Mohon tunggu...
Nihaqus Yuhamus
Nihaqus Yuhamus Mohon Tunggu... -

21 Tahun (2010). Mahasiswa Filsafat UI 2006. Manager The Bobrocks Band. Penulis.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Surat Munir untuk Maria (II)

31 Agustus 2010   21:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:33 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maria,
Tak banyak lagi yang bisa aku lakukan di usia senjaku ini.
Tujuh puluh tahun sudah aku melayari hidupku, hampir setengahnya kau menemaniku; membelaiku; memasakiku makanan yang paling enak dalam hidupku; dan memberikan pelajaran pada anak-anak kita tentang arti kasih sayang yang tulus dan tak pernah putus.

Maria,
Anak-anak kita sudah dewasa. Dal dan Im sekarang merantau ke Jawa dan sekarang aku tak tahu lagi kabarnya. Mungkin jika tali antara anak dan bapak ini memang belum diputus, maka takdir masih akan memberikan kami kesempatan untuk bertemu lagi. Sebetulnya aku rindu dengan kedua anak kita. Maafkan aku Maria, karena aku tak mampu membiarkan kehendak mereka untuk meninggalkan rumah ini dan mencari pengalaman hidup mereka sendiri. Biarkan angin menjaga langkah mereka agar tak sampai terjerumus kepada langkah-langkah yang menyesatkan mereka. Biarkan matahari menuntun mereka ke jalan yang terang bukan ke jalan yang gelap.

Maria,
Tubercolosis telah merenggut nyawamu dan kinipun aku diancam dengan keadaan yang hampir sama. Tapi sampai sekarang aku belum menyerah. Aku masih akan terus bertahan hingga akhirnya aku tak mampu melawan kehendak Tuhan. Sama sepertimu kala itu.

Maria,
Selendang biru kesayanganmu terus aku simpan dengan baik. Liontin permata hijaumu pun kusimpan dengan baik. Sesekali jika fotomu tak mampu meredam rinduku, aku mengambil selendang birumu, membelainya sambil kubayangkan membelai kepalamu. Sama seperti kita muda dulu, saling membelai. Saling mengasihi. Saling lempar senyum simpul malu-malu. Aku suka ketika kau malu-malu tapi mau.

Maria,
Banyak sudah yang memberiku saran agar aku kawin lagi, agar aku tak merasa kesepian. Terlebih lagi ketika kau meninggal dan anak-anak merantau. Tapi aku tidak akan pernah mau menikah lagi. Aku sudah berjanji pada hidupku sendiri, bahwa aku akan menyimpan cintaku hanya untukmu. Aku yakin suatu saat nanti, cintaku ini akan membawaku lagi padamu disana. Di tempatmu. Bersama selamanya.

Maria,
Aku mencintaimu. Anak-anak mencintaimu. Tuhan mencintaimu. Semoga aku bisa bersamamu lagi; menciummu; mendekapmu dengan erat; dan membelaimu. Semoga dengan doaku dan doa dari anak-anak serta kasih sayang Tuhan, kau selalu merasa tentram disana. Semoga Tuhan memberikanku kesempatan untuk mencintaimu, sekali lagi.

15 Agustus 2010
Munir

Monday, August 2, 2010 at 5:07am

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun