Seperti kebanyakan multievent lainnya, buat saya hal yang menjadi perhatian adalah saat Pre event dan saat event berlangsung. Saat pre event, hal-hal seperti persiapan panitia dan kontigen, keberadaan venue-venue, dan hasil make over wilayah yang menjadi tuan rumah menjadi bumbu-bumbu penyedap yang menarik untuk diikuti. Bukan tanpa alasan, karena pada saat persiapan inilah keseriusan dan keniatan panitia juga pemerintah setempat dalam menjalankan event tersebut. Sementara pada saat event berlangsung selain melihat keseruan para atlet yang bersaing, venue yang dipakai juga tidak luput dari perhatian.
Pekan Olahraga Nasional ke XVIII di Pekanbaru, Riau merupakan multievent nasional yang skalanya cukup besar. Meskipun opening ceremony baru dilaksanakan pada tanggal 11 September, namun beberapa cabang olahraga sudah mulai dipertandingkan sejak tanggal 9 September. Empatpuluh tiga cabor yang akan dipertandingkan berkolaborasi dengan 11 ribu lebih atlet dari seluruh Indonesia. Hingga beberapa hari terakhir jelang pembukaan beberapa venue masih belum rampung. Jika sudah pun masih ada saja yang aneh-aneh.
Beberapa hari lalu saya masih melihat di televisi kejadian robohnya atap dari venue Tenis yang menimpa mobil dan dua orang pekerja. Lalu juga ada lapangan futsal yang banjir. Cukup menggelitik sebenarnya. Jika anda sering menemukan lapangan sepakbola liar tergenang air itu biasa dan toh tidak ada yang peduli juga. Tapi ayolah ini lapangan futsal yang digunakan untuk event nasional! Lalu masalah juga datang dari asrama atlet. Rumah atlet selama mengikuti PON ini hingga dua hari menjelang dihuni masih belum beres 100%.
Persiapan PON yang terkesan setengah-setengah ini mungkin sudah diprediksi oleh beberapa masyarakat Indonesia. Hidangan pembuka saja kita dicekoki oleh kasus korupsi yang denger-denger sih menimpa politikus DPRD Riau dan Kepala Dinas Olahraga setempat. Mereka ga malu ternyata maen suap-suapan didepan umum. Imbasnya pembangunan terhambat dan “sistem kebut semalam” pun harus dilakukan. Hasilnya ya seperti yang dilihat sekarang ini.
Padahal di saat pre event inilah kesempatan emas baik untuk pihak tuan rumah, KONI, dan segala perangkat yang mendukung event ini menunjukan diri bahwa PON bisa digarap dengan serius dan yang pasti bersih. Jarak dari event sebelumnya di Samarinda adalah empat tahun, jadi bisa dibayangkan berapa banyak waktu yang dimiliki oleh pemerintah setempat untuk mulai melakukan pembangunan.
Misalnya 1 tahun pertama selesaikan asrama atlet, lalu meremajakan venue-venue yang masih potensial untuk digunakan, juga mulai ada plan untuk kemudahan akses menuju venue. Sisa 3 tahunnya bisa dipakai pembangunan venue-venue baru dan memoles kota menjadi lebih cantik. Sayangnya pada kenyataanya kepentingan pribadi lagi-lagi masih jauh lebih besar porsinya daripada kepentingan umum.
Gong kompetisi mulai ditabuh, sebagai penonton yang tidak bisa menonton langsung saya berharap semoga tidak ada lagi atap roboh, atau genangan air lagi. Terlepas dari carut marutnya pre event ini, the show must go on.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI