Pernahkah Anda berhenti mengonsumsi antibiotik ketika merasa gejala sudah mereda, atau mengonsumsi sisa antibiotik sebelumnya lagi saat terpapar penyakit yang sama? Atau mungkin Anda membeli antibiotik tanpa resep dokter karena merasa yakin obat tersebut dapat membantu penyembuhan? Meskipun antibiotik sering digunakan untuk infeksi ringan, banyak orang di Indonesia yang menganggap antibiotik efektif untuk semua jenis penyakit. Padahal, antibiotik hanya bekerja efektif untuk infeksi bakteri, bukan virus seperti flu atau batuk. Kebiasaan ini memang terlihat praktis, namun sangat berisiko bagi kesehatan tubuh kita.
Penggunaan antibiotik yang tidak sesuai dengan pedoman medis, seperti tidak menghabiskan antibiotik yang diberikan oleh dokter atau mengonsumsi antibiotik tanpa resep dapat menyebabkan resistensi antibiotik. Menurut Alodokter (2022), Resistensi antibiotik adalah kondisi ketika antibiotik tidak lagi efektif dalam membunuh bakteri yang menginfeksi tubuh, sehingga bakteri tetap berkembang biak dan sulit diobati, serta dapat menyebabkan komplikasi yang berat, bahkan kematian. Selain itu, setiap antibiotik memiliki potensi efek samping, seperti gangguan pencernaan, reaksi alergi, atau gangguan kesehatan lainnya. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat meningkatkan risiko efek samping yang serius.
Menurut Kemenkes (2024), penggunaan antibiotik yang tidak bijak dapat memicu resistensi antimikroba (AMR) yang dapat memperburuk pengobatan dan perawatan pasien. Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat (2024), juga mengatakan bahwa AMR telah menjadi isu kesehatan global yang telah diidentifikasi oleh WHO sebagai salah satu dari 10 ancaman terbesar kesehatan masyarakat. Bahkan, data WHO menunjukkan bahwa AMR bertanggung jawab atas 1,27 juta kematian secara langsung dan berkontribusi terhadap 4,95 juta angka kematian pada 2019.
Sebagai bagian dari upaya pencegahan, apoteker memegang peran yang sangat penting dalam menanggulangi resistensi antibiotik. Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat (2024), mengatakan bahwa berdasarkan pengawasan BPOM, meskipun antibiotik hanya boleh diberikan dengan resep dokter, penyerahan antibiotik secara bebas di apotek masih terbilang cukup tinggi. Oleh karena itu, dalam rangka menanggulangi hal tersebut, sebagai tenaga kesehatan yang memiliki pengetahuan mendalam tentang obat-obatan, seorang apoteker tidak hanya berfungsi untuk menyerahkan obat begitu saja, tetapi juga berperan sebagai sumber informasi yang dapat diandalkan oleh masyarakat.
Melalui edukasi yang tepat, apoteker dapat membantu masyarakat memahami penggunaan antibiotik yang benar untuk memastikan bahwa antibiotik hanya digunakan untuk indikasi yang sesuai dan dengan cara yang benar. Berikut adalah beberapa cara apoteker dapat berperan dalam mencegah resistensi antibiotik:
1. Memberikan Edukasi tentang Penggunaan Antibiotik yang Benar
Apoteker memiliki kesempatan untuk mengedukasi pasien mengenai pentingnya mengikuti petunjuk penggunaan antibiotik sesuai dengan resep dokter, termasuk menghabiskan seluruh dosis meskipun gejala yang dialami sudah mereda. Apoteker juga dapat menjelaskan bahwa antibiotik hanya efektif untuk infeksi bakteri, bukan untuk infeksi virus.
2. Mencegah Penyalahgunaan Antibiotik
Di apotek, apoteker berperan untuk memastikan bahwa antibiotik yang diberikan sesuai dengan resep dokter. Apoteker juga harus menolak memberikan antibiotik tanpa resep dan menjelaskan risiko penggunaan antibiotik yang tidak tepat kepada pasien.
3. Pemantauan Penggunaan Antibiotik
Apoteker juga dapat bekerja sama dengan dokter untuk memantau penggunaan antibiotik di fasilitas kesehatan, memastikan bahwa antibiotik diberikan dengan cara yang benar, dosis yang tepat, dan durasi yang sesuai. Pemantauan ini penting untuk mencegah pengembangan resistensi antibiotik.
4. Menjelaskan Potensi Efek Samping Â
Apoteker tidak hanya memberikan informasi mengenai cara penggunaan antibiotik, tetapi juga mengenai potensi efek samping dari antibiotik yang dapat muncul. Hal ini membantu pasien untuk lebih memahami pengobatan mereka dan mengurangi risiko komplikasi.
Dengan semua peran ini, apoteker berkontribusi dalam mengurangi penyalahgunaan antibiotik dan mengurangi risiko resistensi antibiotik. Sebelum mengonsumsi antibiotik, sangat penting untuk berkonsultasi dengan dokter atau apoteker. Dokter akan mendiagnosis jenis infeksi yang Anda alami dan menentukan apakah antibiotik benar-benar diperlukan. Sementara, seorang apoteker akan memberikan informasi mengenai cara penggunaan yang benar, dosis yang tepat, serta potensi interaksi obat yang perlu diperhatikan. Jika terdapat keraguan atau rasa tidak nyaman dengan pengobatan yang diberikan, jangan ragu untuk bertanya lebih lanjut kepada apoteker. Mereka adalah sumber informasi yang dapat diandalkan dan siap membantu Anda dalam menjaga kesehatan.
Penyalahgunaan antibiotik, terutama tanpa resep dokter atau apoteker, berisiko meningkatkan masalah resistensi antibiotik yang semakin mengancam kesehatan global. Oleh karena itu, sangat penting untuk selalu mengikuti petunjuk medis dan tidak mengonsumsi antibiotik sembarangan. Dengan berkonsultasi dengan dokter atau apoteker, kita dapat membantu mencegah penyebaran bakteri resisten dan memastikan antibiotik tetap efektif untuk generasi mendatang. Mari bersama-sama menjaga kesehatan kita dan mencegah penyalahgunaan antibiotik demi masa depan yang lebih sehat.
Referensi
Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat. (2024, 29 November). Taruna Ikrar: Ingat! Antibiotik Bukan Obat Segala Penyakit. Pom.go.id. Diakses pada 6 Desember 2024 dari https://www.pom.go.id/berita/taruna-ikrar-ingat-antibiotik-bukan-obat-segala-penyakit
Resistensi Antibiotik. (14 Oktober 2022). Alodokter.com. Diakses pada 6 Desember 2024 dari https://www.alodokter.com/resistensi-antibiotik