Mohon tunggu...
Niezya Ramona
Niezya Ramona Mohon Tunggu... -

Someone who wanna be Carrie Bradshaw...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Harapan dan Rindu

22 November 2016   22:35 Diperbarui: 22 November 2016   22:54 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karena cinta bukanlah soal membatasi, tetapi pada membaiki sebuah hubungan. Itulah caraku bersikap..

Bulan ini november, tepat hampir tiga minggu aku menganggur. Menjauh dari segala keriuhan kota yang berisik. Aku merasa frustasi dengan pengharapan-pengharapan kosong. Aku merasa stagnan. “Ingatlah, kau tak bisa hanya berkeluh. Aku tahu kau baru saja terjun dari panggung besar ke tempat yang paling kau tidak inginkan, tetapi jangan berharap, keluarlah lakukan sesuatu yang luar biasa, sayang”. Hasan, seorang yang kucintai mengingatkanku untuk selalu menjaga kesibukanku. Aku tidak tahu apa yang ada pikirannya. Memangnya dunia ini begitu mudah ditaklukkan? Sebuah kota kecil semacam Indonesia Mini saja aku belum sanggup menggarapnya. Aku seorang yang telah menggarap dua kali master, tetapi masih gagal. “Ini bukan negeri dongeng honey, apa aku sebodoh itu?”, tanyaku. “Ini bukan masalah bodoh, rintangan yang ada di pikiranmu hanyalah soal hal-hal yang lepas dari tujuanmu semula, ayolah sayang kau pasti bisa”, katanya menghiburku sembari mengacak-ngacak rambutku.

Hari ini, seminggu aku tak melihatnya. Membayangkan hal-hal indah yang aku rindukan. Aromanya selalu terasa di pikiranku. Suara dan kata – kata konyolnya sungguh terasa. Aku merasa dirinya sudah menghilang meninggalkanku. Saat kutelepon terdengar suara “..tut...lalu nomor tidak aktif”. Aku terdiam berusaha tenang. Mengkomat – kamitkan doa “Tuhan, apa yang sedang terjadi? Benarkah dia meninggalkan setelah banyak hal yang diperjuangkan?”. Aku terus berusaha berpikir positif, menguatkan diriku layaknya patung USA yang tak pernah sakit membawa obor di tangannya. Tapi tak bisa, aku menjerit histeris dan menangis seharian. Seakan-akan kematian menjadi pilihan paling benar jika cinta ini gagal. “aku ingin mati”, send! Aku kirimkan pesan pada dua temanku. Pikiranku benar-benar kacau. Tidak biasanya dia mematikan telponnya. Apapun yang terjadi, aku yakin dia tetap mencintaiku. Karena aku percaya hanya aku yang bisa membuatnya tertawa. Aku mampu membuatnya bercerita banyak hal yang selama ini dia sembunyikan dari dunia. Mengenai tersiksanya dirinya dengan mantan istrinya yang selalu menganggunya. Ah, aku siapa?

Ketika seseorang menangis, banyak emosi keluar. Ini sungguh membuat lega. Aku terdiam sejenak. Logikaku mulai berjalan. Mobilio yang terpakir, langsung aku setir bak pembalap. Jadilah diriku mengitari jalan-jalan di perkotaan. Berkunjung pada dua temanku. Apalagi jika tidak untuk memuaskan ego. Cinta adalah satu dari ego paling berpengaruh pada tubuh dan pikiran manusia. Beberapa jam berlalu. Akhirnya aku mendapat email isinya “Assalamualaikum, mumu, kekasihku maafkan aku tidak menghubungimu selama seminggu. Semua alat komunikasi disadap oleh mantan istriku yang tak terima jika aku mencintaimu. Mimpiku berhari-hari hanyalah dirimu. Aku akan berpuasa beberapa hari untuk menenangkan semuanya, semoga kau tidak sedih dan lanjutkan karirmu..”

 Pikiran yang semula terguncang, perlahan surut. Aku tahu ini hanya emosi yang tak tahu tempat untuk diluapkan. Aku begitu mencintainya, hingga aku tidak sanggup membenci apapun tentang dirinya. Semua keputusan aku serahkan pada Tuhan, paling tidak aku selalu berdoa untuk petunjuk cinta ini. Karena aku berpikir, manusia boleh memiliki harapan dan rindu, namun tidak untuk dipaksakan. Apalagi menyakiti, tidak. Aku memutuskan untuk diam dan melakukan yang terbaik pada setiap hal. Kau tidak tahu apa yang akan terjadi, jelasnya semoga cinta ini dapat bersatu. Karena cinta bukanlah soal membatasi, tetapi pada membaiki sebuah hubungan. Itulah caraku bersikap.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun