Presiden adalah single client Badan Intelijen Negara (BIN) yang berhak menerima siklus informasi intelijen yang efektif dan akuntabel sesuai UU No. 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara. Presiden harus belajar atas kasus pembunuhan Munir pada 7 September 2004 serta bom di depan Kedutaan Besar Australia pada 9 September 2004 yang terjadi sebelum pemilihan presiden putaran kedua pada 20 September 2024.
Tanpa diberi tahu Jokowi, masyarakat juga mengetahui bahwa presiden dibantu lembaga yang dibiayai APBN untuk memberikan informasi kepada presiden. Dalam konteks ini, Presiden seharusnya mampu membedakan kajian intelijen yang bersifat rahasia dan kajian politik yang merupakan konsumsi publik.Â
Di sisi lain, partai politik adalah pilar demokrasi sehingga informasi intelijen mengenai partai politik tidak perlu dipublikasikan Presiden kepada masyarakat. Sejauh partai politik belum memiliki paham yang menyimpang dari ideologi Pancasila, Presiden tidak perlu memberikan informasi bahwa ia memiliki informasi politik dari intelijen. Hal tersebut dapat ditafsirkan sebagai upaya Jokowi mendeklarasikan diri bahwa dirinya mengetahui perilaku dan konfirgurasi politik Tanah Air meskipun dirinya bukan ketua umum partai politik
Presiden dan partai politik adalah dua entitas berbeda yang saling berkaitan. Presiden sebagai produk politik secara langsung maupun tidak langsung akan dipengaruhi dan memengaruhi partai politik. Dalam nuansa politik menuju pilpres 2024, setiap informasi publik yang disampaikan presiden dapat ditunggangi kepentingan politik oleh berbagai pihak yang berharap akan mendapatkan efek ekor jas dari peristiwa tersebut.Â
Multitafsir
Pernyataan Presiden bahwa dirinya memiliki informasi intelijen yang membuat dirinya mengetahui dalamnya partai dan tujuan partai mau ke mana berpotensi melahirkan beragam tafsir di tengah masyarakat. Sebagian pihak dapat beranggapan bahwa peenyataan tersebut hendak menunjukkan sinergitas presiden dan lembaga pemerintahan negara lainnya untuk menyukseskan Pemilu 2024 mendatang.Â
Di sisi lain, pernyataan tersebut dapat ditafsirkan bahwa Presiden dengan segala instrumen yang dimilikinya berpotensi melakukan abuse of power. Meskipun belum terbukti bahwa presiden menggunakan instrumem yang dimilikinya untuk cawe-cawe, informasi tersebut tidak perlu menjadi konsumsi publik karena; 1. Dilaksanakan di forum relawan, 2. Mendekati fase pemilu, 3. Presiden saat ini adalah salah satu kader partai politik yang mengusung salah satu calon presiden.Â
DPR Bungkam
DPR RI sebagai lembaga controlling pemerintah seharusnya dapat menggunakan hak angket untuk meminta klarifikasi atas tujuan  pernyataan tersebut yang melahirkan kegaduhan di tengah masyarakat. Karena dalam kasus ini, Presiden adalah user yang berhak mendapatkan informasi strategis dari BIN. Namun, motif presiden memublikasikan informasi politik menjelang pemilu perlu dipertegas sehingga tidak menimbulkan multitafsir di masyarakat.Â
Dalam kaitannya dengan nuansa politik melahirkan berbagai indikaso yang mengakibatkan lahirnya asumsi bahwa anatomi dan konfigurasi internal partai politik telah diketahui Jokowi. Di sisi lain, belum ada jaminan bahwa Jokowi tidak akan mengintervensi perilaku politik Tanah Air. Keadaan partai koalisi pemerintahan Jokowi yang saat ini terbagi menjadi tiga koalisi mengakibatkan koridor controlling serta peran oposisi saat ini menjadi abu-abu.Â