Mohon tunggu...
Nicson Poli
Nicson Poli Mohon Tunggu... Guru - Guru

Belajar itu Berjuang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Model Pembelajaran Thomas H. Groome

24 Agustus 2023   07:44 Diperbarui: 24 Agustus 2023   07:48 2421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PENDAHULUAN

A. Sekilas Tentang Thomas H. Groome

Thomas H. Groome adalah seorang pendidik, teolog, dan penulis yang terkenal dalam bidang pendidikan agama dan kateketika. Ia lahir pada tahun 1942 di Irlandia. Groome adalah seorang profesor di Boston College, di mana ia menjabat sebagai Direktur Program Pendidikan Agama dan Kateketika. Ia telah berkontribusi secara signifikan dalam pengembangan model-model pembelajaran yang inovatif dan efektif dalam konteks pendidikan Kristen. Groome dikenal karena pendekatannya yang interaktif terhadap pendidikan agama. Ia mengusulkan model pembelajaran yang disebut Shared Christian Praxis, yang menekankan kolaborasi, partisipasi aktif, praksis spiritual, dan refleksi kritis. Model ini bertujuan untuk mengintegrasikan iman Kristen dalam kehidupan sehari-hari melalui pengalaman, refleksi, pembelajaran teoritis, dan aksi konkret.

Sebagai seorang penulis, Groome telah menerbitkan banyak buku yang relevan dalam bidang pendidikan agama, termasuk karyanya yang terkenal, Sharing Faith: A Comprehensive Approach to Religious Education and Pastoral Ministry (1991). Dan, Christian Religious Education: Sharing Our Story and Vision (1980) atau Pendidikan Agama Kristen: Berbagi Cerita dan Visi Kita, terjemahan Daniel Stefanus, penerbit: PT BPK Gunung Mulia (2010). Ia juga sering menjadi pembicara dan konsultan dalam konferensi dan seminar tentang pendidikan agama. Thomas Groome diakui secara luas sebagai salah satu tokoh terkemuka dalam bidang pendidikan agama Kristen. Ia terus berkontribusi dalam mengembangkan pendekatan-pendekatan baru yang relevan dan berdampak dalam pembelajaran iman Kristen di berbagai konteks.

B. Pengenalan Model Pembelajaran Thomas Groome

Model pembelajaran Shared Christian Praxis merupakan pendekatan pendidikan agama yang dikembangkan oleh Thomas Groome. Model ini menekankan kolaborasi, partisipasi aktif, praksis spiritual, dan refleksi kritis sebagai landasan utama dalam pembelajaran iman Kristen. Pada dasarnya, dalam Shared Christian Praxis atau Praktik Kristen Bersama, Groome memandang bahwa iman Kristen harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan bukan hanya menjadi pengetahuan teoritis belaka. Oleh karena itu, model ini mengajarkan bahwa pengalaman langsung, refleksi kritis, pembelajaran teoritis, dan aksi konkret harus saling terkait dan saling melengkapi. Dalam model pembelajaran ini, kolaborasi dan partisipasi aktif menjadi landasan yang kuat. Para peserta didik diajak untuk terlibat secara aktif dalam pengalaman dan kegiatan yang memperkuat iman Kristen. Mereka juga didorong untuk berbagi pengalaman mereka dengan orang lain dalam konteks komunitas yang saling mendukung.

Praksis spiritual menjadi elemen penting dalam model Shared Christian Praxis. Melalui praktik-praktik spiritual seperti doa, meditasi, retret, perenungan, dan praktik ibadah lainnya, peserta didik dapat mengalami iman secara langsung dan mendalam. Praktik-praktik ini menjadi jembatan untuk menghubungkan iman Kristen dengan realitas kehidupan sehari-hari. Selain itu, refleksi kritis juga merupakan elemen kunci dalam model ini. Peserta didik didorong untuk secara kritis merenungkan pengalaman, teori-teori iman Kristen, dan pertanyaan-pertanyaan yang muncul. Melalui refleksi, mereka dapat menggali pemahaman yang lebih dalam tentang iman dan menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sendiri.

Model ini menekankan pentingnya aksi konkret dan pelayanan dalam mengaplikasikan iman Kristen. Peserta didik didorong untuk mengambil tindakan berdasarkan iman mereka, baik dalam lingkup komunitas gereja, masyarakat, atau keluarga. Hal ini melibatkan keterlibatan dalam kegiatan sosial, pelayanan, dan kegiatan yang memperkuat nilai-nilai Kristen. Model pembelajaran Shared Christian Praxis menggabungkan pengalaman langsung, refleksi kritis, pembelajaran teoritis, dan aksi konkret untuk membantu peserta didik memahami, menginternalisasi, dan menerapkan iman Kristen dalam kehidupan sehari-hari. Model ini menekankan pentingnya kolaborasi, partisipasi aktif, praksis spiritual, dan refleksi kritis dalam membentuk pertumbuhan iman yang holistik dan relevan.

PEMBAHASAN

A. Prinsip Model Pembelajaran Thomas Groome

Dalam model pembelajaran Thomas Groome, ada tiga prinsip dasar, yaitu:

  • Sharing (Berbagi): Prinsip ini melibatkan siswa dalam berbagi pengalaman, ide, dan pemahaman mereka tentang topik yang sedang dipelajari. Siswa diajak untuk saling mendengarkan dan menghormati pandangan dan pengalaman satu sama lain. Melalui sharing, siswa dapat memperluas wawasan mereka, menggali pemahaman yang lebih dalam, dan membangun hubungan yang lebih kuat dalam komunitas pembelajaran.
  • Praxis (Praktik): Prinsip ini melibatkan siswa dalam menerapkan nilai-nilai agama yang dipelajari dalam tindakan nyata. Siswa didorong untuk melakukan praktik-praktik spiritual, seperti doa, ibadah, dan refleksi pribadi. Mereka juga diundang untuk terlibat dalam pelayanan sosial, melayani sesama, dan berbuat baik dalam kehidupan sehari-hari. Melalui praxis, siswa dapat mengalami iman secara nyata dan mengintegrasikan nilai-nilai agama ke dalam tindakan konkrit dalam kehidupan mereka.
  • Reflection (Refleksi): Prinsip ini melibatkan siswa dalam merenungkan pengalaman mereka dalam menerapkan nilai-nilai agama. Siswa didorong untuk melakukan refleksi kritis terhadap tindakan dan pengalaman mereka. Mereka ditantang untuk menggali makna dan implikasi iman Kristen dalam kehidupan mereka sehari-hari. Melalui refleksi, siswa dapat memperkuat pemahaman mereka tentang iman Kristen, mengidentifikasi tantangan dan pertanyaan yang muncul, serta menemukan cara untuk terus tumbuh dan berkembang dalam iman mereka.

B. Lima komponen dalam model pembelajaran Shared Christian Praxis menurut Thomas Groome

Lima komponen dalam model pembelajaran Shared Christian Praxis menurut Thomas Groome adalah sebagai berikut:

  • Pengalaman: Komponen ini melibatkan siswa dalam berbagi pengalaman mereka secara terbuka dan menghargai pengalaman orang lain dalam konteks kehidupan agama Kristen. Siswa diajak untuk menceritakan pengalaman mereka yang terkait dengan iman, gereja, ibadah, doa, atau momen-momen penting lainnya. Melalui berbagi pengalaman, siswa dapat belajar dari satu sama lain dan memperluas wawasan mereka tentang kehidupan beriman.
  • Refleksi: Tahap refleksi melibatkan siswa dalam merenungkan pengalaman mereka dan mencari hubungannya dengan ajaran agama Kristen. Siswa ditantang untuk memikirkan makna dan nilai-nilai yang terkandung dalam pengalaman mereka, serta mempertanyakan bagaimana pengalaman tersebut dapat membentuk dan menghubungkan dengan keyakinan dan praktik agama Kristen. Refleksi ini membantu siswa untuk memahami lebih dalam dan mengaitkan pengalaman mereka dengan kerangka pemahaman agama Kristen yang lebih luas.
  • Teori: Komponen ini melibatkan pembelajaran teoritis tentang ajaran agama Kristen yang terkait dengan pengalaman siswa. Siswa diajak untuk mempelajari konsep, nilai, dan prinsip agama Kristen yang relevan dengan pengalaman mereka. Melalui pemahaman teoritis ini, siswa dapat mengaitkan pengalaman mereka dengan landasan teologis dan doktrinal agama Kristen. Mereka diberikan bahan ajar, membaca sumber-sumber agama Kristen, atau berdiskusi tentang konsep-konsep agama Kristen yang terkait dengan pengalaman mereka.
  • Tindakan: Tahap tindakan mendorong siswa untuk merenungkan bagaimana mereka dapat mengaplikasikan ajaran agama Kristen dalam kehidupan mereka sehari-hari. Siswa didorong untuk mengidentifikasi tindakan konkret yang dapat mereka lakukan untuk menerapkan nilai-nilai agama Kristen dalam perilaku dan interaksi sehari-hari. Ini bisa meliputi praktik spiritual, pelayanan sosial, atau berbuat baik dalam hubungan antarmanusia. Siswa diundang untuk menjadi agen perubahan yang membawa ajaran agama Kristen ke dalam praktik nyata.
  • Evaluasi: Komponen evaluasi melibatkan siswa dalam mengevaluasi pengalaman mereka dan memikirkan bagaimana mereka dapat memperbaiki dan memperkaya pengalaman tersebut di masa depan. Siswa diajak untuk refleksi kritis tentang efektivitas pengalaman pembelajaran, keberhasilan dalam menerapkan ajaran agama Kristen, serta tantangan dan hambatan yang mereka hadapi. Evaluasi ini membantu siswa untuk terus tumbuh dan berkembang dalam iman Kristen serta mengarah pada perbaikan dan pengembangan pengalaman pembelajaran di masa mendatang.

C. Tahap Pembelajaran Dalam Model Pembelajaran Shared Christian Praxis oleh Thomas Groome

Dalam model pembelajaran Shared Christian Praxis oleh Thomas Groome, terdapat empat tahap pembelajaran yang dirancang untuk membantu siswa memahami, menginternalisasi, dan menerapkan ajaran agama Kristen dalam kehidupan sehari-hari. Berikut adalah pengembangan materi untuk setiap tahap:

  • Tahap Pengalaman: Pada tahap ini, siswa diminta untuk berbagi pengalaman mereka. Guru menciptakan lingkungan yang aman di mana siswa merasa nyaman untuk berbicara dan berbagi tentang pengalaman hidup mereka yang terkait dengan iman Kristen. Melalui berbagi pengalaman, siswa dapat memperluas wawasan mereka, menggali pemahaman yang lebih dalam, dan membangun hubungan yang lebih kuat dalam komunitas pembelajaran.
  • Tahap Refleksi: Setelah siswa berbagi pengalaman, tahap berikutnya adalah refleksi. Siswa diberikan kesempatan untuk merenungkan pengalaman mereka dan mencari hubungannya dengan ajaran agama Kristen. Mereka diajak untuk mempertanyakan dan memeriksa makna dan nilai yang terkandung dalam pengalaman mereka, serta mencari tahu bagaimana pengalaman tersebut dapat membentuk dan menghubungkan dengan keyakinan dan praktik agama Kristen.
  • Tahap Teori: Pada tahap ini, siswa diajak untuk mempelajari ajaran agama Kristen yang terkait dengan pengalaman mereka. Guru menyampaikan materi pelajaran tentang konsep, nilai, dan prinsip agama Kristen yang relevan dengan pengalaman siswa. Melalui pemahaman teoritis ini, siswa dapat mengkaitkan pengalaman mereka dengan kerangka pemahaman agama Kristen yang lebih luas dan mendalam.
  • Tahap Tindakan: Tahap terakhir adalah tindakan. Siswa diberikan waktu untuk merenungkan bagaimana mereka dapat mengaplikasikan ajaran agama Kristen dalam kehidupan mereka sehari-hari. Mereka didorong untuk mengidentifikasi tindakan konkret yang dapat mereka lakukan untuk menerapkan nilai-nilai agama Kristen dalam perilaku dan interaksi sehari-hari. Ini bisa meliputi praktik spiritual, pelayanan sosial, atau berbuat baik dalam hubungan antarmanusia.

Penting untuk dicatat bahwa empat tahap ini tidak harus berurutan linier dan dapat berlangsung dalam siklus yang berulang. Setelah tahap tindakan, siswa dapat kembali ke tahap pengalaman untuk berbagi pengalaman baru yang muncul dari tindakan mereka, dan proses refleksi dan pembelajaran dapat terus berlanjut. Melalui empat tahap ini, model pembelajaran Shared Christian Praxis memberikan pendekatan holistik dan terintegrasi dalam mengembangkan pemahaman dan praktik keagamaan siswa. Ini mendorong siswa untuk terlibat secara aktif, menginternalisasi keyakinan agama Kristen, dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari dengan cara yang relevan dan bermakna.

D. Penerapan Model Shared Christian Praxis Dalam Pendidikan Agama Kristen

  • Penerapan Model Shared Christian Praxis dalam Pendidikan Agama Kristen dapat dilakukan dengan mengikuti beberapa langkah praktis berikut:
  • Menggali pengalaman hidup peserta didik: Mulailah dengan membangun hubungan yang baik dengan peserta didik dan ajak mereka berbagi pengalaman hidup mereka yang terkait dengan iman Kristen. Dalam konteks pendidikan agama Kristen, peserta didik dapat berbagi pengalaman mereka dalam kehidupan gereja, kegiatan ibadah, doa, pembacaan Alkitab, atau momen-momen penting lainnya dalam kehidupan rohani mereka.
  • Refleksi atas pengalaman: Bantu peserta didik untuk merenungkan pengalaman hidup mereka dalam konteks iman Kristen. Dorong mereka untuk menghubungkan pengalaman tersebut dengan keyakinan dan nilai-nilai Kristen yang mereka anut. Ini bisa dilakukan melalui diskusi kelompok, jurnal refleksi, atau kegiatan seni seperti melukis atau menulis puisi yang mencerminkan pengalaman rohani mereka.
  • Eksplorasi tradisi iman Kristen: Ajak peserta didik untuk menjelajahi tradisi iman Kristen yang relevan dengan pengalaman mereka. Ini bisa meliputi studi Alkitab, pembelajaran tentang doktrin Kristen, mengenal tokoh-tokoh agama, atau mempelajari ritual dan praktik gereja. Tujuannya adalah untuk membantu peserta didik memahami konteks teologis dan sejarah dari keyakinan mereka.
  • Integrasi pengalaman dan tradisi: Bantu peserta didik untuk mengintegrasikan pengalaman hidup mereka dan tradisi iman Kristen dalam kehidupan sehari-hari mereka. Dorong mereka untuk menjawab pertanyaan seperti, "Bagaimana nilai-nilai Kristen mempengaruhi cara saya berinteraksi dengan orang lain?", "Bagaimana iman Kristen membentuk pemahaman saya tentang tanggung jawab sosial?", atau "Bagaimana ajaran gereja mempengaruhi pandangan saya tentang keadilan dan kebenaran?".
  • Penerapan dalam tindakan dan keputusan hidup: Ajak peserta didik untuk menerapkan hasil integrasi tersebut dalam tindakan dan keputusan hidup mereka. Dorong mereka untuk melihat bagaimana iman Kristen dapat mempengaruhi hubungan mereka dengan orang lain, pilihan karir, pilihan gaya hidup, dan pelayanan gereja. Dalam konteks ini, peserta didik dapat terlibat dalam kegiatan pelayanan sosial, aksi sosial, atau proyek-proyek komunitas yang mendorong mereka untuk menerapkan nilai-nilai Kristen dalam praktik nyata.

Dalam menerapkan model ini, penting untuk menciptakan lingkungan yang mendukung, di mana peserta didik merasa aman untuk berbagi, berdiskusi, dan menerapkan nilai-nilai Kristiani dalam tindakan nyata. Guru atau fasilitator juga perlu menjadi contoh yang baik dalam menerapkan nilai-nilai Kristiani dalam kehidupan mereka sendiri.

E. Implementasi Model Pembelajaran Thomas Groome Dalam Pembelajaran

Implementasi model pembelajaran Thomas Groome dapat dilakukan dalam konteks pendidikan formal dan non-formal. Dalam konteks pendidikan formal, model ini dapat diterapkan dalam Pendidikan Agama Kristen di sekolah dan integrasi nilai-nilai Kristen dalam kurikulum sekuler. Dalam konteks pendidikan non-formal, model ini dapat diterapkan dalam katekese dan pendidikan agama di gereja serta kelompok studi Alkitab dan pengembangan iman di komunitas Kristen.

Implementasi model pembelajaran Thomas Groome memerlukan langkah-langkah yang terstruktur dan terencana. Berikut adalah beberapa langkah penting yang dapat diambil untuk mengimplementasikan model ini:

  • Menyiapkan Materi yang Relevan: Guru perlu mempersiapkan materi pembelajaran yang relevan dengan kepercayaan agama siswa. Hal ini meliputi pemahaman yang mendalam tentang keyakinan agama mereka, ajaran-ajaran penting, serta praktik-praktik spiritual yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Materi pembelajaran harus disusun dengan mempertimbangkan konteks budaya dan sosial siswa.
  • Menciptakan Lingkungan Terbuka dan Mendukung: Guru harus menciptakan lingkungan kelas yang terbuka dan mendukung untuk semua siswa. Ini berarti menghormati keragaman kepercayaan agama dan kebudayaan siswa serta memberikan ruang bagi setiap siswa untuk berbagi pengalaman dan pemahaman mereka tanpa takut dihakimi atau diabaikan. Lingkungan yang aman dan terbuka akan mendorong partisipasi aktif dan dialog yang produktif.
  • Mendorong Kolaborasi dan Partisipasi: Model ini mendorong kolaborasi dan partisipasi aktif siswa. Guru perlu menciptakan kesempatan bagi siswa untuk bekerja secara kelompok, berdiskusi, dan berbagi pengalaman mereka. Dalam proses pembelajaran, siswa harus diajak untuk saling mendengarkan, menghargai pandangan orang lain, dan bekerja sama untuk mencapai pemahaman yang lebih dalam.
  • Memberikan Teladan dan Umpan Balik: Guru harus menjadi teladan dalam menerapkan nilai-nilai agama dalam tindakan nyata. Mereka harus menunjukkan contoh konkret tentang bagaimana nilai-nilai agama dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, guru juga perlu memberikan umpan balik yang konstruktif kepada siswa dalam proses pembelajaran. Umpan balik yang efektif akan membantu siswa untuk terus berkembang dan memperbaiki pemahaman serta penerapan nilai-nilai agama.
  • Mengintegrasikan Refleksi dan Evaluasi: Refleksi kritis adalah komponen penting dalam model pembelajaran ini. Guru perlu memberikan waktu dan ruang bagi siswa untuk merenungkan pengalaman mereka dalam menerapkan nilai-nilai agama. Refleksi ini dapat dilakukan melalui diskusi kelompok, jurnal, atau kegiatan reflektif lainnya. Selain itu, guru juga perlu melakukan evaluasi secara berkala untuk melihat perkembangan siswa dalam memahami dan menerapkan nilai-nilai agama.
  • Membangun Keterlibatan dengan Orang Tua dan Komunitas: Implementasi model pembelajaran ini dapat diperkuat dengan melibatkan orang tua dan komunitas dalam proses pembelajaran. Guru dapat mengundang orang tua untuk berbagi pengalaman atau pengetahuan mereka tentang kepercayaan agama. Siswa juga dapat diajak untuk melakukan kunjungan ke tempat-tempat ibadah atau terlibat dalam kegiatan sosial bersama komunitas.
  • Menyesuaikan Pembelajaran dengan Tingkat perkembangan siswa: Penting bagi guru untuk memahami tingkat perkembangan siswa dan menyesuaikan pendekatan pembelajaran sesuai dengan itu. Setiap tahap perkembangan memiliki kebutuhan dan kemampuan yang berbeda. Guru perlu menggunakan strategi pembelajaran yang sesuai untuk memfasilitasi pemahaman dan penerapan nilai-nilai agama secara efektif.
  • Mengintegrasikan Teknologi dan Sumber Daya Tersedia: Dalam era digital, guru dapat memanfaatkan teknologi dan sumber daya yang tersedia untuk memperkaya pembelajaran. Penggunaan teknologi, seperti multimedia, video, atau platform pembelajaran online, dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang nilai-nilai agama dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari.
  • Menjalin Kerjasama dengan Komunitas Keagamaan: Guru dapat menjalin kerjasama dengan komunitas keagamaan setempat untuk mendukung implementasi model pembelajaran ini. Melibatkan tokoh agama atau anggota komunitas keagamaan sebagai pembicara tamu atau mentor dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa dan membantu mereka memperdalam pemahaman tentang nilai-nilai agama.
  • Evaluasi dan Peningkatan Berkelanjutan: Penting untuk melakukan evaluasi secara berkala terhadap implementasi model pembelajaran Thomas Groome. Guru dapat melibatkan siswa dalam proses evaluasi untuk mendapatkan umpan balik tentang keefektifan pembelajaran. Dengan adanya evaluasi dan refleksi berkelanjutan, guru dapat terus meningkatkan pendekatan pembelajaran dan menciptakan pengalaman pembelajaran yang lebih baik bagi siswa.

Dengan mengikuti langkah-langkah ini, implementasi model pembelajaran Thomas Groome dapat memberikan pengalaman pembelajaran yang bermakna bagi siswa. Mereka dapat mengembangkan pemahaman yang lebih dalam tentang kepercayaan agama, mempraktikkan nilai-nilai agama dalam tindakan nyata, dan mengintegrasikan kepercayaan agama dalam kehidupan sehari-hari mereka. Model ini juga dapat membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan sosial, memperluas wawasan mereka tentang kepercayaan agama lain, dan membentuk sikap yang terbuka dan saling menghormati.

F. Kelebihan Model Pembelajaran Thomas Groome

Kelebihan-kelebihan dari model pembelajaran Thomas Groome adalah sebagai berikut:

  • Pemahaman yang Mendalam: Model ini mendorong siswa untuk mengembangkan pemahaman yang lebih mendalam tentang kepercayaan agama mereka. Melalui tahapan sharing, siswa memiliki kesempatan untuk berbagi pengalaman, pemahaman, dan ide-ide mereka tentang topik agama yang sedang dipelajari. Ini memungkinkan mereka untuk mendengar sudut pandang yang berbeda dan memperluas wawasan mereka tentang keyakinan agama mereka.
  • Praktik Nilai-nilai Agama: Salah satu kelebihan utama model ini adalah memberikan siswa kesempatan untuk mempraktikkan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari. Tahapan praxis mendorong siswa untuk menerapkan ajaran agama dalam tindakan nyata, seperti melalui praktik spiritual, pelayanan sosial, dan berbuat baik dalam interaksi sehari-hari. Ini membantu siswa menghubungkan antara teori dan praktik, serta mengintegrasikan iman mereka ke dalam setiap aspek kehidupan mereka.
  • Keterampilan Sosial: Model ini juga memperkuat keterampilan sosial siswa melalui interaksi dengan siswa lain yang memiliki latar belakang kepercayaan agama yang berbeda. Dalam lingkungan pembelajaran yang terbuka, siswa diajak untuk saling mendengarkan, menghormati perbedaan, dan membangun hubungan yang saling menghargai. Ini membantu siswa mengembangkan keterampilan komunikasi, empati, toleransi, dan pemahaman lintas budaya, yang penting dalam masyarakat yang semakin pluralistik.
  • Pembelajaran Aktif dan Berpusat pada Siswa: Model ini menempatkan siswa sebagai subjek aktif dalam proses pembelajaran. Mereka diajak untuk terlibat dalam berbagai tahapan, seperti sharing, praxis, reflection, dan celebration. Hal ini mendorong siswa untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis, analitis, dan reflektif, serta membangun kesadaran diri tentang keyakinan dan nilai-nilai mereka. Dengan demikian, model ini mendorong siswa untuk menjadi pembelajar yang otonom dan bertanggung jawab terhadap perkembangan spiritual mereka.
  • Membangun Kerjasama dan Penghargaan Terhadap Keberagaman: Model ini memberikan kesempatan bagi siswa untuk berinteraksi dengan siswa lain yang memiliki latar belakang kepercayaan agama yang berbeda. Ini membantu siswa memahami dan menghargai keberagaman agama dan budaya. Melalui interaksi ini, siswa dapat membangun kerjasama, saling menghormati, dan memperkaya pemahaman mereka tentang kepercayaan agama yang berbeda.

