Penat selepas Ujian Akhir Semester menempatkan saya pada sebuah kondisi kegabutan yang haqiqi. Dengan sisa-sisa kemalasan yang ada, akhirnya saya mencoba produktif dengan tetap mencari kegiatan sembari menunggu rekan saya di kampus lain selesai ujian. Mulai dari membaca buku, main ukulele, main PES serta menghabiskan paketan malam.Â
Malam tadi, saya mencoba mencari tontonan yang bener, disamping tontonan yang jauh lebih benar di hari-hari sebelumnya (abaikan). Niatnya mau nonton SUCI 7 yang show terakhir, tapi itu sudah berulang kali saya tonton, nanti ga lucu lagi, lagipula saya percaya bahwa sesuatu yang terulang untuk kedua kalinya rasanya tak akan sama. Jangan baper.
Oke serius, jadi malam tadi saya nonton Mata Najwa episode 'Menebar Virus Membaca'. Bercerita tentang sebahagiaan orang yang mengabdikan dirinya untuk pendidikan anak-anak pelosok, bukan sebagai tenaga pendidik, melainkan sebagai penggiat literasi, para relawan yang menyediakan bahan bacaan untuk anak-anak di daerah tertinggal. Mereka-mereka ini rela mengorbankan waktu, tenaga, uang, hanya untuk memuaskan dahaga baca anak-anak pelosok. Diantara 5 orang yang diundang malam itu, ada 2 orang yang menarik perhatian saya, mereka adalah Relawan Noken Pustaka.Â
Dikutip dari zetizen.com, Noken Pustaka digagas oleh seorang guru bernama Misbah Surbakti, beliau mengabdi di salah satu SMPN di Manokwari, Papua Barat. Mulanya, beliau kecewa lantaran anak didiknya mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal ujian, hal ini disebabkan kurangnya membaca karena ketiadaan buku. Sejak itu ia bertekad untuk meningkatkan minat serta aktivitas membaca di sekolahnya, caranya lewat program Relawan Noken Pustaka ini.
Biar saya jelaskan dulu. Noken adalah salah satu alat angkut yang terbuat dari serat kayu, biasanya digunakan untuk menyimpan dan membawa hasil kebun ke pasar. Nah, noken ini digunakan sebagai tempat buku yang nantinya akan dibawa berkeliling oleh para relawan dari satu kampung ke kampung lain. Biasanya satu noken itu berisi 20-30 buku.
Yang unik bukan hanya cara mereka meminjam-minjamkan buku, namun ada kisah-kisah menarik lainnya dibalik perjuangan mereka -- para relawan. Let me tell you ;
Pak Misbah, penggagas gerakan ini adalah seorang guru, beliau punya beban moril yaitu membuat anak didiknya mengerti akan apa yang beliau ajarkan. Namun, dengan ketiadaan buku, ditambah minimnya akses perpustakaan, cita-cita ini akan sulit tercapai. Beliau sempat mencoba melaporkan kepada pemerintah mengenai permasalahan ini, namun sampai 10 tahun terakhir, jawaban tak kunjung datang. Akhirnya, beliau berinisiatif untuk bertindak.
Awalnya kegiatan ini dibuat dengan mengajak rekan-rekan guru di tempatnya mengajar untuk membuat ringkasan tentang cerita yang pernah mereka baca, kemudian membuatnya menjadi sebuah buku yang kemudian akan dibagikan kepada anak-anak di sekolahnya. Namun, hal ini justru menyebar bukan hanya untuk wilayah sekolah saja, tapi menyebar sampai ke seluruh Manokwari, virus itu bernama Agus Mandowen.
Agus, atau akrab disapa Kaka Agus, adalah seorang atlet angkat berat terkemuka dari Papua Barat. Mengaku sudah ikut gerakan ini sejak awal mula tercipta, Desember 2015. Alasannya begini;
"Waktu itu saya jaga disitu sebagai keamanan, dan saya lihat adik-adik bawa pulang buku ke rumah mereka masing-masing, kenapa mereka kecil bisa bawa pulang buku ke rumah untuk dibawakan kepada adik-adik di kompleks mereka, sedangkan saya yang badan besar, kuat, tidak bisa bawa buku ke kampung-kampung."
Entah kenapa saya sendiri terenyuh mendengar kata-katanya. Tak hanya itu, ketika awal-awal membawa noken, dia sempat dihina sebagai orang gila oleh orang-orang kampungnya karena dianggap pekerjaan yang tak menghasilkan.