“Nda, bunga mawar didepan sudah kau siram?” Tanya ibu Enda sesaat setelah melihat bunga kesayangan putrinya itu merunduk layu.
Di hari yang cerah ceria ini, masih tampak suram saja suasana rumah janda beranak satu itu, tak tau kenapa langit yang cerah dengan awan putih yang menggerombol cantik, seakan tak mau mendekat sama sekali, bunga-bunga sekeliling rumah yang tampak berduri di batang-batangnya yang indah terlihat merunduk layu.
“Nda, makanlah saja dulu, ibu sudah masak sayur kangkung kesukaanmu.” Ujar ibu sembari mengetuk pintu kamar Enda yang terkunci sejak pagi tadi.
“Kau tidak akan berangkat sekolah? Dari kemarin sore, tak ada secuil ucapanpun yang kau keluarkan pada Ibu, kau marah?” Tambah Ibu, sembari menaruh piring dekat kamar putrinya.
“Tidak Bu.” Jawaban singakat Enda.
“Sudahlah, Ibu tak tahu harus bagaimana lagi membujukmu.” Ujar ibu dengan penuh kesesalan.
Enda yang dulunya merupakan gadis periang yang ceria, di hari itu wajahnya muram tampak tak bersemangat.
“Bu,” Ucap Enda.
“Sudahlah jangan menangis, semua akan ada hikmahnya, Ibu tahu yang kau pikirkan.” Jawab Ibu, sembari memeluk putrinya yang sedang gundah gulana itu.
“Maafkan aku Bu, ini semua kesalahanku.” Ujar Enda dengan tangisan penuh keseselan.
Ibu menghela nafas panjang pertanda sesuatu terjadi pada putrinya. Beliau tahu dan berusaha tidak menyalahkan.
“Tidak, tidak, ini semua sudah rencana Yang Maha Kuasa, Nak, Ibu tak pernah menyesal dengan hasil ini, usahamu sudah maksimal, Ibu tahu.” Jelas Ibu, menenangkan hati putrinya.
“Jika saja...” Ucap Enda.
“Sudahlah Nak, Ini hasilmu dan syukuri.” Ujar Ibu memeotong ucapan putrinya.
“Makanlah saja dulu, mandi dan bersiaplah ke sekolah, Enda tetaplah jagoan Ibu, meskitidak jadi yang pertama di kelas, Enda selalu pertama dihati Ibu, Ibu bangga padamu.” Ujar Ibu sembari mengelus rambut dan memeluk putrinya.
Enda memang tak mendapatkan peringkat pertama di kelasnya, dia menyesal.Semua itu, sebagai hadiah ulang tahun Ibunya pada usia setengah abad itu. Sesal dan kesal selalu menghampiri, tapi apalah daya.
“Bu, Aku janji, untuk kedepannya akan belajar lebih giat dan selalu berdoa agar mendapatkan yang pertama sesuai harapan Ibu.” Ucap Endah meyakinkan.
“Doakan putri kecilmu ini ya, Bu.” Tambahnya sembari meneteskan air mata.
“Selalu, Nak.” Jawab Ibu dan kembali memeluk putrinya.
Pesan moral yang coba disampaikan, penulis kembalikan lagi pada pembaca untuk menelaahnya sendiri.. Terimakasih (^_^)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H