Dengan kelebihan-kelebihan ini, model pembelajaran Thomas Groome memberikan pendekatan yang holistik dan terintegrasi dalam mengembangkan pemahaman dan praktik keagamaan siswa, serta membangun keterampilan sosial yang diperlukan dalam masyarakat yang semakin kompleks.

G. Tantangan Dalam Mengimplementasikan Model Pembelajaran Thomas Groome 

Tantangan dalam mengimplementasikan model pembelajaran Thomas Groome dapat mencakup:

  • Implementasi metode pembelajaran interaktif: Model ini mendorong partisipasi aktif siswa dan melibatkan mereka dalam berbagai kegiatan seperti berbagi pengalaman, diskusi, dan praktek nilai-nilai agama dalam tindakan nyata. Ini memerlukan keterampilan dan persiapan guru yang baik dalam mengelola kelas dan memfasilitasi pembelajaran yang interaktif. Tantangan ini dapat diatasi melalui pelatihan dan pengembangan profesional yang tepat bagi para guru.
  • Memperoleh dukungan dari semua pihak terkait: Implementasi model pembelajaran Thomas Groome dapat membutuhkan dukungan dan kerjasama dari berbagai pihak terkait, termasuk administrasi sekolah, orang tua, dan masyarakat sekitar. Terkadang, tantangan dapat muncul ketika terdapat perbedaan dalam pemahaman dan pendekatan terhadap pendidikan agama. Untuk mengatasi tantangan ini, penting bagi para pemangku kepentingan untuk terlibat dalam dialog terbuka dan saling mendukung.

Dalam menghadapi tantangan ini, penting untuk mengakui bahwa implementasi model pembelajaran Thomas Groome membutuhkan waktu dan komitmen. Dengan dukungan yang tepat, tantangan dapat diatasi dan kelebihan model ini dapat menghasilkan pembelajaran yang lebih bermakna dan relevan bagi siswa dalam konteks pendidikan Kristen.

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari penjelasan tentang Model Pembelajaran Thomas Groome: Shared Christian Praxis di atas, dapat disimpulkan beberapa poin penting:

  • Model pembelajaran Shared Christian Praxis, yang dikembangkan oleh Thomas Groome, menggabungkan pengalaman langsung, refleksi kritis, pembelajaran teoritis, dan aksi konkret untuk membantu peserta didik memahami, menginternalisasi, dan menerapkan iman Kristen dalam kehidupan sehari-hari. Dalam model ini, terdapat lima komponen utama, yaitu: pengalaman, refleksi, teori, tindakan dan evaluasi.
  • Dalam model pembelajaran Shared Christian Praxis, guru menciptakan lingkungan yang aman di mana siswa merasa nyaman untuk berbicara dan berbagi tentang pengalaman hidup mereka yang terkait dengan iman Kristen. Melalui berbagi pengalaman, siswa dapat memperluas wawasan mereka, menggali pemahaman yang lebih dalam, dan membangun hubungan yang lebih kuat dalam komunitas pembelajaran. Model ini juga mendorong siswa untuk terlibat secara aktif, menginternalisasi keyakinan agama Kristen, dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari dengan cara yang relevan dan bermakna.
  • Implementasi model pembelajaran Shared Christian Praxis dapat dilakukan dalam konteks pendidikan formal dan non-formal. Dalam konteks pendidikan formal, model ini dapat diterapkan dalam Pendidikan Agama Kristen di sekolah dan integrasi nilai-nilai Kristen dalam kurikulum sekuler. Dalam konteks pendidikan non-formal, model ini dapat diterapkan dalam katekese dan pendidikan agama di gereja serta kelompok studi Alkitab dan pengembangan iman di komunitas Kristen. Penting untuk menciptakan lingkungan yang mendukung, di mana peserta didik merasa aman untuk berbagi, berdiskusi, dan menerapkan nilai-nilai Kristiani dalam tindakan nyata.
  • Dalam penerapan model Shared Christian Praxis, penting untuk menciptakan lingkungan yang mendukung, di mana peserta didik merasa aman untuk berbagi, berdiskusi, dan menerapkan nilai-nilai Kristiani dalam tindakan nyata. Melibatkan orang tua dan komunitas dalam proses pembelajaran juga dapat memperkuat implementasi model ini. Evaluasi dan refleksi berkelanjutan membantu meningkatkan pendekatan pembelajaran dan menciptakan pengalaman pembelajaran yang lebih baik bagi siswa.
  • Tantangan dalam mengimplementasikan model pembelajaran Thomas Groome mencakup implementasi metode pembelajaran interaktif, memperoleh dukungan dari semua pihak terkait, dan penyesuaian dengan kurikulum dan kebijakan sekolah. Untuk mengatasi tantangan ini, perlu dilakukan pelatihan dan pengembangan profesional bagi para guru, melibatkan semua pihak terkait dalam dialog terbuka, dan melakukan penyesuaian yang diperlukan dalam kurikulum.

