMP saja bisa melakukannya lebih baik dari kamu. Kamu itu sekarang mahasiswa Doktor, sadar tidak?!! Jika progressmu terus-terusan begini, kamu tidak akan bisa lulus. TIDAK AKAN LULUS!!! Mending kamu pulang saja ke negaramu!!”suara sensei terdengan begitu keras dari dalam kantornya, memantul-mantul di dinding ruangan dan menghujam telinga siapa saja yang mendengarnya. Setelah tinggal di Jepang lebih dari 1,5 tahun  kini saya dapat memahami semua perkataan yang diucapkannya dalam bahasa Jepang. Begitu pahit, menyakitkan dan kejam. Tak lama kemudian Shin-san keluar dari kantor itu dengan wajah memerah padam, ia berusaha sekuat mungkin menahan air matanya.

Meja saya yang kebetulan tepat berhadapan dengan Shin-san membuat saya bisa melihat raut wajahnya yang seperti baru saja ditinggal mati istri.  “Shin-san, daijoubu?” (apakah kamu baik-baik saja?) tanya saya. Ia mengangguk sekilas, mengemasi tasnya dan pulang walaupun waktu belum lagi menunjukkan pukul 6 sore.

Keesokan harinya ia tidak muncul. Begitu juga pada hari-hari berikutnya.

bersambung

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun