Mendapat tugas untuk menganalisis dan membandingkan dua buah film menjadi tantangan tersendiri bagi saya. Dalam memilih dan memutuskan film apa yang akan saya ambil, juga bukanlah suatu hal yang mudah untuk dilakukan.
Dengan segala pertimbangan dan pemikiran yang matang, akhirnya saya memilih untuk menganalisis film yang sudah benar-benar saya pahami baik isi maupun jalan ceritanya. Hingga pada akhirnya saya memilih dua film ini yang keduanya merupakan produk film DC.
Sosok Wonder Woman dan Aquaman menjadi karakter film yang cukup populer di kalangan masyarakat. Bagi para penggemar film bergenre laga dan petualangan, tentunya mereka sudah sangat paham akan kedua sosok ini.
Sebagai penikmat film ini, kisah menarik dari kedua pahlawan ini seharusnya masih terekam dengan baik dalam memori kita. Sejak awal penayangannya kedua film ini mampu mencuri perhatian saya dan mungkin banyak orang di luar sana. Tak heran kedua film ini kerap kali menjadi buah bibir di masyarakat.
Mampu menyisakan bekas yang cukup baik di memori saya, tentu bukanlah tanpa suatu alasan yang kuat. Alasan utamanya terletak pada isi dan jalan cerita yang mampu di kemas secara baik dan menarik.
Baik Wonder Woman ataupun Aquaman, keduanya sama-sama mengangkat tentang sosok pahlawan yang berjuang demi misi dan tanggung jawab yang harus dikerjakan.
Dalam menjalankan misi tersebut, kedua pahlawan ini tak memiliki rasa gentar. Semua tersirat dari gagah dan beraninya mereka, hingga seolah pengorbanan sebesar apa pun dalam hidupnya rela dipertaruhkan.
Satu kata yang terlintas dalam benak saya ketika melihat kedua film ini adalah mengenai nasionalisme. Nasionalisme adalah sebuah paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri.
Selain itu nasionalisme juga berkaitan dengan kesadaran akan suatu keanggotaan dalam suatu bangsa yang dengan segala potensi harus dicapai, dipertahankan, dan diabadikan. Terutama mengenai identitas, integritas, kemakmuran, serta kekuatan bangsa itu (Lararenjana, E, 2020).
Mungkin selama ini istilah nasionalisme yang biasa diperkenalkan pada kita, lebih merujuk pada film-film cinta Indonesia.
Namun, dalam kedua film ini sikap yang di miliki Diana (Gal Gadot) dan juga Arthur (Jason Momoa) sebagai Wonder Woman dan Aquaman saya rasa juga dapat dikatakan sebagai sikap nasionalisme.
Misinya tersebut dilakukan untuk menyelamatkan Atlantis dari tangan orang yang haus akan kekuasaan. Berbagai cobaan muncul dan kerap ia jumpai. Mulai dari di serang oleh Trench (monster laut), perjuangan mencari trisula, dan bertarung dengan seluruh penghuni Atlantis yang masih berada di bawah kendali Orm.
Semua yang dilakukan oleh Arthur dapat dilihat sebagai sikap nasionalismenya terhadap Atlantis. Perjuangan yang dilakukannya merupakan wujud nyata dari cintanya akan daerah yang menjadi identitasnya.
Seluruh tenaga dan kekuatannya dikerahkan untuk bertarung demi merebut Atlantis. Perang dahsyat yang terjadi juga tidak membuatnya mundur dari laga perang, bahkan ia tetap maju sampai dengan batas akhir kemampuannya. Hal inilah yang saya rasa cukup mendefinisikan sikap nasionalisme yang dimiliki Arthur.
Sedangkan dari sisi Diana sebagai Wonder Woman, dapat dilihat secara kasat mata bagaimana jiwa nasioanalisme yang ia miliki. Bahkan tak hanya Diana, melainkan seluruh bangsa Amazon juga memiliki sikap nasionalisme yang tinggi.
Hal itu dapat dibuktikan ketika bangsa Amazon mempertahankan wilayahnya (Pulau Themyscira) saat di serang oleh Kapal Penjelajah Jerman.
Bahkan tak sedikit korban luka-luka dan tewas dalam laga perang itu. Salah satunya adalah Antiope (Bibi Diana) yang akhirnya harus gugur dalam peperangan itu.
Tak hanya sampai di situ, bahkan Diana juga rela meninggalkan Themyscira untuk mencari Ares. Pencarian ini dimaksudkan untuk mengakhiri kekacauan dan perang dunia yang tak kunjung usai.
Diana menilai semua kehancuran yang ada di bumi disebabkan oleh Ares, yang mana kakaknya sendiri. Oleh sebab itu, ia mencarinya dan ingin menumpasnya.
Dalam perjalanan mencari Ares, rintangan dan peperangan juga kerap Diana temui. Namun, ia tak kunjung menyerah dan tetap berjuang mati-matian. Sikap nasionalis dan dedikasinya yang tinggi mampu membawanya menemukan Ares. Hingga pertarungan hebat pun terjadi di akhir cerita.
Mengangkat Isu Komunikasi Feminisme, Film Wonder Women (2017) yang sudah rilis 3 tahun silam membuat sebuah pandangan baru mengenai kepahlawanan.
Kepahlawanan atau seorang hero yang biasanya digambarkan atau tercermin dari diri seorang laki-laki, nyatanya mampu digeser bahwa tak selamanya demikian. Dengan menjadikan Diana sebagai seorang pahlawan dalam film Wonder Women, tak membuat film ini kehilangan paras seksinya.
Feminisme merupakan gerakan dan ideologi yang memperjuangkan kesetaraan bagi kaum perempuan baik dari segi politik, ekonomi, budaya, ruang pribadi dan ruang publik (Novaya, 2019).
Isu feminisme yang terus digaungkan di zaman ini memiliki peluang yang lebih besar. Salah satu alasannya adalah dengan menggunakan film sebagai sarana perkenalan ideologi. Dengan hadirnya film Wonder Women ini secara tidak langsung mampu meruntuhkan benteng mengenai patriarki yang selama ini tumbuh dan berkembang di masyarakat.
Apabila dianalisis secara detail diceritakan bahwa Arthur adalah hasil atau buah dari perkawinan seorang ayah (Thomas Curry) yang mana adalah seorang manusia biasa.
Berbeda dengan ibunya (Atlanna) yang merupakan seorang ratu bangsa bawah laut Atlantis. Perkawinan yang ada ini akhirnya ditentang oleh seluruh keluarga laut Atlantis yang mana memiliki peraturan tidak boleh menikah dengan manusia (bukan dari bangsa yang sejenis).
Strukturasi di sini dapat dilihat dari orang tua Arthur yang memiliki latar belakang yang berbeda. Dalam teori strukturasi Giddens, inilah yang disebut dualisme.
Padahal konsep strukturasi Giddens adalah dualitas. Dari film ini kita dapat melihat bagaimana sutradara ingin memperlihatkan struktur-struktur yang ada di dalam film.
Erat kaitannya dengan komunikasi massa, film dapat menjadi salah satu media yang memiliki kekuatan besar untuk mempengaruhi khalayak. Dalam hal ini yang dapat berpengaruh adalah terkait penanaman ideologi. Film merupakan media yang menggambarkan praktik wacana melalui penanaman kekuasaan dan ideologi (Sahid, A. A, 2020).
Apabila menganalisis dari film Wonder Woman, penanaman ideologi yang ingin ditanamkan adalah mengenai feminisme. Ideologi yang ditanamkan disalurkan melalui perantaraan Diana sebagai Wonder Woman.
Film ini ingin menyampaikan pesan bahwasannya seorang perempuan juga bisa menjadi pahlawan atau hero. Dengan adanya penanaman nilai ini diharapkan khalayak juga dapat melihat bahwasannya perempuan juga mampu melakukan sesuatu yang biasa dikerjakan oleh seseorang laki-laki.
Berbeda halnya dengan film Wonder Woman, penanaman ideologi dalam film Aquaman terletak pada penghapusan batas-batas atau sekat yang ada di masyarakat.
Saya melihat atau menganalisis hal tersebut berdasarkan pada akhir cerita yang digambarkan dengan suasana baik dan positif (happy ending). Arthur yang merupakan anak dari perkawinan orang tua dengan latar belakang berbeda ternyata justru mampu menjadi penerus tahta untuk menjadi penguasa Atlantis.
Selain itu, orang tua Arthur (Atlanna dan Thomas), walaupun mereka berasal dari latar belakang yang berbeda, namun mereka tetap dapat bersatu atas dasar saling mencintai.
Apabila kita menarik benang merah dalam kedua film ini, tingginya sikap nasionalisme yang dimiliki oleh Diana dan Arthur dapat dijadikan sebagai ukuran dan contoh dalam mencintai suatu bangsa dan negara.
Dari sisi film Wonder Woman, penulis ingin menceritakan bahwa siapa saja mampu menjadi pembela dan pahlawan. Tak ada unsur gender yang lagi membatasi akan hal itu.
Sedangkan dari film Aquaman, rasa nasionalisme itu tercermin dari kebulatan tekad Arthur untuk menyatukan Atlantis. Menjadi pejuang tunggal yang bertarung dalam merebut dan menyatukan besarnya Atlantis bukanlah suatu masalah untuknya.
Rasa gentar dan dedikasi tinggi yang dimiliki oleh Diana dan Arthur perlu diacungi jempol. Dalam mencintai bangsa dan tanah kelahirannya, keduanya rela berjuang habis-habisan sampai titik darah penghabisan.
Sikap nasionalisme yang begitu mengakar dalam diri Diana dan Arthur rasanya sangat layak untuk ditiru. Kita juga dapat melakukan dan menerapkan hal serupa dengan mencintai bangsa dan negara Indonesia sampai titik darah penghabisan atau sekuat dan semampu yang kita bisa.
Daftar Pustaka:
Ashaf, A. F. (2006). Sosiohumaniora 8(2): POLA RELASI MEDIA, NEGARA, DAN MASYARAKAT: TEORI STRUKTURASI ANTHONY GIDDENS SEBAGAI ALTERNATIF. Diakses pada 15 Desember 2020 pukul 04.00 WIB.
Lararenjana, E. (2020). Merdeka.com: Sikap Nasionalisme adalah Bentuk Kebanggaan Terhadap Negara, Berikut Penjelasannya. Diakses pada 15 Desember pukul 01.00 WIB.
Novaya. (2019). IDNTimes: 7 Kesalahpahaman Feminisme yang Sering Orang Lakukan, Termasuk Kamu!. Diakses pada 14 Desember 2020 pukul 22.00 WIB.
Sahid, A. A. (2020). Jurnal Wacana Politik 5(1): POLITIK REPRESENTASI ISLAM DALAM FILM 212 THE POWER OF LOVE. Diakses pada 15 Desember 2020 Pukul 05.00 WIB.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H