Mohon tunggu...
dr. Nicholas Wijayanto SpPD
dr. Nicholas Wijayanto SpPD Mohon Tunggu... Dokter - Dokter Spesialis Penyakit Dalam

Medical Doctor Internist

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Lika-liku Pendidikan Dokter Spesialis/PPDS/Residensi

9 September 2023   11:09 Diperbarui: 9 September 2023   11:15 557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Salam sehat pembaca kompasiana,
Lama tidak menulis, akhirnya saya mulai menulis lagi

Pada kesempatan ini saya akan membahas tentang lika-liku pendidikan spesialis yang saat ini sedang ramai diperbincangkan. Banyak sekali berita tentang perundungan atau bullying pada proses pendidikan dokter spesialis, atau yang disebut juga PPDS/ residensi.

Sebagai awal, saya akan menceritakan bagaimana awal mula saya bisa masuk residensi. Sejak lulus dari pendidikan dokter umum, saya berminat untuk mendalami dan menjadi dokter spesialis ilmu penyakit dalam. Tentu untuk bisa masuk ke pendidikan tersebut tidaklah mudah, karena peminat sangat banyak, sehingga kita harus bisa bersaing dengan peminat lain. 

Pada saat saya melamar untuk masuk residensi, ada 70 dokter yang melamar, sedangkan kuota untuk diterima pada periode saya hanya 11 saja. Maka dari itu, saya melakukan persiapan tes yang cukup panjang, kurang lebih 7 bulan. 7 bulan tersebut saya gunakan untuk kerja magang (supaya dapat surat rekomendasi), belajar (pastinya), mengikuti berbagai seminar tentang penyakit dalam dan menulis berbagai artikel ilmiah yang berhubungan dengan penyakit dalam.

Singkat cerita saya berhasil diterima di residensi dengan satu kali tes(banyak peserta lain yang diterima setelah dua atau tiga kali tes). Saya sangat bersyukur, karena latar belakang saya hanyalah orang biasa yang tidak punya keluarga dokter. Tapi saya percaya bahwa persiapan yang saya lakukan cukup matang, sehingga memberikan hasil yang memuaskan.

Pada tahapan residensi penyakit dalam, akan dibagi menjadi 3 tahap, yaitu tahap I (junior), tahap II (madya) dan tahap III (chief/senior). Tahap I harus dijalani selama 1 tahun, selama 1 tahun tersebut, para residen akan menangani kasus-kasus penyakit dalam secara menyeluruh dengan bimbingan senior dan supervisor (dokter spesialis staff universitas). 

Memang tahap I ini merupakan tahap residensi yang cukup berat, karena proses adaptasi dengan pekerjaan yang harus dilakukan. Bayangkan jika sebelum residensi, mungkin kita bekerja dengan sistem kerja 8 jam atau mungkin shift, sedangkan saat residensi, kita harus bekerja secara penuh waktu, yang kadang pekerjaan itu tidak akan pernah selesai. 

Selain menangani pasien, kita juga berkewajiban berpartisipasi dengan seluruh kegiatan yang diadakan, seperti seminar, pengabdian masyarakat, dll. 

Memang sangat melelahkan, kadang terbesit pikiran untuk keluar saja dari residensi ini, apalagi jika kita melakukan kesalahan pada saat menangani pasien, pasti senior dan supervisor akan memarahi kita. Tapi saya anggap bahwa apa yang terjadi merupakan proses pendidikan yang komprehensif (baik dari pengetahuan dan mental). 

Saya percaya bahwa untuk menjadi dokter spesialis, kita harus bisa menangani pasien dengan mental yang kuat, sehingga saya tidak pernah menanggap itu sebagai pembulian. Namun ini yang beberapa oknum anggap sebagai pembulian secara verbal (Kembali ke persepsi masing-masing yaa).

Tahap II merupakan tahapan madya, dimana residen akan masuk ke divisi penyakit dalam secara spesifik selama 8-10 minggu tiap divisinya, contoh divisi ginjal, jantung, paru, alergi, dll. Tahap ini akan dilalui selama 2 tahun. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun