Mohon tunggu...
Nida Amalia
Nida Amalia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Administrasi Publik FISIP UMJ

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Kebijakan Undang-Undang Cipta Kerja: Agenda Setting dan Implementasinya

7 Januari 2023   21:17 Diperbarui: 7 Januari 2023   21:26 1527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebijakan merupakan kegiatan pemerintah untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dalam menyelesaikan permasalahan (Friedrich dalam Kustriani, 2015:11). Salah satu kebijakan yang ada di Indonesia adalah Undang-Undang Cipta Kerja. Undang-Undang Cipta Kerja hadir pada Tahun 2020 untuk menjawab pemulihan ekonomi Indonesia untuk mendapatkan perlindungan tenaga kerja dan perluasan lapangan kerja. Dengan demikian, Undang-Undang Cipta Kerja yang berlandaskan pada UU Nomor 11 Tahun 2020 diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan dalam ketenagakerjaan di Indonesia.


Masalah Publik Menjadi Agenda Kebijakan

Berdasarkan data dari Kementerian Dalam Negeri pada Tahun 2020, jumlah penduduk Indonesia mencapai 271.349.809 jiwa dan pada Tahun 2010 hingga 2020 terjadi peningkatan penduduk mencapai 3.26 juta jiwa setiap tahun (Khair, 2021:46). Tak hanya itu, tingginya jumlah penduduk Indonesia juga diikuti dengan bonus demografi. Sayangnya, kejadian tak terduga terjadi yakni munculnya Pandemi COVID-19. COVID-19 tidak bisa dianggap remeh karena pemerintah akhirnya melakukan pembatasan kegiatan masyarakat. Pembatasan kegiatan masyarakat ini membuat dampak pada dunia kerja yakni pengurangan tenaga kerja di mana para pekerja mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atau dirumahkan. Alhasil, semakin tinggi angka pengangguran di Indonesia.
Pihak perusahaan juga tidak berani mengambil risiko dan akhirnya melakukan PHK atau merumahkan para pekerja. Tindakan sepihak oleh pihak perusahaan membuat pekerja merasakan ketidakadilan dan menimbulkan perselisihan antara kedua belah pihak. Maka dari itu, diperlukan perlindungan terhadap posisi tenaga kerja yang masih lemah. Perlindungan ini diperlukan agar pihak perusahaan tidak seenaknya saja melakukan pemutusan kerja atau merumahkan pekerja. Berawal dari permasalahan tersebut akhirnya pada Tahun 2019, Presiden Jokowi menyampaikan rencana tentang omnibus law yang diusulkanlah salah satunya Undang-Undang Cipta Kerja. Lalu, pada Februari 2020, diajukanlah RUU Cipta Kerja dan ternyata terdapat beberapa pro dan kontra. Akhirnya pada Oktober 2020 disahkan Undang-Undang Cipta Kerja.

Implementasi Kebijakan

Berbicara tentang implementasi kebijakan dapat diketahui melalui aktor yang terlibat, komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi. Berikut adalah penjelasan tentang implementasi kebijakan.


a. Aktor yang Terlibat

Aktor yang terlibat adalah Presiden, Pemerintah Pusat hingga Pemerintah Daerah di mana mereka harus melaksanakan Undang-Undang Cipta Kerja dan memberikan sosialisasi kepada masyarakat maupun pihak perusahaan berkaitan dengan maksud maupun tujuan dirancangnya undang-undang tersebut. Aktor selanjutnya adalah media massa yang melakukan tugas sebagai komunikator dan membentuk opini publik serta dapat menjadi agen sosialisasi yang efektif untuk menginformasikan kebijakan pemerintah. Terakhir, partai politik juga ikut serta menjadi aktor dalam implementasi kebijakan di mana partai politik dapat mendukung atau bersifat kontra dan akhirnya membentuk opini publik.


b. Komunikasi Kebijakan

Komunikasi yang dilakukan adalah pemerintah mentransmisikan dan menyampaikan informasi tentang UU Cipta Kerja secara konsisten dan jelas kepada target kebijakan. Kebijakan Cipta Kerja ini disampaikan secara merata dan terus menerus kepada masyarakat bahkan dalam berkomunikasi menggunakan digitalisasi dan bantuan media massa yang membuat semakin cepat dan meratanya penyampaian informasi tentang UU Cipta Kerja. Bahkan masyarakat dan pihak perusahaan dapat dengan mudah mengakses isi dari kebijakan tersebut.

c. Sumber Daya

Sumber daya dapat diketahui melalui kecukupan dan kualifikasi Sumbe\r Daya Manusia (SDM). Sumber daya manusia yang melaksanakan UU Cipta Kerja harus memadai baik dari segi jumlah dan kemampuan. Sumber daya manusia harus memahami dengan jelas tentang asal mula terbentuknya UU Cipta Kerja hingga isi dari kebijakan tersebut. Setiap SDM yang terlibat juga harus mengetahui dengan baik setiap kewenangan yang menjadi tanggung jawab mereka. Kewenangan yang dimaksud adalah kondisi di mana SDM yang bersangkutan mampu melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai kedudukannya.


d. Disposisi

Disposisi merupakan dukungan atau keseriusan SDM atau implementor dalam mendukung pelaksanaan kebijakan. Dukungan ini dapat diketahui ketika terjadinya pro dan kontra saat UU Cipta Kerja disahkan di mana masyarakat merasa adanya keuntungan yang didapatkan oleh perusahaan. Salah satu hal yang dihapus dalam UU Cipta Kerja adalah tidak adanya aturan tentang sanksi bagi perusahaan yang tidak membayar upah. Selain itu, pekerja juga tidak dapat mengajukan PHK jika merasa dirugikan oleh pihak perusahaan. Dengan demikian, dukungan pemerintah terhadap masyarakat belum dilaksanakan dengan tepat dikarenakan aturan-aturan yang tidak ramah terhadap kepentingan masyarakat.


e. Struktur Birokrasi

Struktur birokrasi yang dimaksud adalah penyebaran tanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan sesuai SOP yang telah ditentukan. Pihak perusahaan harus mengetahui ketentuan upah, waktu atau lamanya hari libur, hingga penerimaan bonus harus sesuai dengan standar yang ditetapkan dalam UU Cipta Kerja. Jika dalam kebijakan dinyatakan libur satu hari dalam seminggu maka pekerja harus mengikuti ketentuan yang\ sudah ditetapkan.

Kesimpulan

Untuk menjawab permasalahan ketidakadilan dan menciptakan perlindungan terhadap para pekerja khususnya di saat kondisi pandemi COVID-19 maka pemerintah menetapkan Undang-Undang Cipta Kerja. Namun, dalam implementasinya tidak berjalan lancar sebagaimana ekspektasi pemerintah dikarenakan masih terdapat pro dan kontra UU Cipta Kerja. Kontra yang disampaikan masyarakat tidak disambut baik oleh pemerintah dan menimbulkan kericuhan dan menandakan bahwa disposisi atau dukungan pemerintah belum maksimal. Sementara itu, untuk aktor yang terlibat, sumber daya, struktur birokrasi, dan komunikasi sudah berjalan dengan baik.

Saran

Pemerintah adalah pelaksana kebijakan. Sebagai pelaksana kebijakan, sudah sepatutnya pemerintah mendengarkan aspirasi masyarakat. Undang-Undang Cipta Kerja masih menjadi polemik dikarenakan pasal atau aturannya yang kontroversial. Aspirasi masyarakat harus disambut baik oleh pemerintah dan menjadi bahan rekomendasi atau pertimbangan dalam membuat kebijakan di masa akan datang. Dengan demikian, pemerintah dapat mengetahui kesulitan dan kebijakan yang merugikan masyarakat.


Referensi

Khair, O.I. (2021). Analisis Undang-Undang Cipta Kerja Terhadap Perlindungan Tenaga Kerja di Indonesia. Jurnal Widya Pranata. 3(2), 45-63.
Kustriani, S.H. (2015). Analisis Kebijakan. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun