Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak yang melekat pada setiap individu sejak lahir yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari eksistensi manusia serta tidak dapat dicabut oleh siapa pun, termasuk negara. Sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) UUD Tahun 1945, Indonesia adalah negara hukum. Dalam negara hukum, pengakuan dan perlindungan terhadap HAM menjadi pilar penting untuk menjaga keadilan serta menjamin setiap warga negara memperoleh haknya secara layak.
Seiring dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat di Indonesia, sayangnya praktik tindak kriminal juga semakin beragam. Di sektor kesehatan, muncul kasus yang mengguncang kepercayaan masyarakat, yaitu peredaran vaksin palsu oleh oknum tenaga kesehatan. Praktik semacam ini tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga bertentangan dengan nilai etika dan moral dalam profesi medis. Penegakan HAM menjadi sorotan karena kasus tersebut membuktikan bahwa pelanggaran dapat terjadi kapan dan oleh siapa saja, termasuk yang semestinya menjaga keselamatan dan kesehatan masyarakat.
Pemberian vaksin palsu bukan semata pelanggaran terhadap hak pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu, melainkan juga berdampak besar pada kepercayaan publik terhadap institusi kesehatan. Selain itu, tindakan ini jelas bertentangan dengan ketentuan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, khususnya Pasal 153 yang menegaskan bahwa pemerintah berkewajiban menjamin ketersediaan bahan imunisasi yang aman, bermutu, efektif, terjangkau, dan merata bagi masyarakat. Kasus ini menjadi cerminan betapa rentannya penegakan hukum dan HAM di Indonesia, terutama di bidang kesehatan.
Salah satu contoh konkret terkait peredaran vaksin palsu terjadi pada 30 Agustus 2016. Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia menangkap 23 orang tersangka yang diduga mengedarkan vaksin palsu dari berbagai merek ternama, antara lain Engerix B, Pediacel, Euvax B, Tripacel, Tuberculin PPD RT 23, dan BCG. Temuan tersebut semakin mengkhawatirkan ketika Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengungkapkan bahwa vaksin-vaksin tersebut telah beredar secara ilegal di sembilan daerah, yaitu Pekanbaru, Palembang, Bandar Lampung, Serang, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Bandung, Surabaya, Pangkalpinang, dan Batam. Dengan demikian, lingkup distribusinya cukup luas dan mengancam keselamatan masyarakat di berbagai wilayah.
Kasus peredaran vaksin palsu di Indonesia terbukti memberikan dampak serius dengan konsekuensi jangka panjang yang mengkhawatirkan. Dari sudut pandang negara, kasus ini meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem kesehatan nasional, terutama pada lembaga pengawas seperti Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) maupun fasilitas pelayanan kesehatan. Masyarakat mulai mempertanyakan integritas dan efektivitas pengawasan yang dilakukan instansi terkait, serta mengungkap adanya kelemahan dalam regulasi yang dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab. Kondisi ini bukan hanya menurunkan kredibilitas sistem kesehatan nasional, melainkan juga menghambat upaya pemerintah dalam meningkatkan cakupan imunisasi karena menimbulkan keraguan terhadap program vaksinasi.
Ketidakpercayaan ini berpotensi mendorong penurunan partisipasi masyarakat, sehingga membuka ruang bagi kembalinya penyakit menular yang hampir diberantas. Akibatnya, risiko penyebaran penyakit semakin tinggi dan dalam jangka panjang dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas. Dampak ini tidak hanya menghambat keberhasilan program kesehatan nasional, tetapi juga membahayakan stabilitas kesehatan masyarakat. Dengan demikian, kasus vaksin palsu menjadi ancaman nyata yang menuntut perbaikan berkelanjutan pada sistem pengawasan, penegakan hukum, serta peningkatan kesadaran dan profesionalitas di sektor kesehatan. Hanya dengan langkah-langkah komprehensif, upaya pengendalian penyakit menular di Indonesia dapat berjalan efektif dan berkelanjutan.
Oleh : Nicholas Rachmatullah Akbar, Khalishah Nayla Rhevannisa Zeinah, Aqila Indi Zahrawain, Attaina Rizky Amalia Putri, Arum Kusuma Ningtiyas, Dinda Rizqi Balqis, Abden Maulana Rahmansyah, Yanuarius Andhito Tangkas Tjahya Poernama, Nabil Fikri Ferdiansyah, Nurly Fepiyanti
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H