Mohon tunggu...
Nihayatu Saadah
Nihayatu Saadah Mohon Tunggu... Penulis - A life-long learner

Trying to be active in Kompasiana^^ [IG:fforcess]

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Alangkah Indahnya Bila "Budaya Hidup Tertib" Korea Selatan Ini Bisa Diterapkan di Indonesia

18 Januari 2024   17:51 Diperbarui: 18 Januari 2024   18:05 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar freepik.com (Ilustrasi konsep tertib berlalu lintas) by jcomp

Indonesia itu Negara besar dan luas. Bila dibandingkan dengan Korea Selatan, luas wilayah Indonesia adalah 19:1. Sedangkan perbandingan jumlah penduduknya, 5:1, menurut data tahun 2021-2022.

Melihat perbandingan ini, aku merenung. Ternyata jumlah penduduk yang besar dan wilayah yang luas tidak menjamin percepatan kemajuan suatu negara. Tapi mengapa Amerika Serikat dan Tiongkok berhasil membuktikan diri dan berkata sebaliknya. Lalu apakah semakin sempit suatu wilayah dan semakin sedikit jumlah penduduknya, akan semakin mudah diatur, sehingga bisa cepat mendorong kemajuan suatu Bangsa? Tapi ini juga tidak, dengan melihat Negara dengan luas wilayah kecil dan masih berkembang seperti Bangladesh, Nepal, Laos, Nigeria, dan masih banyak lainnya.

Menilik dari berbagai sumber, salah satu faktor utama yang bisa mendorong percepatan kemajuan suatu Negara adalah Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Dijelaskan, SDM berkualitas adalah yang memiliki keahlian atau keterampilan, memiliki pengetahuan luas yang diperlukan untuk menjalankan tugas, dan harus memiliki sikap positif, berwawasan, dan berperilaku terpuji.

Ini poin yang menarik. Sebab aku merasa Indonesia tidak kekurangan para ahli. Tidak terhitung jumlahnya orang-orang cerdas, pintar, terlahir dengan bakat yang tidak kalah dengan bangsa lain, dan berwawasan luas. Hanya saja, mungkin benar adanya, kita masih kekurangan orang-orang yang memiliki sikap positif dan berperilaku terpuji.

Bersosialisasi langsung dengan masyarakat Korea Selatan, membuatku berani membuat pernyataan bahwa mereka memang pantas dihadiahi dengan kemajuan Negara yang cepat pasca terjajah. Mari kita kesampingkan dulu masalah etos kerja, kreatifitas, kecerdasan, bakat bawaan, yang memang diperlukan untuk mencapai kesuksesan. Tapi yang ingin aku ambil pembelajaran dari mereka adalah sikap positif berupa “budaya hidup tertib” yang mereka lakukan, bahkan terus dijaga dan diwariskan ke generasi-generasinya.

"Budaya hidup tertib" Korea Selatan yang hendaknya bisa kita tiru:

