Mohon tunggu...
Nida Chusna
Nida Chusna Mohon Tunggu... -

,.apa yang kita lakuin hari ini terkadang memang tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan,meskipun itu salah..maka jgnlah berhenti untuk selalu berusaha memperbaiki diri dengan terus berdoa n berusaha untuk menjadi yg lebih baik ^^

Selanjutnya

Tutup

Money

Zakat Itu Mendidik

27 Juli 2011   06:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:20 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Zakat menurut bahasa memiliki arti tumbuh/berkembang, bertambah, mensucikan. Dalam Al-qur’qn Surat At-taubah: 103 Allah berfirman “Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka…”. Dari arti bahasa dan dalil diatas zakat dapat didefinisikan sebagai sebagian harta yang disisihkan untuk orang yang membutuhkan (mustahik) yang sesuai dengan waktu dan ukuran. Zakat juga merupakan rukun Islam yang ke tiga yang berarti zakat ini merupakan salah satu amalan yang dapat mengukur Islamnya seseorang. Zakat bukan hanya suatu amalan yang menunjukan adanya ketaatan makhluk kepada Allah tetapi juga zakat menunjukkan bahwa manusia tidak dapat hidup dengan sendiri sehingga zakat menunjukan adanya harmonisasi antara orang yang memiliki kelebihan harta (muzakki) dengan orang yang berkekurangan harta (mustahik). Oleh karena itu menurut Al Ba’ly (2006) zakat terbagi menjadi tiga segi yaitu segi ibadah (yang menunjukan adanya hubungan vertikal dengan Allah Swt), segi ekonomi (adanya pendistribusian pendapatan yang merata sehingga mengurangi adanya ketimpangan pendapatan), dan segi sosial (adanya hubungan yang baik antara muzakki danmustahik).

Secara umum pengelolaan zakat di Negara Muslim terbagi menjadi dua bentuk pengelolaan zakat, yaitu system pembayaran secara wajib (obligatory system) dan sukarela (voluntary system). Namun sayangnya, di Indonesia ini zakat masi berbentuk voluntary system (sukarela) bulum menjadi obligatory system. Yang mana, jika suatu system bukan merupakan kewajiabn maka barang siapa yang tidak menjalankannya tidak mendapatkan sanksi pidana, sehingga orang-orang islam khususnya yang lalai mengeluarkan zakatnya tidak merasa terancam oleh sanksi pidana. Lain halnya dengan orang yang lalai membayar pajak, yang merupakan obligatory system yang telah diatur oleh undang-undang ketetapan hukuman pidananyam berdasarkan UU No. 16 Tahun 2000. Menurut Naharus Surur berdasarkan hasil riset Islamic development bank (IDB) potensi zakat di Indonesia pada tahun 2010 saja mencapai Rp. 100 Triliun. Sedangkan potensi zakat pada tahun 2011 jumlahnya meningkat menjadi Rp. 217 Triliun yaitu Rp. 117 Triliun dari rumah tangga dan Rp. 100 Triliun dari perusahaan. Pada tahun 2010 dana zakatyang berhasil dihimpun hanya sekitar Rp. 1,5 Triliun yang berarti zakat yang terkumpul hanya sekitar 1,5% dari potensi yang ada. Adanya selisih tersebuat adalah salah satu dampak dari kebijakan zakat di Indonesia.

Menurut Ali Sakti (2007), jika zakat hanya dilihat dari sisi muzaki saja maka zakat terlihat memiliki korelasi yangnegative terhadap muzaki, karena zakat diambil dari pendapatan muzaki. Padahal, zakat yang dikeluarkan adalah harta berlebih muzaki yang telah dikurangi oleh kebutuhan pokok termasuk hutang si muzaki. Jadi secara tidak langsung, zakat tidak dapat dikatakan sebagai pengurang konsusmi. Bahkan, jika zakat dilihat dari sisi mustahik justru dapat meningkatkan konsumsi bagi mustahik, dimana konsumsi mustahik tergantung pada pendayagunaan dana zakat. Pendaya gunaan zakat juga tidak harus selalu bersifat konsumtif untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari secara terus menerus karena akan membuatmustahik tidak berkembang. Maka untuk pendayagunaan dana zakat menurut Mufrain pendayagunaan zakat dikategorikan menjadi empat yaitu:

1.Pendayagunaan yang konsumtif dan tradisional, menyalurkan untuk kebutuhan pokok mustahik

2.Pendayagunaan yang konsumtif kreatif, menyalurkan dalam bentuk beasiswa.

3.Pendayagunaan produktif tradisional, menyalurkan  dengan barang produktif, misalkambing, sapi, dll.

4.Pendayagunaan produktif kreatif, permodalan untuk modal pedagang atau usaha kecil.

M. Ali HAsan juga berpendapat untuk menyantuni orang yang berkekurangan harta ada dua cara yaitu dengan memberikan santunan dana zakat yang sifatnya konsumtif atau memberikan modal yang sifatnya produktif. Sehingga zakat bisa mendidik mustahik untukmembelikkan tangannya menjadi seorang muzaki.

Cb: Nida Asriati Chusna

Untung Kasirin. Kompasiana.com. 16 Mei 2011. 12:05

www.eramuslim.com. Kamis, 21 Juli 2011. 15:49 WIB

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun