Mohon tunggu...
Nicolas Manoppo
Nicolas Manoppo Mohon Tunggu... -

----

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menyimak Tingkah Wartawan Australia di Indonesia

24 Juni 2014   16:01 Diperbarui: 18 Juni 2015   09:21 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Indonesia bukan seperti Mesir yang bisa memenjarakan wartawan asing (Australia) bila hasil peliputan beritanya dianggap menyudutkan negara itu. Bagi wartawan good news is bad news. Semakin banyak berita buruk tentang  suatu negara dipublikasikan semakin menaikan pamor si wartawan / lembaga media tempat si wartawan itu bekerja, semakin laku beritanya  dijual. Wartawan asing khususnya yang dari Australia yang akan meliput berita di Indonesia dihormati warga dan pemerintah setempat, tapi sangat disayangkan berita / hasil liputan mereka lebih banyak mendiskreditkan Indonesia. Padahal mereka diperlakukan dengan baik selama meliput. Seakan mereka tidak peduli dengan perlakuan baik yang mereka dapatkan selama meliput di Indonesia.  Sebagai contoh  hasil peliputan tentang “What Really Happens in Bali” yang ditayangkan Channel TV 7 setiap Senin, bagi saya wartawan yang meliput maupun tingkah sebagian turis Australia yang berlibur di Bali dalam serial ini benar-benar arogan dan merendahkan budaya / kearifan lokal Bali. Hasil liputan serial ini menimbulkan reaksi keprihatinan dari pengusaha jasa travel dan jasa penerbangan komersial serta masyarakat Australia yang biasa berpesiar ke Bali. Peliputan serial dokumenter  ini dianggap mendramatisir kehidupan sebenarnya di Bali. Kenapa wartawan tersebut tidak meliput saja kehidupan malam para turis atau warga lokal yang bermaksiat, mabuk-mabukan, premanisme bikies di King Cross atau night clubs atau kejahatan yang sering terjadi di Sydney atau kota besar lainnya atau kecelakan yang rutin terjadi di highway-highway di Australia. Sepertinya serial tv ini berlaku pribahasa "kuman diseberang lautan tampak, tetapi gajah dipelupuk mata tidak terlihat"...

Menimbang kehidupan pers Indonesia yang lebih bebas dan terbuka ketimbang di Australia, hal yang sangat dihargai oleh karena perkembangan demokrasi sejak reformasi 1998. Namun kehidupan pers yang bebas dan terbuka di Indonesia ini menjadi kesempatan bagi wartawan Australia untuk bertingkah lebih bebas dibandingkan di negerinya sendiri.  Contohnya ketika peliputan media Australia terhadap kasus Schapelle Corby, wartawan Australia memiliki kesempatan meliput mulai dari ketika Corby ditangkap,  bisa meliput sampai masuk di dalam ruang pengadilan, bisa meliput sampai di dalam penjara dan menimbulkan kesemrawutan peliputan ketika Corby dibebaskan dari penjara. Bahkan berencana meski gagal melanggar peraturan untuk mewawacarai Corby yang baru saja bebas. Sesuatu yang tidak mungkin didapatkan di Australia itu sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun