Mohon tunggu...
Nidia Mustika
Nidia Mustika Mohon Tunggu... Guru - Peminat Ekonomi Lingkungan

Berkomitmen menjadi bagian dari kesuksesan pencapaian indikator SDGs

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sampah, Haruskah Terus Jadi Masalah?

29 November 2023   20:30 Diperbarui: 3 Desember 2023   18:15 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Persoalan sampah seperti menjadi masalah yang tidak menemui titik terang bahkan semakin memburuk dalam beberapa tahun belakangan. Pertambahan populasi yang berakibat pada peningkatan produksi sampah ternyata tidak mampu diimbangi dengan pengelolaan sampah yang ada. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan setidaknya dihasilkan 35,83 juta ton timbulan sampah sepanjang 2022. Yang patut disayangkan adalah karena 13,39 juta ton dari angka tersebut ternyata belum bisa terkelola. Peningkatan volume sampah hingga 21,7% dari tahun sebelumnya semakin mempertegas dibutuhkannya perhatian serius dalam mengatasi masalah sampah yang tak kunjung berakhir ini.  

Dampak negatif dari buruknya pengelolaan sampah tidak hanya pada aspek kesehatan namun juga berpotensi mencemari lingkungan hingga dapat menjadi penyebab lahirnya berbagai bencana yang membahayakan. Banjir yang terjadi karena sungai yang dipenuhi sampah bukanlah hal baru yang terjadi di Indonesia, seperti yang dirasakan warga Kabupaten Pasuruan di permulaan tahun 2022 lalu. 

Kasus ledakan yang terjadi di TPA Cireundeu, Kota Cimahi Jawa Barat mungkin menjadi salah satu "bencana persampahan" yang sulit untuk dilupakan. Tata kelola sampah yang tidak maksimal tidak hanya mengakibatkan kerugian karena longsor tetapi juga mengakibatkan 157 orang harus meregang nyawa. Kejadian ini harusnya membuka mata kita bahwa sampah bukanlah hal yang bisa disepelekan. Namun, seakan belum belajar dari pengalaman pahit sebelumnya, wilayah ini kembali harus merasakan kerugian besar akibat kebakaran yang terjadi di sekitar TPA beberapa waktu yang lalu.

Tak sedikit dari kita mungkin meyakini bahwa pengelolaan sampah menjadi tanggung jawab pemerintah sepenuhnya. Tentu saja pemerintah memiliki peran strategis namun diperlukan bantuan dari pihak lain seperti masyarakat agar outcome dari gerakan ini menjadi semakin maksimal. Lantas, apakah masalah sampah bisa segera terselesaikan? Jawabannya tentu akan sangat dipengaruhi oleh seberapa solid semua stakeholder bahu-membahu dalam mengentaskan masalah ini. Banyak cerita sukses dari berbagai negara yang patut dicontoh. Sebut saja Jerman yang berhasil membuat berbagai inovasi demi mencapai kesuksesan daur ulang sampah seperti menyediakan wadah pembuangan sampah yang sangat bervariasi, membagikan kalender pengolaan sampah hingga membuat regulasi yang tegas terhadap setiap perusahaan manufaktur dalam pembuatan kemasan produk. Komitmen pemerintah yang kuat dibarengi dengan partisipasi masyarakat membuat Jerman kini menuai hasil yang menggembirakan. Selain berhasil mengurangi produksi sampah hingga 1 juta ton setiap tahunnya, sedikitnya 14 persen bahan mentah yang digunakan dalam dunia industri berasal dari sampah.

Secara spesifik, saya ingin menyorot salah satu solusi yang diambil oleh beberapa negara yaitu melalui pendidikan dan kesadaran kepada masyarakat. Regulasi Jepang yang menjadikan pengetahuan tentang sampah menjadi bagian yang disampaikan pada berbagai kesempatan memegang peranan kunci dalam mengatasi masalah sampah. Melalui gerakan masyarakat peduli lingkungan atau Chonaikai, Jepang bisa membuat masyarakat menjadi lebih sadar tentang bagaimana membuang dan memilah sampah, yang pada akhirnya akan memudahkan proses pengolahan. Meskipun telah ditetapkan pos pengeluaran yang lumayan besar untuk pengolaan sampah, masyarakat tetap dibuat sadar bahwa dalam pengelolaan sampah membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Sehingga satu langkah yang bisa diambil adalah dengan melakukan pemilahan sampah dengan baik agar biaya pengolaannya bisa ditekan.

Berkaca dari kisah di atas, dapat disimpulkan bahwa pemerintah perlu mempertimbangkan untuk melahirkan berbagai program pendidikan kesadaran tentang sampah kepada masyarakat. Negara maju yang tidak ragu menyiapkan pendanaan hingga 20-50% dari total biaya pembangunan juga dapat menginspirasi pemerintah Indonesia melakukan hal yang sama agar sarana prasarana persampahan menjadi semakin baik sehingga masyarakat yang telah antusias memilah sampah tidak menjadi bingung bahkan kecewa saat wadah pembuangan sampah tidak sesuai yang diharapkan.  

Selanjutnya, kita sebagai masyarakat juga diharapkan memiliki inisiatif untuk memulai gerakan mandiri dalam pengolaan sampah seperti mengolah sampah sisa makanan sebagai pupuk kompos, memilah sampah berdasar kategori, tepat waktu membayar iuran sampah dan tentunya membuang sampah di tempat yang telah disediakan.

Meskipun persoalan sampah seakan memiliki berjuta tantangan untuk menyelesaikannya, telah banyak negara yang membuktikan bahwa sukses dalam mengolah sampah itu mungkin terjadi. Karena, tidak menyelesaikan masalah sampah pada saat ini berarti mewariskan berjuta masalah pada generasi mendatang sehingga kini lah saatnya kita bergerak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun