Mohon tunggu...
Niji No Saki 1107
Niji No Saki 1107 Mohon Tunggu... -

benci shopping mall

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Meretas Asa di Negeri Sakura (Bagian III)

29 Juli 2010   20:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:28 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

[caption id="attachment_209911" align="alignleft" width="300" caption="old sakura tree (dokpri)"][/caption]

Tulisan ini adalah lanjutan dari artikel sebelumnya.

---------------------------------------

Toyohashi, Agustus 2008

Sembilan bulan sudah saya menelan kegagalan demi kegagalan. Di tengah keterpurukan itu, teman-teman main saya tiba-tiba tanpa sebab yang jelas menjauhi saya. Prediksi saya adalah mungkin karena makin sulitnya saya untuk diajak keluar atau jalan-jalan, atau juga mungkin pembawaan saya yang murung karena pikiran ketika bersama mereka, entahlah. Tapi ketika saya tanya sebabnya, mereka tak mau menjawab. Bisa jadi mereka hanya bosan pada saya. Saya merasa seakan jatuh ke dalam lubang yang gelap, tiba-tiba saya mendapati diri saya begitu sendirian tanpa seorang pun yang bisa diajak berbagi atau sekedar bicara. Betapa kenyataan tidak seindah impian....

Ketika telah begitu dekat dengan breaking point, akhirnya saya memutuskan untuk menumpahkannya pada Ibu. Selama ini saya menyimpan ini semua karena tidak ingin membuat beliau khawatir. Seperti biasa, nasihat-nasihat beliau begitu menyejukkan, menepis penat, membangkitkan sisa-sisa semangat. "Dik, walaupun ibu gak sepenuhnya paham dan gak bisa membantu adik secara langsung di sana, di sini Ibu akan selalu berdoa agar segala usaha adik dimudahkan. Jangan lupa berdoa dik, banyak-banyaklah bersyukur bahwa seburuk apapun kondisi yang adik alami saat ini, sebenarnya adik sudah mendapatkan apa yang adik minta. Allah telah mengabulkan doa-doa adik. Coba diinget-inget lagi, siapa yang dulu ngebet pengen kuliah lagi ke Jepang?“ kata Ibu. Dan sayapun tersentak, benar juga.Saya ingat-ingat kembali alasan kenapa saya berada di sini dan mimpi-mimpi yang pernah saya rajut. Ini adalah keputusan yang saya ambil dan tak sepantasnya saya mengeluhkan dan menyesalinya. Saya ingin lebih kuat dari permasalahan saya.

Mulai dari saat itu saya pun berusaha untuk ikhlas. Saya bekerja sekuat otot-otot di tubuh saya, berpikir semampu kapasitas otak saya, dan kemudian saya 'lepaskan‘ hasilnya. "Biarlah Allah yang menilai, bukan sensei.“

Ternyata dengan merubah niat, saya pun jadi lebih tahan banting. Saya merubah orientasi, jika tadinya saya bekerja jungkir balik untuk memberikan hasil yang maksimal agar terhindar dari kemarahan sensei, maka sejak saat itu saya berniat melakukan riset untuk diri saya sendiri, untuk memuaskan rasa ingin tahu saya. Sejak saat itulah passion saya terhadap materials science makin menguat. Omelan-omelan sensei di ruang seminar membuat saya tersenyum. “Dia mengomel karena dia peduli..” begitu pikir saya.

----------------------------------------

Oktober 2008

Jawaban atas doa-doa saya datang. Ia adalah pria tegap berusia pertengahan tiga puluhan. Ramah dan teduh sikapnya, santun tutur katanya, cerdas pilihan katanya. Adakah ia jodoh saya? Bukaaaaaannnn.....heeheehhe.....

Dr. Mongkolkajit* adalah kolega Miyazaki-sensei. Ia telah beberapa kali datang ke lab kami sebagai visiting researcher. Seorang staf pengajar dari universitas kenamaan di Thailand, Chulalongkorn University, beliau memang telah menunjukkan kelasnya dengan banyaknya publikasi ilmiah dan fellowship yang diterimanya dari beberapa universitas bergengsi di Amerika Serikat. “Kalo pengen diskusi sama dia aja..” saran salah seorang teman lab yang sudah beberapa kali bertemu beliau.

Seminggu pertama saya belum berani menyapa beliau. Malu, siapalah saya ini kok berani-beraninya mengajak seorang international scholar berdiskusi. Namun kesempatan itu datang juga ketika saya hendak menguji sampel di lab lantai 3. Ternyata Dr. Mongkolkajit ada di sana. “Permisi mbak, (halahh... mbak...hehehe…) bisa tolong tunjukkan bagaimana caranya saya men-setting temperature rate untuk DSC (Differential Scanning Calorimetry)?”

“Ooo…bisa..bisa, mari saya bantu..” (Ciiiieeeee…)

Sejak itulah kami beberapa kali mulai ngobrol, mula-mula tentang hal-hal ringan, tentang pengalamannya belajar di AS, membimbing mahasiswa, serta pertemuannya dengan Miyazaki-sensei. Dr. Mongkolkajit terkesan memiliki rasa hormat terhadap pembimbing saya. “Tanpa rekomendasi beliau, mungkin saya tidak bisa bolak-balik ke Jepang untuk penelitian seperti ini..” katanya. Dalam hati saya mencibir, “Huh...belum tahu aja aslinya…”

Suatu ketika saya beranikan diri mendatangi Dr. Mongkolkajit untuk mengajaknya diskusi, setelah melahap 3 paper malam sebelumnya dan menyusun kalimat agar terdengar sedikit pintar, saya mendekatinya. Di luar dugaan, ia sangat welcome dan terbuka dengan segala pertanyaan saya. Ternyata ia telah malang melintang meneliti tentang polybenzoxazine (engineering plastic yang saat itu sedang saya kembangkan) tak kurang dari 8 tahun. Dari beliau saya dapatkan tips-tips berharga. Bagaimana harusnya mengembangkan kerangka berpikir, apa yang harusnya saya lakukan terlebih dahulu sebelum melakukan eksperimen, apa arti di balik setiap kondisi reaksi; mengapa urutannya harus demikian, apa yang terjadi jika suhu dinaikkan atau diturunkan, bagaimana cara mengidentifikasi kesalahan dalam eksperimen dilihat dari produk yang dihasilkan, cara sintesa dan preparasi sampel yang benar, dan banyak lagi. Hal itu sungguh tak akan saya temukan di paper manapun, karena detail-detail seperti itu biasanya adalah the most guarded secret seorang peneliti dan penulis paper. Karena itulah, walaupun anda mengikuti step eksperimen persis seperti apa yang tertulis di paper, seringkali anda mendapatkan hasil yang sama sekali berbeda, Karena anda tidak diberitahu hal-hal semacam ini. Dan hari itu saya mendapatkan bocoran langsung dari salah satu author-nya. I was ecstatic. Pada saat itulah saya baru menyadari bahwa selama 10 bulan terakhir, metode riset saya tak ubahnya seperti orang yang kehilangan dompet di perjalanan, chaotic. Ia tidak tahu kapan dan di mana dompet itu jatuh, ia hanya mencari kesana kemari sambil bertanya ke orang yang lewat apakah mereka pernah melihat dompetnya. Suatu saat mungkin memang berhasil, tapi sangat tidak efektif dan time-consuming. Dalam kasus riset, if I kept on doing what had done, I was bound to repeat the same mistake over and over.

Diskusi dengan Dr. Mongkolkajit seperti melejitkan semangat saya ke langit tujuh, segera saya ikuti sarannya. Saya perbaiki metode penelitian saya. Dan hasilnya sungguh ajaib: saya mendapatkan hasil yang saya impikan kurang dari 1 bulan setelah beratus-ratus kali gagal selama 10 bulan. Plus, saya menemukan fenomena baru pada sifat polybenzoxazine yang dihibridisasi dengan liquid rubber : ia mampu bertahan di suhu lebih dari 320oC dengan toughness 2,5 x lipat lebih tinggi dibanding polybenzoxazine murni. Miyazaki-sensei semula tak percaya dengan hasil saya dapatkan. Setelah saya perlihatkan produk lembaran plastik yang (akhirnya) bisa saya buat dengan mulus dan homogen, ia pun baru percaya.

--------------------------------------------------

November 2008

Berbekal hasil yang menggembirakan itu, Miyazaki-sensei mengirim saya untuk mengikuti 3 simposium nasional dan satu simposium internasional. Ketika saya berhasil menggondol gelar sebagai presenter terbaik untuk bidang organic material di ‘4th International Symposium on Designing, Processing and Properties of Advanced Engineering Matter (ISAEM)’, beliau terlihat begitu bangga. Bersama piagam-piagam lain yang pernah dimenangkan oleh member grup lain, ia memajang scan piagam saya di depan pintu lab kami. 

bersambung

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun