Mohon tunggu...
Nihayatul Jazilah
Nihayatul Jazilah Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa PGSD Universitas Pendidikan Indonesia 2013

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Penggila Roma

12 Desember 2014   17:00 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:27 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Matanya pelan-pelan terbuka, silau mentari melewati celah-celah jendela membentuk sudut kecil cahaya yang merambat masuk memaksanya untuk beranjak kala itu. Dea yang masih merem-melek mendengar suara gaduh diluar, pertanda antrian kamar mandi yang masih memanjang dan ia sadar akan mendapat urutan antrian yang terakhir seperti biasa, lagi-lagi membuatnya enggan beranjak dari teddy bear cokelat kesayangannya. Begitulah derita anak kos dengan delapan penghuni yang hanya difasilitasi dua kamar mandi berebut mandi pagi-pagi dengan jam masuk kuliah hampir bersamaan, belum lagi masalah air yang membuat galau penghuni dengan ketidak-move on-an Ibu kos untuk membenahinya, sungguh miris bukan?.

“Tok.. tok.. tok!! Deaa.. urutan antrianmu sudah menunggu” ketuk Lia seraya membangunkan.

Dea pelan-pelan membuka matanya seraya melihat jam Doraemon kesayangannya hadiah ulang tahun dari sang pacar. Ia kaget dan langsung bergegas ke kamar mandi “Sialaaan! Gua kesiangan.. “ Gerutunya.

Pagi itu jadwal mata kuliah Pak Anto, salah satu dosen ter-killer di kampus yang ditakuti sebagian besar mahasiswa jurusan PGSD yang selalu memberikan punishment (sanksi) pada mahasiswa ketika telat masuk kelasnya, sanksinya bermacam-macam dari yang disuruh menyanyikan lagu Roma Irama, vokalis Soneta yang mejadi kesayangannya sampai tak diperbolehkan masuk dan dipaksa memakai wig Roma dan jenggot palsu khas idolanya tersebut.

“Sialaan.. Gua bakal didandani ala raja dangdut nih.. “ Gerutu Dea sambil mengenakan sepatu bertali cokelat usang kesukaannya.

“Sungguh terlalu.. nih roti buat loe..” Celoteh Lia cekikikan sambil menirukan gerakan Bang Roma.

Nggak akan ya! Gua kerjain tuh dosen.. Liat aja nanti..” Ujar Dea sambil senyum-senyum kecil dan melengkingkan alisnya ke atas.

“Gua berangkat duluan bro! Thanks ya” Tambahnya sambil menghabiskan sepotong roti pemberian Lia.

Sesampainya di kampus, tampak dari jauh kepala-kepala mahasiswa yang duduk rapi tegang tak ada gerakan sedikitpun, membuat Dea semakin deg-degan saja masuk kelas Pak Anto guru killer penggila Roma itu.

“Tok.. Tok.. Tok!! Assalamu’alaikum Pak, maaf saya terlambat” Ujar Dea sambil menundukan kepala dengan muka memelas.

“Siapa kamu? Mau masuk kelas saya?” Tanya Pak Anto sembari menurunkan kacamata tebalnya.

“Saya Dea mahasiswa kelas Bapak, maaf saya kesiangan, saya tadi ngantri mandi dulu, airnya macet pula maklum anak kos Pak” Jawab Dea memberanikan diri.

“Hahahaha kasihan, ngantri ya? Biasa rakyat jelata..” Ejek Rio, mahasiswa terkaya dikelas yang sombong dan angkuh.

“Diam!” Gentak Pak Anto

“Kamu tidak punya jamdirumah? Kamu ini mentalnya mental koruptor! Suka mengorupsi waktu.. Bagaimana negeri ini bisa maju kalau generasi mudanya seperti ini! Sungguh terlalu..” Jelas Pak Anto sembari sedikit menirukan gaya idolanya.

“Maaf Pak, saya salah” Jawab Dea masih dengan muka memelasnya.

“Tirulah Bang Roma, beliau selalu menciptakan lagu-lagu yang luar biasa indahnya, dengan irama dangdut yang khas, isi lagu yang mendidik, dengan petikan gitarnya yang merdu membuat semua pendengarnya terhipnotis dengan kharismatik beliau. Generasi muda wajib mencontohnya.. Kritis! Disiplin! Berjiwa seni!” Ujar Pak Anto menceramahi seisi ruangan.

“Baik, berhubung hari ini istri saya membuatkan makanan kesukaan saya, jadi kamu saya kasih diskon hukuman, mood saya lagi bagus. Cukup nyanyi sajalah.. Nyanyikan lagu sekian lama milik Bang Haji” Tambah beliau.

“Sialan nih dosen, gua nggak hafal liriknya lagi..” Gerutu Dea dalam hati.

“Cepat! Kamu ini sudah dikasih hati mintanya jantung! Cepat nyanyikan!” Gentak Pak Anto.

“Baik Pak” Jawab Dea dengan suara lirih sembari mulai menyanyi.

“Sekian lama.. aku berdiri.. kakiku pegal sekali.. Oh Pak Anto.. Saya ingin duduk disini.. Oh Pak Anto.. Kakiku pegal sekali..” Nyanyian Dea dengan mengganti lirik lagu Bang Roma.

“Hahahahahaha.... Gokil! Gokil!” Suasana gaduh, seluruh penjuru kelas menertawakan.

Dea menengok ke arah Pak Anto sembari tersenyum lebar.

“Deaaa! “

“Berani-beraninya kamu! Keluaaaaaar!” Gentak Pak Anto dengan muka merahnya.

Deakeluar dengan tetap tersenyum lebar dan jingkrak-jingkrak kegirangan, tak ada rasa penyesalan sedikitpun. Menurutnya, cara Pak Anto mengajar kurang tepat, dia sudah mengakui kesalahannya karena keterlambatan itu, tetapi Pak Anto tetap menghukumnya dengan hukuman yang tidak sesuai, seharusnya beliau bisa mengutamakan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi, bukan malah sebaliknya.

To be continued..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun