Pada saat ini, kegiatan mendaki gunung di Indonesia telah memperoleh popularitas tersendiri di kalangan Generasi Z. Generasi Z ialah generasi yang lahir di antara tahun 1995 sampai dengan 2010. Artinya, generasi Z saat ini berusia antara 13 tahun hingga 28 tahun, duduk di bangku sekolah, kuliah, dan ada pula yang sudah bekerja atau baru menikah.
Pendakian gunung semakin populer di kalangan Generasi Z karena minat mereka terhadap petualangan, kegiatan luar ruangan, dan eksplorasi alam. Generasi Z cenderung mencari pengalaman yang autentik dan berarti, serta lebih terhubung dengan alam daripada generasi sebelumnya. Pendakian gunung memberi mereka kesempatan untuk menantang diri sendiri, menciptakan kenangan, dan menghargai keindahan alam. Namun, penting untuk mengedukasi mereka tentang keselamatan, konservasi alam, dan etika petualangan gunung.
Pendaki Generasi Z cenderung berbeda dari pendaki generasi sebelumnya atau yang disebut pendaki lawas. Umumnya, pendaki lawas yang dijumpai bukanlah tipikal pendaki yang melanglang buana. Mungkin mereka hanya mendaki satu sampai tiga gunung saja, namun dengan frekuensi yang sering. Dengan kata lain, mereka mempunyai pemahaman menyeluruh terhadap medan yang dijelajahi, sehingga mengetahui kondisi pegunungan. Sedangkan Generasi Z tidak puas hanya dengan satu puncak, sebagaimana generasi-generasi pendahulu.
Menurut Generasi Z, keren jika disebut anak gunung, tetapi sama sekali tidak menyalahkan padangan tersebut. Ini merupakan bagian positif jika di usia muda kita bisa berpetualang jauh. Syukur-syukur bisa paham soal budaya atau mengenali permasalahan setiap daerah yang dikunjungi meski tidak intens. Mereka semakin digandrungi bukan hanya sebatas penyalur hobi, tetapi juga sebagai pencari eksistensi sekaligus jati diri.
Tripel S adalah sebutan untuk gunung yang terletak di Jawa yang memiliki tinggi 2000-4000 mdpl yang populer di kalangan Generasi Z. Untuk para pecinta alam atau pendaki gunung mungkin tidak asing dengan sebutan tripel S yang mana letak antara gunung satu dengan yang lainnya memiliki jarak yang tidak terlalu jauh. Gunung yang termasuk kedalam sebutan tripel S ialah gunung Slamet, gunung Sumbing, dan gunung Sindoro.
Sebagian besar barangkali mulai mendaki setelah menonton film 5 cm, film yang menceritakan sekelompok sahabat yang berpetualang mendaki Gunung Semeru, tayang di layar lebar. Mungkin sebagian dari kita menganggap bahwa mendaki gunung itu hanya buang-buang waktu dan tenaga. Aktivitas yang sangat melelahkan, membawa banyak barang dan berat, melintasi medan terjal dan ekstrem, menghadapi perubahan cuaca, serta harus turun kembali dengan rasa lelah yang berlipat ganda.
Ada banyak alasan untuk mendaki gunung. Entah untuk mengatasi ketakutan, untuk mencari tahu apa yang ada di puncak gunung. Selalu ada alasan seseorang melakukan sesuatu hal yang diinginkan. Mendaki gunung bagi Generasi Z menjadi ruang untuk melepaskan diri dari kesibukan sehari-hari. Mereka bisa menikmati segarnya udara dan indahnya hamparan alam sepuasnya. Mendaki gunung menjadi kesempatan besar untuk melihat hal-hal baru. Ada rasa ingin tahu untuk melihat apa yang ada di balik punggung gunung itu. Kegiatan ini memberi kesempatan untuk bertemu dengan banyak orang yang juga tertarik untuk mendaki. Pada saat yang bersamaan, dengan mendaki gunung juga bisa belajar dari teman-teman baru. Generasi Z menyukai tantangan. Ini akan menjadi alasan kuat mengapa anak muda suka mendaki gunung. Menantang diri sendiri untuk melihat apakah bisa melakukannya atau tidak. Ini adalah kesempatan untuk melihat kemampuan diri sendiri, mengetahui batasan sendiri dan mendorongnya lebih jauh dari yang pernah ada sebelumnya.
Jadi, sebagai generasi pendaki yang sepertinya lebih tertarik pada hal-hal yang bersifat audio visual, kita bisa saling memperkaya ilmu. Misalnya, lewat akun-akun Instagram, Tiktok atau YouTube yang memposting pengetahuan-pengetahuan pendakian. Melalui channel YouTube seperti “Fiersa Besari” atau “Dzawin Nur”, melalui akun-akun Instagram seperti “@mountnesia”, kita bisa belajar sedikit-sedikit tentang pendakian dan teknik-tekniknya.
Tak lupa media sosial Tiktok mungkin menjadi salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk membagikan momen-momen saat pendakian. Saat ini tiktok menjadi aplikasi media sosial yang sangat populer dikalangan Generasi Z, berita-berita yang tersebar begitu cepat. Salah satu akun yang mengabadikan momen pendakian melalui media sosial tiktok ialah “bambang_rahayu09” dan "mutiaraaft". Mereka membagikan bukan hanya momen-momen saat pendakian tapi juga membagikan apa saja yang harus dipersiapkan saat melakukan pendakian, apa saja yang harus dibawa, serta hal-hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan saat melakukan pendakian.
Sebaliknya, jika kita punya sesuatu untuk dibagi, tidak ada alasan untuk ragu-ragu membaginya ke teman-teman lain. Kita bisa membuat video pendek untuk Instagram atau Tiktok, serta video-video panjang soal dasar-dasar mountaineering untuk kanal YouTube pribadi. Hal ini jelas memberikan dampak yang lebih positif dibandingkan mengunggah foto selfie. Generasi Z yakin bahwa generasi ini mampu berubah menjadi pendaki yang lebih berwawasan dengan caranya sendiri. Generasi Z memang bukan pendaki dengan slayer di leher. Tapi buff yang dipakai juga takkan menjadi penghalang bagi kita untuk terus belajar.