  1. Budaya antri dalam hal apapun. Aku berdo’a semoga akan ada kesempatan para pembaca Kompasiana bisa mengunjungi Korea Selatan untuk tujuan apapun. Sehingga bisa melihat ketertiban mereka ketika menunggu kedatangan bis dan kereta dengan membentuk barisan rapi ke belakang sesuai urutan kedatangan menunggu. Tidak hanya di halte dan stasiun, di tempat berbelanja misalnya, orang Korea tidak ada yang memotong antrian orang lain dan selalu sadar posisi, siapa yang datang duluan adalah yang harus terlebih dahulu dilayani. Kecuali kalau memang sudah ada nomor antriannya. Begitu pula di tempat wisata, ketika akan mengambil gambar (foto), kamu pasti akan  melihat pemandangan orang-orang berbaris panjang menunggu giliran.
     sumber gambar: Pinterest (Ilustrasi mengantri)
     sumber gambar: Pinterest (Ilustrasi mengantri)
  2. Budaya tertib lalu lintas. Mereka akan menyebrang jalan hanya ketika lampu berganti hijau. Tidak peduli disaat lampu merah tidak ada kendaraan yang melintas. Mereka tetap tertib menunggu. Begitu pula para pengguna kendaraan, semua akan berhenti ketika lampu merah tanda giliran penyebrang jalan melintas, tak peduli ada pejalan kaki yang menyeberang atau tidak. Mereka tetap berhenti. Hal ini membuatku bergumam, lampu lalu lintas di Korea berfungsi dengan seharusnya. Beda dengan pemandangan yang kulihat di sekitar rumah.
  3. Mendahulukan pejalan kaki. Kalau di kota sendiri, menyeberang jalan dimanapun, di jalan raya maupun di jalan kecil harus selalu waspada kalau ada mobil atau motor yang melintas. Kita pejalan kakilah yang harus menyesuaikan diri. Meskipun kalau kenapa-kenapa, umumnya yang memakai kendaraanlah yang disalahkan. Seharusnya memang begitu. Tapi karena tidak ada peraturan (look out for pedestrian: perhatikan pejalan kaki), maka semua pengguna jalanpun jadi saling egois. Tapi di Korea, hal ini tidak terjadi. Di sini, pejalan kaki adalah raja. Pengendara yang melintasi jalan kecil haruslah yang berhati-hati, tidak boleh ngebut. Karena mereka membuat peraturan berkendara harus mendahulukan pejalan kaki. Aku bisa mengetahuinya sebab ini menjadi materi LMS wajib yang harus ditonton oleh mahasiswa asing. Berikut ini tangkapan layar dari video tersebut.
    Dokumen pribadi (No.3 Look out for pedestrians)
    Dokumen pribadi (No.3 Look out for pedestrians)
  4. Tidak membakar sampah sembarangan. Udara di sini sangat sejuk. Sebab tidak ada lagi gangguan tetangga yang membakar sampah di belakang rumahnya seenak waktu luangnya, tak peduli pagi atau malam. Seharusnya udara bersih di pagi hari bisa aku dapatkan untuk membangkitkan semangat menghadapi hari. Begitu pula udara segar malam mampu merilekskan tubuh setelah aktifitas seharian. Tapi begitulah yang terjadi di lingkungan rumahku. Duh duh. Jangankan membakar sampah, di Korea membuang sampah saja ada jadwal hariannya. Hari Minggu, Selasa, dan Kamis jadwal membuang sampah makanan dan sampah umum. Hari senin dan rabu jadwal untuk membuang sampah daur ulang. Sedangkan hari Jum’at dan Sabtu tidak boleh membuang sampah. Dan semua orang komitmen mematuhi aturan ini. Luar biasa, bukan?

Seandainya Indonesia sejak dulu menerapkan peraturan ini dan dibudayakan secara tertib dan menyeluruh oleh semua lapisan masyarakat. Sayangnya, kalau kata peribahasa, “nasi sudah menjadi bubur”. Indonesia terlalu luas dan terlalu banyak orangnya, beserta perilaku dan karakter yang mengakar. 

Aku tidak bilang di Indonesia tidak ada sama sekali yang mempraktikkan budaya tertib ini. Aku yakin pasti secara individu, maupun dalam kelompok masyarakat tertentu dalam suatu wilayah telah menerapkannya. Oleh karenanya aku menyebut " lingkungan sekitar rumahku". 

Masih ada lagi yang ingin aku ceritakan tentang kekagumanku pada orang Korea. Masih ingin membandingkan dengan yang ada di lingkunganku. Kucing liar di Korea gemuk-gemuk, sehingga terlihat bersih, sehat, lincah, dan lucu. Ternyata orang sini tidak hanya memelihara anjing untuk menjadi teman dan keluarga, tapi kucing liar pun diberi jatah makan oleh mereka. Kalau ada kesempatan, silahkan bisa mengunjungi Tower Busan dan Oryukdo Skywalk. Pasti pembaca bisa menemukan banyak piring kecil di sepanjang jalan yang masih ada isinya. Mungkin bisa sekaligus melihat keluarga kucing lucu yang hidup Bahagia. Sampai hari ini aku belum pernah melihat kucing yang tubuhnya kurus kering dan kotor di sini.

Memulai dari Diri Sendiri!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun