Mohon tunggu...
nicky maulana
nicky maulana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Muhammadiyah Jakarta

Nicky Maulana, Komunikasi UMJ

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bahaya Buzzer dan Perang Siber di Media Sosial Jelang Kontestasi Pemilu 2024

2 Juli 2023   13:57 Diperbarui: 2 Juli 2023   18:28 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Freepik.com

Pemilu merupakan momen penting pada kehidupan demokrasi sebuah negara, dimana rakyat mempunyai kesempatan untuk menentukan pilihan yang akan dipilihnya. Pemilu diselenggarakan setiap lima tahun sekali sesuai asas yang tertulis dalam konstitusi serta merupakan mekanisme yang disediakan negara untuk menyalurkan suara rakyat dalam rangka pergantian jabatan pemerintah eksekutif maupun legislatif. Dalam era digital yang kian berkembang, media sosial telah menjadi platform yang signifikan dalam mempengaruhi opini publik serta membentuk narasi politik. Perkembangan ekponensial teknologi internet di era digital tidak diragukan dapat memfasilitasi aliran bebas pengetahuan antara semua individu.

Tingginya aktifitas pada media sosial tidak jarang memicu ketegangan antar sesama pengguna. Ketegangan yang tercipta tak lepas akibat dampak dari sosok aktor penggerak yang disebut sebagai opinion marker, yang kini perkembanganya berubah menjadi buzzer. Buzzer dapat diartikan sebagai individu ataupun kelompok yang secara aktif menggunakan media sosial sebagai upaya menyebarkan pesan politik, mempengaruhi opini publik, dan memanipulasi persepsi publik terhadap kandidat atau partai politik tertentu. Media sosial memberikan ruang besar bagi buzzer dalam berinteraksi langsung dengan masyarakat.

Fenomena buzzer kerap muncul menjelang terjadinya pesta demokrasi di Indonesia. Menjelang kontestasi pemilu 2024, kini buzzer lebih terorganisir, terlepas dari berbayar ataupun tidak postinganya telah dan akan terus "mengotori" ruang publik media sosial, dan sebagai netizen mau tidak mau akan membaca, melihat, berpikir, hingga terpengaruh dan membalas posting/ konten atau bahkan menjadikan bahan acuan dalam mengambil keputusan. Mereka dapat menggunakan berbabagai macam strategi komunikasi seperti halnya menyebarkan hoaks, memanipulasi citra kandidat, ataupun menggunakan psikologi massa upaya menciptakan efek viral dalam menyebarkan pesan politik mereka.

Menurut hasil survei yang dilakukan oleh Litbang Kompas pada tahun 2022 tentang situasi politik nasional, mayoritas atau sebesar 36,3% responden menilai buzzer provokatif dapat membetuk polarisasi politik dimasyarakat yang kian memanas. Sementara 21,6% ressponden lain menilai polarisasi politik disebabkan karena penyebaran hoax, 13,4% karena kurangnya peran tokoh bangsa dalam meredam perselisihan, dan 5,8% karena media sosial (Sumber: Katadata.co.id). Terlihat data tersebut memperlihatkan aktifitas buzzer provokatif dan penyebaran berita hoax merupakan penyebab terbesar terjadinya polarisasi pada masyarakat.

Waspada Buzzer Di Media Sosial Mengakibatkan Perang Siber

Aktivitas buzzer di media sosial yang mendominasi dapat mengakibatkan terjadinya perang siber, yaitu situasi dimana penyangkalan, pengerusakan dan berbagai modifikasi informasi dengan tujuan yang telah ditentukan pengirim. Tidak hanya soal berita hoaks, eskalasi politik yang memanas tidak lepas dari eskalasi buzzer yang kian memanas mewarnai pemilu 2019 silam dan jelang pemilu 2024. Para buzzer politik rela membela mati-matian kepentingan politiknya dan mencaci habis-habisan lawan politiknya. Penyampaian pesan ujaran kebencian menjadi Hasrat politik.

Kehadiran buzzer dalam mempengaruhi opini kerap membuat bingung publik tentang siapa yang harus dipercaya. Netizen saat ini terutama pada kalangan milenial yang baru akan memilih dalam pemilu 2024, banyak yang tidak memahami rekam jejak dari para capres dan cawapres, sehingga akan mutlak mengandalkan informasi dari media sosial. Hal inilah yang harus diwaspadai dengan melakukan filterasi informasi dari apa yang beredar di media sosial. perang siber yang dilakukan para buzzer di media sosial mengakibatkan polarisasi netizen, yang dapat diindentifikasi dari opini, wacana, isu ataupun rumor berbagai kepentingan kelompok di media sosial.

Penyebaran Berita Hoaks Pada Media Sosial Oleh Buzzer

Salah satu strategi yang massif digunakan para buzzer adalah memanipulasi informasi dengan tujuan mempengaruhi opini publik. Mereka dapat menebarkan berita hoaks, mengedit, /memanipulasi gambar dan vidio atau menggunakan kutipan yang di ambil dari konteks aslinya untuk membuat narasi yang pro terhadap kandidat atau partai politik yang mereka dukung. Fenomena hoaks, ujaran kebencian, kampanye hitam lainya pada media sosial tumbuh subur akibat penyebaran pesan informasi yang dilakukan para buzzer. Hal ini disebabkan karena sebagian besar buzzer memiliki akun anonim yang merahasiakan identitasnya sehingga mereka relatif sulit untuk diidentifikasi atau ditemukan,

Buzzer telah terbukti ada dan nyata dalam ruang maya dan membuat gaduh jagat media sosial. fenomena pemilu 2024 yang akan medatang di prediksi akan memunculkan teman yang menjadi musuh, kerabat yang menjadi lawan grup-grup media sosial akan terpecah, mana lawan, mana kawan. Pemerintah harus meiliki peran dalam penertiban para buzzer politik. Polarisasi yang terjadi di tengah masyarakat akibat narasi keruh yang disebar oleh buzzer di ruang maya menjadi bom waktu perpecahan masyarakat. Perlu adanya regulasi khusus dalam mengatur fenomena buzzer agar tidak mebuat gaduh. Terlepas dari peran pemerintah terhadap buzzer politik, netizen dapat menyikapi hal tersebut dengan menjadi warga sosial media yang selektif dan cerdas serta hati-hati dengan berita yang tersebar di media sosial.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun