Mohon tunggu...
Nico Dwi Kuswanto
Nico Dwi Kuswanto Mohon Tunggu... -

Hanya seorang mahasiswa biasa yang mencintai perjalanan, namun tak sekedar "jalan-jalan". Mencintai ketenangan, namun tak sekedar "tenang-tenang". Berkarya bersama hati _____________________________________________________ Dev. Planning FIA UB '15 [Scout, Adventure, Poetry, Graphic Designer]

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Papan Reklame Patungan untuk Atribut Kampanye, Kenapa Tidak?

5 Maret 2019   18:29 Diperbarui: 6 Maret 2019   09:47 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Artikel ini merupakan penuangan pikiran pribadi penulis, jadi informasi yang tertuang belum tentu dikatakan valid sepenuhnya. Penulis merasa terbuka jika ingin berdiskusi tentang isi artikel atau hal lain yang relevan. Selamat membaca dan salam kenal!

Siang tadi ditemani segelas es Krim Sundae KFC yang harganya 8 ribuan (belum termasuk PPN sebesar 10%), saya menunggu kabar dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Banyuwangi terkait izin penelitian apakah sudah melalui tahap disposisi dan dapat dilanjutkan dengan pra-riset atau belum. Sembari menunggu, terbukalah netbook hitam mini dan mulai browsing berita terbaru. 

Salah satu kabar yang membuat tersadar akan realita sekarang adalah kabar tentang pilpres dan pileg yang akan berjalan 17 April nanti, sebuah judul berita tertulis kata "sampah", meskipun cuma sepatah kata namun membuat perhatian terpana. Sesampah apa pilpres dan pileg? Begitu pikiran pertama yang terlintas. Artikel berita itu mengulas "sampah" visual yang begitu meresahkan sebagian masyarakat. 

Ya, sampah visual tersebut berbentuk baliho, poster, bendera dan segala atribut kampanye calon presiden dan calon legislatif yang melanggar aturan pemasangan sesuai Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU). Dari pandangan penulis, dampaknya cukup bikin mengganggu estetika dan keindahan yang ditangkap oleh indera penglihatan. 

Salah satu komisioner badan pengawasan pemilihan umum (Bawaslu) Ardhana, mengatakan bahwa sudah banyak partai politik yang sebenarnya mengetahui permasalahan ini, beberapa parpol sudah memberikan tindak lanjut terkait permasalahan ini, yaitu dalam bentuk peringatan kepada caleg yang bersangkutan. 

Pihak bawaslu tak mau ketinggalan, beberapa atribut kampanye yang menyalahi aturan mendapat ancaman tegas yaitu pencopotan atribut, menurut artikel tersebut, pencopotan dilakukan setelah dilakukan koordinasi dengan parpol yang bersangkutan.

Menilik sedikit tentang PKPU tersebut, salah satu pasal menyebutkan bahwa pemasangan dilarang dilakukan di fasilitas publik, lembaga pendidikan, tempat ibadah, taman, jalan protokol maupun jalan tol. 

Sementara hal itu diperbolehkan jika dipasangkan di sekretariat partai politik ataupun lahan milik pribadi maupun swasta, namun tetap harus ada izin tertulis terkait pemasangan tersebut.

Sebenarnya ada beberapa hal yang terlintas di pikiran, terkait yang seharusnya dilakukan atau strategi pemasaran diri (self branding) bagi yang sedang nyalon. Media yang dapat dimaksimalkan adalah media sosial, zaman digital atau bisa dibilang jaman informasi merupakan salah satu media yang paling efektif dalam self branding dalam berbagai kepentingan, salah satunya kepentingan politik. 

Pengguna media sosial saat ini dapat dikatakan didominasi oleh Generation Z hingga usia millenial, tentunya calon presiden & legislatif dapat mendapat perhatian lebih banyak sehingga kemungkinan mendapat suara menjadi lebih besar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun