Masyarakat kepulauan Indonesia sebagaimana kita dapat lihat dari hasil temuan-temuan arkeologis sudah mengembangkan kebudayaan  mengacu definisi dalam KBBI adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat[1] bahkan teknologi pun sudah sangat dekat dengan bangsa kita dengan pengertian sebagai keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia.[2] Sejarah perkembangan teknologi di Indonesia berbeda dengan negara lain meskipun banyak mendapat pengaruh dari pihak luar. Mulai dari teknik pahatan, pengecoran, penulisan dan  pembangunan tempat-tempat pemujaan/ makam dari batu-batu  besar pada zaman megalitikum (punden berundak, dolmen, waruga). Tempat-tempat  peninggalan sejarah teknologi di Indonesia berada pada pulau-pulau  besar maupun kecil. Karya monumental seperti candi Borobudur, komplek candi Prambanan, perahu jenis pinisi menjadi bukti tingginya peradaban bangsa di nusantara mengingat akan tingginya tingkat kesulitan pembangunan Masuknya penjajah dari Eropa (Portugis, Spanyol, Inggris, Belanda dan Prancis) pada satu pihak mengurangi peran peradaban Hindu-Budha, Islam dan local tetapi di pihak lain mulai diperkenalkan dengan masuknya budaya teknologi Eropa. Mulailah datang serangkaian teknologi baru meriam, senapan, pembangunan benteng yang berkaitan dengan usaha penaklukan kerajaan-kerajaan di nusantara. Ketika Hindia-Belanda mulai mapan di Indonesia perlahan dan pasti bangsa pencipta peradaban mulai menjadi bangsa pengguna hasil teknologi barat berupa kereta dengan lokomotif, kapal uap, mesin pabrik, mobil juga pesawat mulai mewarnai kehidupan masyarakat. Kota-Kota besar di Jawa seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Jogjakarta dan Surabaya terhubung dengan gelang besi layaknya ramalan Jayabaya. Masyarakat dari golongan berada pribumi mulai menikmati tontonan film melalui bioskop sebagai momentum dekatnya dengan teknologi baru pada masanya. Indonesia d/h Hindia Belanda tidaklah tertinggal dalam pusaran teknologi dunia, bahkan kota Bandung dalam sejarah penerbangan pernah tercatat sebagai tempat persinggahan Amelia Earhart, penerbang solo wanita termasyur.
Masuknya teknologi ke dalam rumah menjadi tidak terbendung mulai dari jam, radio, televisi, setrika listrik, lemari es, mesin cuci, dan lainnya menjadikan masyarakat Indonesia menjadi pengguna teknologi. Kebutuhan terhadap informasi membuat radio dan televisi menjadi sangat akrab dengan teknologi ini, terlebih radio mulai terkenal saat para pemuda pelopor angkatan '45 berhasil mendengar kabar menyerahnya Jepang pada tentara sekutu pertengahan Agustus sehingga mereka mendesak Soekarno-Hatta untuk memproklamasikan kemerdekaan. Televisi mendapat momentum dikenal saat Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games awal tahun 1960-an pembangunan komplek olahraga Senayan yang megah tidak lengkap tanpa ada siaran yang memberitakan dengan media tercanggih pada masanya sehingga lahirlah stasiun televisi nasional TVRI.
Jaringan telepon bukan barang baru di Indonesia dengan penggunaan yang mengandalkan kabel puluhan tahun menjadi sangat akrab dengan masyarakat. Â Pertengahan tahun 1990-an telepon genggam mulai masuk dan digunakan dengan sangat terbatas sekali karena harga masih sangat mahal untuk masyarakat kebanyakan. Alternatif lain masyarakat mencari alternatif lain dalam berkomunikasi tanpa kabel dengan kemampuan memfasilitasi pergerakan cepat manusia yaitu pager. Teknologi sederhana yang menyampaikan pesan singkat dimanapun kita berada dengan bantuan perusahaan operator. Teknologi pengalih yang lebih murah ini tidak lebih dari 5 tahun menguasai pasar telekomunikasi seiring dengan semakin murahnya harga telepon genggam dan meningkatnya kondisi ekonomi. Telepon genggam yang di pertengahan tahun 1990-an merupakan simbol memiliki status sosial orang yang memakai handphone pasti memiliki mobil semakin jauh kesini kebenaran asumsi tersebut semakin berkurang. Manusia yang tidak pernah berhenti dalam melakukan inovasi baru untuk mempermudah kehidupan ini. Pasar Indonesia mengalami serbuan dari ekspansi teknologi dunia mulai dari Nokia, Siemens, Eriksson disusul dengan Blackberry. Kondisi terkini bisa dibilang Samsung, Apple dan Xiomi adalah raja-raja di dunia telepon genggam yang sulit lepas dari tangan setiap kita.
Pasaran smartphone baru di Indonesia potensial sehingga berlomba-lomba produsen telepon genggam masuk dengan teknologi paling terbaru. Sebagian dari kita berusaha menganggap dengan menggunakan smartphone akan terlihat lebih pintar karena seseorang akan menjadi melekat bersama alat yang digunakan. Realitas masyarakat yang ada ternyata menunjukan telepon genggam tidak menggunakan secara optimal feature multitasking sehingga teknologi masih sebagai atribut bukan alat bantu nyata manusia. Sebagian dari masyarakat sudah mampu menggunakan smartphone dengan berbagai kegunaan dan nilai lebih merupakan tahapan yang jelas bagaimana memanusiakan dirinya. Contoh dalam The Culture of Technology Arnold Pacey menjelaskan contoh kereta salju bermesin yang pada awalnya laku keras di Amerika Serikat tetapi masa kejayaan tidak lama. Pengguna yang tinggal di daerah dengan empat musim merasa tidak ekonomis karena penggunaannya terbatas pada musim tertentu saja sehingga mulai meninggalkannya. Konsumen di negara Alaska dan kutub utara menjanjikan pemakaian lebih lama tetapi mereka tidak bergantung kereta salju bermesin buatan pabrik, ada usaha untuk memodifikasi sesuai kebutuhan sendiri.[3]
Kemajuan teknologi tidak bisa terlepas dari rasa keingintahuan manusia dalam mempermudah kehidupan mereka sehingga terciptalah banyak alat bantu. Alat bantu ini disesuaikan dengan kebutuhan manusia atau apa yang mungkin menjadi kebutuhan manusia; jadi hakikatnya teknologi adalah alat mempermudah kehidupan manusia tidak lebih. Kembali pada smartphone, penggunaan cerdas pasti mendapat hampir seluruh nilai lebihnya meskipun jumlahnya lebih kecil sedangkan pengguna mayoritas saat ini masih dalam lingkup pemakai minimal dari fasilitas yang ada. Sejarah perkembangan budaya teknologi  Indonesia tentulah tidak begitu sederhana seperti tulisan ini walaupun paling tidak kita mendapat sebuah gambaran singkat dari alur panjang sejarah. Akhir kata dari tulisan ini adalah pengguna Smartphone tidak identik dengan Smart people akan tetapi hal penting perlu digaris bawahi orang pandai akan selalu menjadi pandai dengan alat bantu apapun yang digunakan.
[1] http://kamusbahasaindonesia.org/kebudayaan
[2] http://kamusbahasaindonesia.org/teknologi
[3] Arnold Pacey., The Culture of Technology., Massachusetts: The MIT Press, 1983
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI