Mohon tunggu...
Nidaul Haq
Nidaul Haq Mohon Tunggu... Pustakawan - Me

Suka baca novel

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Relasi Kekuasaan, Antara Menindas atau Bijaksana

3 Desember 2024   21:34 Diperbarui: 3 Desember 2024   21:42 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Memiliki kuasa atas sesuatu itu memang menakjubkan, terkadang akan membuat lupa dan terlena sesaat. Namun akan terasa menyesakkan, apabila kuasa itu menghilang dalam sekejap mata. Jadi saat memiliki kekuasaan, jangan hanya memikirkan diri sendiri karena bisa jadi akan menyesatkan diri.

Saat menjadi pimpinan atau pemilik kekuasaan, kita akan di uji apakah kita akan tersesat atau menjadi pribadi yang selamat dari kekuasaan duniawi. Mari kita perhatikan, seorang pimpinan yang merakyat, ramah, selalu memperhatikan kebutuhan warganya, mendengarkan keluh kesah, mengatasi masalah dengan solusi, akan selalu di ingat dalam hati warganya, sampai pimpinan itu tidak lagi menjabat, akan selalu dikenang sebagai pimpinan yang ramah, terkadang tidak bisa terlupakan. Berbeda dengan pimpinan yang bengis, suka menindas, kejam dan iri hati, terkadang hati penuh dengki, orang-orang yang tidak disukai perlahan ditindas, di kucilkan dan diabaikan, yakinlah,  tidak akan pernah dirindukan warganya, yang ada adalah kebencian. Ingin melupakan peristiwa-peristiwa tidak menyenangkan dan tidak akan ada kenangan indah yang tercipta antara pemilik kuasa dan warganya.

Jadi kekuasaan yang didapatkan bisa menjadi tolok ukur manusia dalam bersikap, apakah sudah beradab atau malah tanpa di sadari menyombongkan diri di atas dunia yangs udah semakin usang. Jabatan, harta, gelar, kekuasaan tidak ada apa-apanya di mata Tuhan. Jadi tidak sepantasnya menyombongkan apa yang dimiliki. Padahal yang dimiliki hanya butiran debu di mata Tuhan.

Adab lebih penting didahulukan daripada ilmu. Tanpa adab apalah artinya ilmu. Seringkali, sikap yang tidak tahu adab, memang memuakkan. Menyuruh tanpa ba bi bu, atau meminta tapi memaksa, atau ingin mengetahui tapi tidak tahu aturan. Sopan santun perlu ditegakkan, bukan karena gila hormat melainkan kita sebagai manusia harus mengerti batasan, dan setiap perilaku ada sebab dan akibat, konsekuensi logis dari hal tersebut harus di jalani, jangan mengeluh seperti orang terdzolimi. Padahal apa yang dirasakan adalah buah dari perbuatan diri sendiri.

Ingat, Ingin seperti apa kita dikenang setelah tidak menjadi pimpinan atau pemilik kekuasaan, sepenuhnya adalah tanggung jawab pribadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun