Yuk kita berdoa saja, mudah-mudahan kita tidak termasuk orang-orang yang memiliki pemikiran pendek sehingga apa-apa yang berhasil mengagumkan hanya dikaitkan dengan hal instan sebagai faktor utama. Misalnya karena takdir, dan faktor keuntungan keluarga. Kenapa kita hanya berpikir kalau Al El Dul sukses juga di dunia entertainment karena terbawa sukses dari ayah Ibunya. Kenapa kita tidak berpikir Ayah Ibunya itu sendiri suksesnya darimana? Apakah 7 turunan mereka sukses semua? Entertainer semua? Terlahir dari keluarga kaya raya?
Jelaslah jawabannya belum tentu iya. Sukses itu ada tahapannya. Kita saja yang tidak melihat tahapan-tahapan sulit yang telah dilalui orang-orang yang sedang kita kagumi hari ini. Kenapa kita tidak lebih baik berpikir begini saja agar lebih fair.
“Iya, faktor-faktor instan diatas (takdir, berbakat, keuntungan keluarga) mungkin bisa menjadi perkara menguntungkan untuk mencapai sebuah kesuksesan yang cepat. Tapi itu hanya bagi sebagian orang saja. Kalau ternyata dirimu atau KITA tidak termasuk di dalamnya, kenapa tidak untuk sedikit berkorban demi mengejar impian.”
“Kalau takdir dan harta orang tua kita ternyata tidak ada untuk mendukung keberhasilan mudah itu, berarti perlu kita teruskan ke bakat. Kita cari-cari dengan jeli bakat kita. Lalu kita asah dengan benar. Kalau di bakat masih belum meyakinkan juga, maka kita lari ke minat. Kita cari minat kita (bidang apa yang paling kita sukai), lalu dipelajari dengan sangat sungguh-sungguh. Tapi kalau kamu merasa belum juga menemukan minat dalam dirimu untuk fondasi sukses, coba kembali lagi ke bakat. Mungkin tadi kamu belum jeli nyarinya. Sesuai urutannya, kita lanjut lagi ke minat. Kalau masih belum menemukan minatmu juga, berarti jelas disitu ada yang salah dengan dirimu sendiri untuk cita-cita mencapai kesuksesan.”
Nah, kalau kamu sudah bisa menemukan minatmu tadi, sekarang bisa kita lanjutkan ke upaya selanjutnya. Berita bagusnya, sukses atau keahlian yang sedang kita cari tadi, masih sangat bisa kita upayakan dengan cara mudah. Cara mudah tersebut adalah melalui membangun pembiasaan pada diri dengan belajar, berlatih, praktik, lalu mengulanginya, pada minat yang telah kita temukan tadi atau bisa kita sebut dengan building habit. Mulailah melaksanakan (Do it), Latih atau praktikkan (practice it), dan ulangi (repeat it). Si habit bilang, tenanglah, kamu masih bisa sukses kok, tapi ciptakanlah dulu kebiasaan baik untuk membentuk keahlian tersebut.
Pada intinya, kita dapat mengatakan bahwa sukses menguasai suatu bidang secara professional itu tidak selalu dinilai dari faktor-faktor menguntungkan yang menurut kita mungkin (tidak adil) karena hanya memihak sebagian orang saja. Sukses juga tidak selalu ditentukan oleh bakat bawaan yang juga terkadang (tidak adil) hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu saja. Tapi kesuksesan itu bisa diraih siapa saja, asalkan dia mau berusaha untuk menemukan bidang keahlian itu dengan upaya keras, yang salah satu caranya adalah dengan membangun Habit atau kebiasaan belajar yang disiplin. Bukankah seseorang yang terlahir berbakatpun apabila bakat tersebut tidak diasah dengan benar dengan upaya yang sungguh-sungguh, itu akan menjadi sia-sia saja.
Mengapa Habit?
Mungkin kita penasaran, mengapa membangun pembiasaan diri dikatakan sebagai jalan mudah untuk mencapai kesuksesan atau membentuk suatu keahlian ?
Sadarkah kita apabila suatu kebiasaan sudah terbentuk, maka itu akan bersifat otomatis kita lakukan. Kebiasaan itu buah hasil dari perilaku yang kita lakukan secara terus menerus, yang awalnya kita lakukan secara sadar, kemudian kita praktikkan lagi, kita ulangi, lagi dan lagi secara berulang-ulang, hingga perilaku itu menjadi pola hidup yang secara otomatis tercipta dengan sendirinya, dengan atau tanpa kita sadari pada akhirnya.
Kita bisa mengendalikan atau mengubah habit. Baik itu habit baik atau buruk. Apabila itu habit baik, mungkin akan sedikit sulit untuk membentuknya diawal, karena kita perlu membuat beberapa penyesuaian diri dengan cara mendorong diri sendiri untuk berbuat sesuatu yang kita pikir sulit pada awalnya. Tapi percayalah, apabila itu sudah biasa kita lakukan, itu akan terprogram otomatis dalam diri kita. Karena sifatnya yang otomatis itu, kita jelas akan merasa tidak nyaman apabila suatu waktu meninggalkan kebiasaan itu.
Misalnya begini, pada awalnya kamu sengaja minum air putih setelah bangun tidur karena kamu tahu itu baik untuk tubuh untuk membuang racun-racun dalam tubuh sebelum kita membuangnya melalui buang air besar/kecil. Besok harinya kamu melakukannya lagi untuk praktik hari ke-dua. Kamu lakukan lagi di hari ke-tiga dan ke-empat. Sampai hari ke-tujuh, ke-delapan, ke-dua minggu, ternyata kamu merasa tubuhmu memang nyaman dengan minum terlebih dahulu sebelum ke kamar mandi, dan kamu lakukan terus secara berulang-ulang hingga menjadi terbiasa. Itu bisa dikatakan telah dalam tahap terbiasa, apabila kamu akan otomatis mencari air minum begitu kamu membuka mata dari tidur. Mungkin sebab tubuhmu merasa memerlukannya, atau kamu memang secara otomatis mencarinya. Mungkin kamu juga akan merasa apabila meninggalkan minum sebelum pergi ke kamar mandi, kamu akan merasa tidak nyaman.
Habit tidak memulu tentang kebiasaan yang pada awalnya sengaja kita programkan untuk suatu manfaat, seperti contoh diatas, tapi habit bisa juga suatu hal yang remeh namun kamu memang membentuknya berulang-ulang secara sadar/tidak. Misalnya coba sekali-kali lihat urutan kamu mandi. Dari mulanya kamu berjalan ke dalam kamar mandi, mengunci pintu, membuka pakaian, menghidupkan kran air, sampai urutan kamu menyabuni bagian tubuh, rasakan urutannya. Apakah kamu merasa itu gerakan reflek berurutan yang tidak kamu rencanakan? Bahkan bisa saja kamu sampai tidak sadar kalau kamu sudah melakukan semuanya.