Mohon tunggu...
Nihayatul Jazilah
Nihayatul Jazilah Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa PGSD Universitas Pendidikan Indonesia 2013

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Penggila Roma: Tetangga Rusuh

13 Desember 2014   16:41 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:23 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

**

Dengan senyuman lebar yang menyimpul diantara dua sudut bibir yang masih terlukis diwajahnya, dengan langkah kaki berjingkrak-jingkrak ria dan sedikit bernyanyi-nyanyi kecil, Dea pulang tanpa ada rasa penyeselan.

“Tak ada hari yang lebih indah selain hari ini” Gumammnya dalam hati dengan sedikit tertawa kecil.

Dea terus berjalan menyusuri jalan kecil setapak menuju komplek kosannya, melewati satu persatu rumah kos yang berjajar dengan jemuran baju penghuni kosan yang menumpuk dan tampak kumal dimasing-masing tempatnya bagaikan ikan asin yang sedang dikeringkan. Suatu pemandangan yang kurang enak dipandang, begitulah umumnya komplek dekat kampus yang hampir seluruh warganya menyewakan rumah kos untuk para mahasiswa, apalagi dimusim mahasiswa baru, para ibu dan bapak kos baru akan menjamur dimana-diamana.

“Pak Haji, beli nasi ayam satu! Di bungkus Pak,” Ujarnya pada Pak Haji, salah seorang penjual makanan yang menjadi langganannya sekarang.

“Pake sayur neng?” Tanya beliau.

“Ngga Pak, nasi ayam saja.. Ini uangnya, makasih” Jawab Dea sambil menjulurkan uang kertas sepuluh ribuan pada beliau.

Dea melanjutkan perjalanan pulangnya dengan membawa sebungkus nasi ayam yang dibalut dengan kresek putih kecil transparan. Sebenarnya jarak tempat kos Dea dengan Pak Haji cukup jauh, dan ada lagi penjual makanan yang dekat dengan tempat kos nya, lebih kurang satu meter darinya, yakni Warung Bu Entin. Bu Entin adalah pemilik warung makan yang berada tepat disamping tempat kos Dea, beliau adalah istri dari ketua Rt komplek kos itu, banyak yang memangilnya Bu Rt.

“Sialan, ada Bu Rt lagi.. pasti dia marah-marah ngga jelas” Gerutunya dalam hati.

“Eh kamu, kamu Dea kan? Penghuni kos sebelah? Dasar ngga tau diri.. beli makan bukan di Ibu, malah belinya di kakek tua itu! Dasar ngga pada tau diri kosan sebelah tuh”. Celoteh Bu Rt memarahi Dea sambil mengambil bungkusan kresek putih milik Dea.

“Sini Ibu lihat, makanan macam ini? Lebih enak juga masakan Ibu.. Dasar ngga tahu diri!” Sambungnya mencemooh Dea dengan nada tinggi sambil menaruhkan kedua tangannya dipinggang.

Dea pun melanjutkan perjalanannya tanpa memperdulikan celotehan Bu Rt yang tidak ketulungan itu. Memang sudah menjadi hal biasa jika Bu Rt ngomel-ngomel tidak jelas, warga komplek sudah mengetahuinya sedari dulu. Beliau selalu memarahi setiap orang yang lewat didepan warungnya dengan membawa bungkusan nasi tanpa membeli di warungnya itu, tanpa terkecuali Dea tadi.

Sampailah Dea di tempat kosnya dan bertemu Lia.

“Wow! Lia, kamu beli makanan dimana? Sepertinya daku ini tahu adinda memperolehnya dari siapa.. hahaha” Ejek Dea sambil menertawakan.

“Hiks, aku dipaksa Bu Rt untuk membeli makanan di warungnya tadi.. Sialan!” Jawabnya dengan muka kesal.

“Hahaha.. Bagaimana rasanya? Sedap sekali bukan?” Ejek Dea kembali.

“Hiks, ngga ada rasanya.. boro-boro enak! Asin pun tak terasa!” Gerutunya dengan tak menghabiskan sisa makanannya itu.

“Hahaha.. Ya sudah, ini aku bawa makanan enak.. tadi aku membelinya di Pak Haji, kita makan bareng ya.. sudah, itu sisa makanannya buat Si Mentel saja” Ujar Dea menenangkan.

Si Mentel adalah kucing kesayangan ibu kos yang selalu mengganggu anak-anak kos ketika makan.

“Okelah kalo begitu” Jawab Lia sambil mengeluarkan aksen Tegalnya, kota dimana dia berasal.

Mereka pun melahap makanan yang dibeli Dea dari warung Pak Haji dengan segera. Dea dan Lia menyadari, mereka tidak bermaksud sama sekali untuk menyinggung dan menyakiti hati Bu Rt, mereka tidak membeli di warung beliau karena memang masakan Bu Rt tidak enak menurut penuturan banyak orang. Seharusnya Bu Rt mengoreksi diri dengan memperbaiki maskannya itu, bukan malah menggerutu. Mungkin saja akan banyak pembeli yang datang kepadanya.

To be continued...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun