Mohon tunggu...
Nico Andrianto
Nico Andrianto Mohon Tunggu... -

Bersyukur dalam kejayaan, bersabar dalam cobaan......

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Balai Bahasa, Soft Power Indonesia

29 Juli 2011   00:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:17 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sedikit sekali orang Australia bisa berbahasa Indonesia atau bahasa lokal Indonesia lainnya. Dari yang sedikit tersebut, saya beruntung bisa mengobrol menggunakan bahasa Jawa dengan Professor George Quinn yang dikenal pakar Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa dari Australian National University. Bukan hanya berbahasa Jawa “ngoko”, tetapi “kromo inggil” yang bahkan generasi muda Indonesia berlatar belakang etnis Jawa sekalipun sudah jarang yang bisa menggunakannya. Percakapan itu terjadi sesaat setelah peresmian Balai Bahasa Indonesia oleh Mendiknas di Canberra. Dari percakapan itu saya peroleh informasi bahwa beliau belajar bahasa Jawa di Jogjakarta pada tahun 1968, sekitar lima tahun lamanya.

Saya jadi teringat cerita lucu ibu saya saat berdarmawisata di Jogjakarta sekitar tahun 1980-an. Saat itu ada seorang bule yang ikut naik kendaraan colt yang membawa ibu-ibu wisnu (wisatawan Nusantara) tersebut. Karena memiliki badan yang ekstra besar, posisi duduk si bule terpaksa mendesak penumpang lainnya. Dengan maksud bergurau ibu saya menyindir si bule dengan memakai bahasa Jawa agar tidak ketahuan, “lungguhan dadi sumpek mergo walang kadung siji iku” (tempat duduk menjadi terasa sempit karena si belalang sembah itu) yang disambut derai tawa ibu-ibu lainnya. Tanpa diduga, saat turun di tempat tujuan si bule berseloroh, “nuwun sewu, walang kadung badhe mandap rumiyin” (permisi, belalang sembah mau turun dulu), yang serta-merta mengundang senyum malu ibu-ibu tersebut.

Pada tahun-tahun 1980-an memang banyak orang Australia mempelajari bahasa Indonesia dan bahasa lokal Indonesia lainnya. Sebagai tetangga terdekat, Indonesia dipandang penting dalam bidang ekonomi, politik dan pertahanan. Waktu itu Indonesia tumbuh sebagai kekuatan regional di ASEAN baik secara ekonomi dan politik sehingga memiliki pengaruh yang signifikan di kawasan. Dalam konteks seperti itu, orang-orang Australia banyak yang tertarik belajar Bahasa Indonesia, selain tentu saja karena keinginan untuk mengenal budaya Indonesia dan tempat-tempat wisatanya.

13118983892011367084
13118983892011367084
Dalam pidato sambutannya yang sulit dideteksi peralihan penggunaan bahasa Indonesia dan bahasa Inggrisnya karena kefasihannya, Professor George Quinn menyampaikan bahwa saat ini terjadi penurunan minat pelajar Australia untuk belajar bahasa Indonesia. Pada tahun 2007, hanya terdapat kurang lebih 15% pelajar tingkat akhir sekolah menengah atas di Australia yang belajar bahasa asing, dan dari jumlah yang sedikit tersebut hanya 1% yang belajar bahasa Indonesia. Namun penurunan minat tersebut juga terjadi pada bahasa asing lainnya, termasuk bahasa Eropa seperti bahasa Italia dan Perancis. Hal ini terjadi menurut George Quinn karena meluasnya penggunaan Bahasa Inggris sebagai bahasa global, bahkan di negeri-negeri non-Bahasa Inggris. Tak lupa, melalui sambutannya George Quinn meminta Pemerintah Indonesia untuk mendukung upaya-upaya memperkenalkan bahasa dan budaya Indonesia di Australia.

