Mohon tunggu...
Nico Reynaldi
Nico Reynaldi Mohon Tunggu... Konsultan - Nico Reynaldi Hutabarat

Seorang Penulis yang merupakan Pengamat Hukum dan Politik yang berpengalaman dalam pembuatan legal opinion BUMN, Konsultan Politik dan Penelitian Hukum.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Potensi Kapitalisasi Pemilih Menggunakan Politik Identitas

25 April 2023   17:40 Diperbarui: 25 April 2023   17:57 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kontruksi penyelenggaraan pemilihan umum berpotensi ternoda akibat kelemahan pemerintah dalam memfilter konten negatif yang beredar di media sosial dan Google Trend. Polemik tersebut menjadi ancaman jika transformasi konten para kandidat minim literasi dan gagasan yang hanya mengartikulasikan aksi dan reaksi terhadap populasi konten yang beredar. Hal ini merupakan implikasi perbedaan penafsiran terhadap konten dan penerapan konteks yang tidak tepat sehingga berpotensi melahirkan polarisasi baru ditengah masyarakat.

Jika dikaitkan dengan hegemoni politik saat ini maka adagium tersebut dapat direpresntatifkan sebagai jejak digital yang  dijadikan alat agitasi dan propaganda kampanye dengan menggunakan mekanisme dan pengorganisasian yang subjektif seperti yang terjadi pada PILKADA 2017 dimana penggalan video pidato Ahok dipotong dan dipropagandakan pada masa kampanye oleh beberapa oknum. Groucho Marx mengatakan bahwa Politik adalah seni mencari masalah, menemukannya di mana-mana, mendiagnosisnya secara salah, dan menerapkan solusi yang salah.  Dalam politik kebangsaan mengenal kelompok mayoritas dan kelompok minoritas sehingga negara bertugas mengakomodir seluruh kepentingan masyarakat tanpa mengusik kepentingan kelompok lainnya namun politik identitas memicu lahirnya mispresepsi pandangan politik bagi kelompok swing vooter yang melahirkan eksklusifitas dan kesenjangan dengan kelompok yang berbeda pandangan.

Meskipun ekosistem politik nasional masih mencair namun bila diamati dalam ruang sosial media maka isu propaganda dan pemanfaatan buzzer mulai dimasifkan. Dalam konteks ini kita dapat melihat dua variabel besar yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain yakni Identitas Politik  dan Politik Identitas. Terdapat dua pemaknaan mendasar dalam konteks tersebut, apakah pandangan politik seseorang yang menentukan identitas politiknya atau identitas politik yang akan menciptakan pemahaman tentang orientasi politiknya. Di sisi lain bila identitas poltiik tersebut berkumpul maka dapat dimanifestasikan menjadi propaganda dan agitasi berupa Politik Identitas yang cenderung bernuansa negatif dan menimbulkan polarisasi.

Identitas Politik

Dalam prespektif sosiologis dapat dipahami bahwa unsur persamaan atau in group unity merupakan dalil utama yang dapat merekatkan individu ke dalam suatu kelompok. Mao Zedong dalam pandangannya tentang politik mengatakan bahwa, politik perang tanpa pertumpahan darah sedangkan perang adalah politik dengan pertumpahan darah. Dalam filasafat demokrasi tentunya pemilu merupakan ruang publik yang memberikan kesempatan yang sama bagi warga negara untuk memilih perwakilannya di lembaga pemerintah namun disisi lain pemilihan umum berpotensi melahirkan hegemoni politik sehingga para kontestan akan merangkul simpul-simpul masyarakat yang memiliki identitas politik yang sama.

Secara umum identitas politik dapat didefinisikan sebagai suatu orientasi politik yang mempengaruhi parameter ketertarikannya terhadap ideologi partai, integritas calon, kebutuhan politik dan pandangan politik. Dalam prespektif antropologi budaya tentunya kita mengenal manusia sebagai mahluk sosial dan mahluk politik sehingga pola pikirnya akan banyak dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya, strata pendidikan, taraf ekonomi dan etnis atau agama. Secara harafiah identitas politik dapat mudah diklasifikasi ketika terdapat suatu komunitas yang memiliki keresahan dan tujuan yang sama.

Politik Identitas

Secara kontekstual Politik Identitas adalah sebuah gerakan yang digunakan untuk memfasilitasi keresahan dan mencapai tujuan yang mencadi orientasi Identitas politik tertentu. Seorang organisatoris Jerma-AS, Oscar Ameringer pernah mengatakan bahwa Politik adalah seni lembut untuk mendapatkan suara dari orang miskin dan dana kampanye dari orang kaya, dengan berjanji untuk melindungi satu sama lain.  Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat ditafsirkan bahwa istilah mendapatkan suara dari orang miskin bukan berarti orang yang miskin secara ekonomi saja namun ditujukan pada kelompok kelompok sosial yang merasa tertindas. Para oknum yang memanfaatkan politik identitas merekayasa peran mereka sebagai pihak yang bersih dari berbagai kepentingan sehingga memudahkan mereka merangkul persamaan dari kelompok sosial yang memiliki tujuan tertentu contohnya mengangkat derajat kelompok mereka bilamana calon yang diusung terpilih.

Politik identitas yang ekstrim dapat melahirkan potensi polarisasi bangsa secara besar dikarenakan orientasi politik yang mereka miliki membuat merasa besar dan benar sehingga mendiskriminasi pihak atau kelompok yang berebeda pandangan. Permainan Politik Identitas dapat digunakan kelompok mayoritas maupun minoritas sehingga berdampak buruk terhadap ekosistem demokrasi dan keberlanjutan politik bangsa karena figur yang minim gagasan namun memiliki persamaan berupa suku, ras dan agama akan lebih dipilih dibanding figur yang memiliki gagasan namun memiliki latar belakang yang berbeda.

Dalam rangka meminimalisir perpecahan maka diperlukan sebuah wadah yang di inisiasi oleh pemerintah untuk dapat merangkul semua kelompok masyarakat sehingga berbagai pihak dapat mempertimbangkan pandangan dan tujuan masing-masing kelompok yang berbeda. Output yang diharapkan adalah agar setiap kelompok berkontestasi dalam gagasan dan meminimalisir ujaran kebencian. Literasi politik tentunya perlu dimasifkan sehingga meminimalisir kesalah kognitif yang memperkeruh keadaan. Menjaga kedaulatan NKRI dalam panasnya situasi politik menuju pemilihan umum adalah tugas seluruh elemen masyarakat mulai dari tim sukses, konsultan, lembaga survei, simpatisan hingga media masa. Tahapan kampanye adalah tahapan paling taktis yang memungkinkan manuver politik dalam berbagai momentum sehingga diperlukan kedewasaan politik dalam meresponnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun