Pernahkah kamu mendengar tentang budaya Carok yang berasal dari Madura? Apa yang terlintas setelah mendengar kata "Madura"? Mungkin kebanyakan orang akan teringat dengan sate madura atau tidak sedikit orang pula akan beranggapan bahwa orang Madura adalah orang yang keras dan kasar, terlebih lagi jika mereka mengetahui atau pernah mendengar budaya Carok.Â
Tidak dapat dipungkiri bahwa pandangan atau stigma negatif kerap kali dijumpai oleh setiap masyarakat terhadap masyarakat lain, seperti pandangan bahwa orang Jawa yang dianggap pemalas, Batak dengan keras, Sunda dengan Matre. Stigma tersebut berkembang dikarenakan pemahaman seseorang terhadap sesuatu yang dipengaruhi oleh stereotip yang diambil dari contoh-contoh negatif. Dikarenakan pandangan tersebut pula, kebanyakan orang megeneralisir seolah begitulah semua yang masuk dalam kategori tersebut.
Umumnya orang-orang Madura dianggap sebagai orang yang orang-orang yang keras, senang berbuat onar dan beragam karakter negatif lainnya. Kurangnya pemahaman masyarakat mengenai orang-orang Madura membuat stigma negatif terus melekat kepada orang-orang Madura. Hal inilah yang coba dijelaskan oleh Drs. H. Muhammad Syamsuddin, M.Si-peneliti Madya pada Pusat Penelitian dan Penerbitan LP2M UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Dosen Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga- dalam bukunya yang berjudul History of Madura Sejarah, Budaya dan Ajaran Luhur Masyarakat Madura.Â
Syamsuddin mencoba untuk mengubah stigma negatif yang telah melekat dengan masyarakat Madura dengan menjelaskan budaya serta ajaran yang dimiliki oleh orang-orang Madura secara terperinci.
Carok tidak dilakukan semata-mata demi kesenangan ataupun kebencian terhadap orang lain semata. Melainkan kebudayan ini dilakukan sebagai bentuk pertahanan mereka dalam menjaga harga dirinya. Pertempuran itu akan terus berlangsung hingga salah satu dari mereka mengakui kekalahan, bahkan sampai merenggut nyawa. Â
Sebenarnya, orang-orang Madura adalah orang-orang yang apa adanya dan terbilang blak-blakan, sangat menghargai hubungan pertemanan dan persaudaraan. Mereka pun akan membalas segala perbuatan baik yang diterimanya dengan perbuatan yang berlipat ganda. Beda halnya jika terjadi pelecehan terhadapat harga diri mereka, maka caroklah sebagai cara terakhir dalam menjaga harga dirinya. Terutama jika pelecehan tersebut dilakukan kepada istri yang mereka kasihi.
Budaya carok sudah muncul dikalangan masyarakat Madura sejak abad ke-18. Sebelum itu, mereka menggunakan senjata pedang atau keris dalam tradisi membunuh secara kesatria. Awal mula Carok digunakan sebagai senjata dalam perkelahian erat kaitannya dengan cerita  Sakera, seorang tokoh legendaris Madura yang berjuang melawan penjajah Belanda di awal abad ke-19.Â
Sakera menggunakan carok sebagai senjata untuk menumpas para antek-antek Belanda, kemudian ia dikeroyok dan dimasukan ke dalam penjara oleh Carik Rembang dan polisi Belanda. Selama di penjara, Sakera mendengar kabar bahwa istrinya telah disetubuhi oleh sahabat serta kerabatnya sendiri yang bernama Brodin.Â
Setelah berhasil lolos dari penjara, dengan carok atau celurit andalannya, Sakera langsung pergi mencari Brodin dan membalaskan rasa sakit hatinya. Pasca terbunuhnya Brodin, Belanda membuat stategi licik bersama antek-anteknya yang lain yang menyebbakan terbunuhnya Sakera.
Dari kisah Sakera itu, munculah keberanian dikalangan masyarakat Madura dalam melawan penjajahan Belanda. Dikarenakan hal tersebut pula, semua persoalan, perselingkuhan, perebutan tahta dan sebagainya selalu menggunakan kebijakan Carok. dengan alasan menjujung tinggi dan membela harga diri disertai semboyan "daripada putih mata lebih baik putih tulang", lebih baik berkalang tanah daripada menanggung malu. Budaya ini pun tidak hanya berlaku di pulau Madura saja, setiap keturunan Madura yang berada di pulau Jawa ataupun Kalimantan pun menggunakan carok dalam setiap persoalan yang mereka hadapi, baik itu secara individual ataupun secara massal.
Masyarakat Madura pun memiiki ajaran luhur yang memuat ungkapan-ungkapan yang penuh dengan kebaikan. Ungkapan yang mengajarkan untuk menghormati kedua orangtua, guru dan pemimpinan dalam berkehidupan sosial di masyarakat. Tak lupa juga untuk selalu bekerja keras demi mendapatkan rezeki yang halal untuk menghidupi keluarga dan hanya mengeluarkan kata-kata bermanfaat yang akan menjauhkan dari setiap kejelekkan. Orang-Orang Madura juga terkenal dengan kereligiusannya yang terlihat dengan banyaknya pesantren serta ulama di Pulau Madura.