Dalam pidato peresmiannya, Mendiknas Professor Muhammad Nuh menyampaikan pentingnya menyebarkan bahasa dan budaya Indonesia sebagai sarana mempereat hubungan kedua negara yang banyak memiliki perbedaan. Perbedaan-perbedaan etnis, warna kulit, budaya, agama, dan orientasi politik antara kedua negara bisa dijembatani dengan adanya saling pemahaman, dan bahasa Indonesia adalah salah satu instrument penting dalam proses tersebut. Mendiknas juga menyampaikan bahwa tersebarnya bahasa dan budaya adalah salah satu bentuk soft power suatu negara. Beliau juga menyampaikan dukungan penuh atas upaya-upaya memperkenalkan bahasa Indonesia, termasuk dengan dibentuknya direktorat baru di kementeriannya sebagai implementasi dari undang-undang bahasa negara.

1311898447760679804
1311898447760679804
Peresmian Balai Bahasa Indonesia tersebut ditandai dengan pemukulan gong serta pembukaan selubung plakat Balai Bahasa Indonesia di dinding depan bangunan oleh Mendiknas, Muhammad Nuh. Diharapkan gema dari acara peresmian tersebut bisa membangkitkan kembali minat orang Australia untuk belajar bahasa dan budaya Indonesia. Berbagai buku dan alat membatik serta aneka kerajinan Indonesia terlihat turut mengisi bangunan tersebut. Terdapat pula fasilitas ruang utama, ruangan pertemuan, ruang tamu, dapur dan berbagai fasilitas lainnya di gedung yang terletak di 143 Carruthers St., Curtin, ACT tersebut.

Dalam acara tersebut seorang guru Bahasa Indonesia menyerahkan kepada Mendiknas, karya tulis dari para pelajar Bahasa Indonesia dari sekolah di Canberra yang salah satu slide kegiatannya turut diproyeksikan di layar. Juga, seorang sesepuh masyarakat Indonesia menyampaikan hasil karya murid beliau berupa lukisan bercorak Eropa yang dibuat dengan teknik membatik Indonesia. Tampilan batik memang mendominasi acara tersebut, sebagaimana dikenakan sang pembawa acara, Sarah Dinsmore, serta tokoh-tokoh masyarakat Australia dan para mahasiswa Indonesia yang hadir. Internasionalisme batik bisa dilihat dari seorang Nelson Mandela yang dikenal sering tampil di berbagai acara internasional dengan pakaian yang corak kainnya dilukis tangan dengan menggunakan alat canting tersebut.

1311898466590609952
1311898466590609952
Penguasaan bahasa Indonesia oleh masyarakat Australia pada akhirnya tidak hanya terkait dengan pemahaman budaya Indonesia. Pengetahuan tentang Indonesia diharapkan pada akhirnya akan mendorong kegiatan lain seperti investasi, perdagangan, dan kerjasama ekonomi lainnya yang membawa kesejahteraan bersama. Merujuk pada China yang produk-produknya telah membanjiri pasar Australia, tak menutup kemungkinan pada saatnya produk-produk Indonesia juga akan digemari masyarakat Australia. Kita boleh berharap pada suatu saat tidak hanya mendapati Indomie di mall-mall Australia, tetapi juga produk pakaian, kerajinan tangan, frenchise makanan, atau produk industri Indonesia lainnya.

“Tak kenal, maka tak sayang”, demikian bunyi pepatah populer kita. Kalau di Indonesia banyak pengemar Radio Australia, sebaliknya kita juga harus memiliki media untuk memperkenalkan budaya dan bahasa Indonesia di khalayak Australia, termasuk melalui koran komunitas Fajar Australia ini. Banyak cara untuk memperkenalkan Indonesia kepada dunia internasional, misalnya melalui martial art (pencak silat) serta kain atau musik tradisonal asli Indonesia. Semakin intens hubungan antara penduduk kedua negara, semakin mudah kerja misi diplomatik kita di Australia. Namun untuk sampai kesana perlu upaya terus menerus dan sinergis dari segenap komponen diplomatik dan masyarakat Indonesia di Australia. Dan Balai Bahasa Indonesia adalah awal yang baik untuk menghasilkan Pak Quinn-Pak Quinnlainnya. Wallohu a’lam bissawab.

Dimuat di Koran Fajar Australia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun