Sebagai anak perempuan yang sedari kecil sampai menginjak dewasa tidak selalu menemani ibunya ketika memasak, untuk memberikan sebuah alasannya sangatlah beragam, selain dari pada saya pribadi sangat suka bermain sepeda pada saat waktu libur ketika masih SD, ini menjadi salah satu alasan saya tidak selalu melihat atau mendampingi ibu dalam memasak masakan untuk makan siang.Â
Di samping itu juga kepadatan jadwal belajar saya selain pergi sekolah, setelah pulangnya menunggu setengah jam langsung pergi berangkat untuk mengaji di surau. Bahkan, jangankan sempat untuk membantu ibu memasak di dapur, untuk makan saja terkadang saya tidak sempat dan sangat susah untuk bisa makan teratur.
 Sehingga pada saat saya masih menginjak bangku SD, asam lambung saya selalu naik dan itu berlanjut hingga saya belajar di pondok pesantren. Itu semua bermula karena nasi yang disajikan oleh ibu saya, sisa semalam yang masih banyak, sehingga ibu menghangatkan kembali nasi tersebut. Namun saya tidak terlalu suka.
Mengingat semasa SD tersebut, bisa dijadikan sebab kenapa harus bisa masak, di satu sisi supaya saya bisa makan apapun yang saya inginkan, dan di sisi lain juga menjadi sebuah tuntutan ayah saya untuk bisa masak.Â
beliau menekankan kepada saya bahwa sebagai perempuan meskipun berpendidikan tinggi, tetap harus bisa masak. Â Namun, kedua sebab ini betul-betul saya sadari setelah saya menginjak usia 18 tahun.Â
Berhubung pada saat saya belajar di pondok pesantren seluruh santri semuanya tidak memiliki peluang untuk bisa memasak, karena sudah ada sebagian santri yang ditugaskan khusus untuk memasak makanan buat para santri.
Selama detik terakhir saya di pondok, sehubungan saya menjadi pengurus sehingga saya dibolehkan untuk memakai dapur pondok agar sedikit-sedikit bisa belajar masak.
 Awal mula masakan yang mungkin membuat saya sendiri senang bisa memasak yaitu saya pertama kali mencoba membuat tempe oreg kering, dan kebetulan resep memasak  tempe oreg yang lezat tersebut pernah ibu sampaikan kepada saya ketika saya masih di rumah pada saat liburan pondok.Â
Akhirnya saya menerapkan resep membuat tempe oreg yang sudah ibu kasih, kemudian yang membuat saya tidak menyangka adalah teman-teman sekamar saya merasakan nikmat dan lezat ketika makan nasi dengan lauk tempe oreg yang saya buatkan tersebut. Sampai-sampai teman sekamar ku, mereka semua merequest untuk memasakan tempe oreg kering untuk dijadikan lauk nasi setiap kali mereka makan.
Pengalaman ketika saya masak di pondok itu tidak seberapa, dibanding pengalaman memasak ketika saya dan adik saya ditinggal di rumah selama dua bulan oleh ibu saya.  Selama ditinggal ibu saya, cukup memberikan pengalaman serta pelajaran besar bagi saya untuk bisa memasak lauk yang  lainnya.Â