Sudah hampir sebulan di ibukota ini, tepatnya kurang satu hari. Rasa rindu pada apa yang dinama rumah mulai menggebu, yah biasanya jam segini kalo tidak bermalas di kamar pasti maen bersama teman-teman. Selama sebulan ini hampir setiap hari menempuh jarak dari kost ke tempat magang menggunakan jasa bis kota. Belum juga jika janjian dengan Dody dan Lucy pasti juga menghisap ampas solar yang selalu bergelora, dari depan, tengah dan belakang sudah ternikmati. Pastinya bergelantungan sungguh mengasyikan dengan titik temu terminal Blok M.
Entah mengapa beberapa hari ini merindu rumah, mungkin karena teman dari asal juga bisa pulang. Bisa jadi itulah! Berjalan entah berapa puluh meter dari Panglima Polim ke Blok M, jika pulang malam pasti berdesakan penuh sesak oleh para penjual tiban. Namun hari ini lumayan lengang, saya memutuskan pulang lebih awal. Kantor juga sudah sepi dan tiada pekerjaan menanti. Sore tadi sempat berbincang dengan sosok yang menyebabkan saya magang di Jakarta, lebih tepatnya perusahaan beliau. Ini yang pertama kali akhirnya saya memberanikan diri untuk bertanya-tanya setelah sebelumnya hanya mencuri-curi perhatian dan sambil lalu.. Kalo kata orang tua, saya itu clingus…hehehe
Pasti ada saja kisah tentang terminal tersebut, mulai dari menunggu bis kota yang ngetimenya lumayan membuat mata pedih dan nafas meriang, serta kehidupan disekitarnya. Tapi lumayan kali ini saya mendapatkan kisah tentang kerinduan. Bermula dari menunggu bis kota jalur 77 yang tidak juga tiba, mata saya sudah nanar. Entah karena panasnya asap solar atau merindu bisikan merdu, yang pasti cuaca kala itu lumayan mendung. Karena paginya saya menerima sedikit titik-titik air yang lembut dari langit, bukannya apa-apa tapi kata ibu kost kalo hujan kamar saya bocor.
Masih menunggu dan mata saya lari kanan-kiri putar belakang mengamati sekitar. Kali ini duo pemuda yang sering meminta-minta di dalam bis membawa anak kecil. Yang khas dari mereka ialah tidak mengamen dengan musik tapi lebih ke pantun yang bersahutan dan jika tidak diberi pasti akan sedikit memaki. (Semoga kalian yang sering memakai moda transportasi dari Blok M pernah menjumpainya)
Ternyata mereka berdua sudah memiliki istri, saya tau karena masih asyik berdiri menunggu karena bis kota tak kunjung datang. Salah satu dari mereka bertemu kenalannya, dan dari lagak-lagaknya mereka berkisah mengenai pil dan teman yang baru saja diciduk. Benar juga rupanya karena istri doi menjual hing (pil-bahasa prokem Jogja)yang tinggal empat biji ke teman suaminya, seharga tiga ribu perak… Mungkin itu bukan pil kirik melainkan paramex biar tidak mabuk darat dalam bis kota boi.hihi
Bis pun akhirnya datang, mendapat tempat duduk paling belakang dekat dengan pintu. Mata semakin pedas dikarenakan masih menunggu penumpang, bayangkan jika terlalu lama bisa irit untuk tidak meghisap rokok seminggu!!
Setelah penumpang yang dikehendaki hampir sesak bis pun meluncur, saya pun sempat menaruh pandang keluar jendela ke arah pengamen yang kemarin membawakan lagu yang liriknya saya catat karena menggugah emosi. Setiba di kost saya searching rupanya lagu dari Anggun C. Sasmi berjudul ‘Mimpi’ sungguh merdu di kuping dan hati. Oh ya sebelumnya duo pantun yang sedikit ‘mengancam’ tersebut naik juga di bis yang saya tumpangi.
Di tengah jalan naik pengamen berperawakan gahar mirip Ucok AKA, sangat menghibur dengan ukulelenya dan memainkan lagu-lagu daerah pada mulanya. Membuat imaji saya melayang ke kota kelahiran manakala dia membawakan ‘Kampuang Nan Jauh di Mato’ wah kalo ini film merupakan sontrek yang pas. Semakin gelap dan tenggelam…hmmmm
Lalu dia membawakan tembang dari Franky & Jane yang ‘Bis Kota’ pikir saya pengamen ini sungguh pintar memilih lagu, atau karena emosi saya sedang berkecamuk dengan suasana yang aduhai pas menjadi cocok. Yang pasti saya menikmati setiap lagu yang dibawakannya dengan penuh santun dan hati yang sedikit lebih nyaman melunakkan rasa rindu...
Berjalan di bawah lorong pertokoan Di Surabaya yang panas Debu-debu ramai beterbangan Di hempas oleh bis kota Bis kota sudah miring ke kiri Oleh sesaknya penumpang Aku terjepit disela-sela Ketiak para penumpang yang bergantungan Bis kota sudah miring ke kiri Oleh sesaknya penumpang Aku terjepit disela-sela Ketiak para penumpang yang bergantungan Berjalan di bawah lorong pertokoan Di Surabaya yang panas Debu-debu ramai beterbangan Di hempas oleh bis kota* *lirik lagu Franky & Jane – Bis Kota
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H