Beberapa waktu lalu, di bulan April saya bersama teman saya transit di Kuala Lumpur International Airport (KLIA) Terminal 2. Saya hendak terbang ke Pontianak, sedang teman saya hendak terbang ke Kuching. Kami transit sekitar 8 jam di KLIA T2, yang mana suasana disana sangat-sangat ramai di area Departure atau keberangkatan.Â
KLIA T2 seakan menyimpan trauma bagi aku. Bagaimana tidak, aku merasa tanganku gemeteran karena ketakutan, dan hati ku berdegup kencang karena takut. Bagaimana jika tuduhan bukan-bukan kepada kita, padahal kita tidak bersalah.
Kami awalnya bersantai, karena memang fasilitas di KLIA T2 cukup nyaman dan bagus bagi penumpang pesawat transit. Nyaman untuk ngopi-ngopi karena air panas tersedia di beberapa titik bandara, lalu enak buat selonjoran dan istirahat. Pada dasarnya tidak nyaman buat tidur, karena ramai dan jika bepergian sendiri, sangat berbahaya jika tidur lelap.
Pada satu titik kami hampir saja kena scam oleh orang-orang berperawakan tamil (bukan rasis, melainkan realita nya demikian). Mereka berkelompok tapi berpencar, seperti menjaga-jaga di tiap titik korban yang mau di scam. Mereka bergaya seperti penumpang pada umumnya. Mereka juga membawa tas dan pakaian, sepertinya menyamar sebagai penumpang.
Saya dan teman saya sedang di area menimbang barang untuk bagasi, saya membongkar cukup banyak barang karena isi koper saya yang over. Maksimal bagasi kabil adalah 7 kilogram, sedangkan koper saya 11 kilogram, sehingga harus mengeluarkan isi koper sekitar 4 kilogram.Â
Sedang sibuk saya membongkar barang, dan teman saya membantu, troly tempat barang kami seperti jadi sasaran orang jahat itu. Dari jauh banget orang itu berteriak, tapi saya dan teman saya hanya diam dan tidak menghiraukan. Satu orang itu seperti mengalihkan perhatian, dan yang lainnya beraksi.Â
Tas teman saya hampir di sentuh. Yang kami takutkan adalah mereka memasukkan barang yang terlarang di dalam tas. Lokasinya tepat dekat pintu masuk keberangkatan internasional (international departure).
Kami lekas dan buru-buru mengemas koper, lalu pergi tergesa-gesa. Namun, orang itu tetap mengejar dan mengintai sepertinya ada yang mau diincar di antara tas-tas kami. Kawan saya berkata, "Aku takutnya dia memasukkan barang terlarang ke kita, atau bisa jadi dia bawa bom", bisa jadi ini bisa jadi itu. Banyak hal buruk terbersit dalam benak kami waktu itu. Terlebih lagi, tidak ada scan x-ray mulai dari masuk bandara ke area keberangkatan, hanya saat mau masuk ke gate baru ada pemeriksaan x-ray.
Kawan saya dan saya memilih untuk tidak masuk ke dalam, di dalam pun sangat ramai, sangat-sangat tidak aman. Kami keluar yang ada pintu dekat kedai makanan, yang banyak orang ngemper untuk tidur. Lalu kami sejenak duduk, berharap suasana sedikit tenang, dan si scamer tidak mengintai kami lagi. Kami bertemu petugas yang membawa senapan gitu lah, mau melapor takutnya urusan jadi rumit.Â
Sebab kelakuan orang yang kami curigai sebagai scamer itu sangat membuat kami tidak nyaman. Bahkan masuk pun kami menyelinap dalam kerumunan. Jadi, kawan saya mengantar saya sampai depan pintu keberangkatan internasional, sedangkan dia ke pintu keberangkatan lokal. Kami berpisah, dan si scamer untungnya sudah tidak terlihat.Â