Sebulan belakangan ini aku dibuat berjalan-jalan di dalam argumennya anak SD. Berawal dari buat usaha bareng sama teman ku yang akhirya usaha itu mangkrak karena kita salah target pemasaran dan problem kecil lah sama ego kita masing-masing, biasa cewek. Nah waktu itu dia lihat buku putih di ruang tamu ku.Â
Kebetulan sebelum ada informasi kalau mahasiswa di rumahkan, aku udah pulang duluan tuh ke rumah. Karena waktu itu informasinya cuma libur 2 minggu, yaudah aku gak bawa buku banyak. Nah kebetulan buku yang aku bawa pulang itu terbitan baru, dan kebetulan juga penulisnya diundang ke kampus ku waktu itu pasti dong aku minta tanda tangan, kapan lagi kan minta tanda tangan ke penulis buku langsung.Â
Bukan sistem pre order, haha. Nah dia penasaran tuh, akhirnya dipinjamlah buku ku. Karena aku orangnya gak mau rugi, akhirnya aku juga minjam buku dia, ya bisa dibilang kita berdua itu pengoleksi buku, haha.
Awalnya agak ragu sih mau baca buku itu, soalnya kata yang punya, bahasa di buku itu tinggi banget makanya dia ga baca sampai akhir. Berhubung aku anaknya bodo amat, ku ambil deh tu buku, yang penting baca dulu, urusan mudeng enggaknya kan nanti kalau udah dibaca semua, bukan setengah-setengah bacanya.
Pasti kalian udah gak asing sama bukunya Sujiwo Tejo & DR. MN. Kamba, tahu kan pasti judulnya. Tuhan Maha Asyik. Buku ini bukan buku baru, tapi bukan juga buku lama. Awalnya jengkel memang sama argumennya anak-anak SD yang ga bisa ku pahami maksudnya tu apa, tapi lama kelamaan emang aku ga paham. Haha.Â
Gak pernah mikir aja gitu aku umur segitu memikirkan tentang tuhan dan alam semestanya, itu pikiran ku yang sekarang mungkin aku lupa kalau dulu aku juga pernah seperti anak-anak itu. Tapi aku ingat cuma satu hal yang pernah aku debatkan sama diriku sendiri saat kecil. "Allah itu ada dimana?" pertanyaan itu selalu terngiang saat aku sekolah Madrasa Diniyah saja, yang dulu ku sebut sekolah sore.Â
Aku juga waktu kecil kenapa aku saja yang dapat melihat bintang saat mata ku tertutup, sedangkan teman-teman ku jika ku tanya "mbak, nak kue merem iso ndelok bintang ora?" pasti jawaban mereka selalu tidak. Ku kira diriku aneh dulu, namanya anak kecil. Tapi aku ga pernah berusaha tanya sama guru ataupun orang tua ku. Ternyata aku bodo amat dari kecil.
Aku beragama dengan biasa, berteman seadanya. Memang seperti itu kondisiku waktu kecil, tapi aku tidak mau berpikir terlalu pusing unuk itu, akhirnya aku hidup mengikuti alur.Â
Dalam buku "Tuhan Maha Asyik" ternyata aku nemu sebuah keterkaitan suatu ilmu dengan ilmu lain. Aku menemukan, perkenalan, kerinduan, kecintaan, dan yang terakhir mengadirkan dalam diri kita sendiri. Kebetulan semester lalu aku dapat mata kuliah ilmu tasawuf yang di dalamnya membahas tentang thariqah.Â
Dan yang dibahas oleh dosen pengampu mata kuliah persis seperti itu. walaupun di buku itu tidak tertulis secara tekstual tapi penulis menyampaikan secara tersirat, dan aku menangkapnya seperti itu. Sampai ku baca ulang berkali-kali. Menurut diriku sendiri si simpel, itu urutan kita untuk mengenal Islam lebih jauh lagi. Kalau kalian punya argumen sendiri ya monggo, jangan paksa aku ke dalam argumen mu. Haha.
Yang ku tangkap lagi dalam buku itu si, kita jika ingin beragama ya biasa saja. Ibarat jika tangan kanan melakukan kebaikan, jangan sampai tangan kiri mengetahuinya. Bisa berakibat fatal si.Â