B. Saran

Untuk penerapan Model Groome dalam konteks pendidikan, berikut adalah beberapa saran yang dapat diikuti:

  • Pelatihan dan pengembangan guru: Guru harus menerima pelatihan yang memadai tentang Model Groome dan memiliki pemahaman yang mendalam tentang teologi dan Pendidikan Agama Kristen. Ini akan membantu mereka mengimplementasikan model dengan efektif dan memfasilitasi pengalaman pembelajaran yang bermakna bagi siswa.
  • Penyesuaian kurikulum: Kurikulum harus disesuaikan agar mencakup aspek-aspek Model Groome, seperti pengalaman langsung, refleksi, dan penerapan nilai-nilai agama dalam tindakan nyata. Kurikulum harus dirancang agar relevan dengan kehidupan siswa dan menghubungkan ajaran agama dengan pengalaman sehari-hari mereka.
  • Penggunaan metode pembelajaran yang interaktif: Menggunakan metode pembelajaran yang aktif dan interaktif, seperti diskusi kelompok, permainan peran, dan proyek berbasis tindakan, dapat membantu siswa terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Guru harus menciptakan lingkungan yang terbuka di mana siswa merasa aman untuk berbagi dan berpartisipasi.
  • Kolaborasi dengan orang tua dan masyarakat: Melibatkan orang tua dalam proses pembelajaran agama dapat membantu menciptakan koneksi antara pembelajaran di sekolah dan pengalaman keagamaan di rumah. Guru dapat mengadakan pertemuan orang tua, mengundang orang tua untuk berbagi pengalaman, atau menyelenggarakan kegiatan bersama dengan masyarakat.
  • Evaluasi dan umpan balik: Melakukan evaluasi formatif dan memberikan umpan balik yang konstruktif kepada siswa dapat membantu mereka memperbaiki pemahaman mereka tentang ajaran agama dan kemampuan mereka dalam menerapkan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari. Guru harus memberikan umpan balik yang spesifik dan memberikan kesempatan bagi siswa untuk merenung dan memperbaiki pemahaman mereka.
  • Mengintegrasikan teknologi: Memanfaatkan teknologi dalam pembelajaran agama dapat meningkatkan keterlibatan siswa dan memperluas akses ke sumber daya agama yang beragam. Guru dapat menggunakan video, aplikasi, atau platform pembelajaran daring untuk mendukung proses pembelajaran.

Referensi

  • Groome, Thomas H. (2010). Christian Religious Education. Terjemahan oleh Daniel Stefanus. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
  • Ireland-Verwoerd, F. (2015). Sharing Faith, by Thomas Groome. Review published by the School of Theology, Center for Practical Theology, Boston University. Link: https://www.bu.edu/cpt/2015/08/03/sharing-faith-by-thomas-groome/
  • Masinambow, Yornan. "Menerapkan Model Pembelajaran Pendidikan Agama Kristen Berjemaat bagi Warga Jemaat." Jurnal Didaskalia, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2020, Institut Agama Kristen Negeri Manado.
  • Massangka, V.A. (2023). Pendekatan SCP (Shared Christian Praxis) Sebagai Model Pendidikan Agama Kristen Untuk Katekisasi Remaja di Gereja Toraja Jemaat Marendeng Sangatta. Link: https://repository.uksw.edu//handle/123456789/29569
  • Sianipar, D. (2019). Penggunaan Pendekatan Shared Christian Praxis (SCP) dalam Pendidikan Agama Kristen di Gereja. Jurnal Shanan, 3(2), 1-10. DOI: https://doi.org/10.33541/shanan.v3i2.1582

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun