Mohon tunggu...
Cerpen

Wanita Tangguh

24 Februari 2016   08:05 Diperbarui: 24 Februari 2016   08:49 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Setiap pukul 5 sudah terlihat keluar dari kamarnya menggunakan daster, muka nya yang agak lusuh dan lelah di raut wajahnya ia bangun sepagi itu bukan untuk dirinya melainkan untuk mengurus 2 anak nya yang bersekolah dan 1 anaknya yang masih balita.Terkadang keluh kesah terlontar dari mulutnya tetapi tetap mengerjakan sebaik mungkin untuk anak-anaknya ia membangunkan kedua anaknya yang susah bangun sebelum ke sekolah terkadang membangunkan dengan nada keras tetapi ia terus sabar menjalankannya.

Ketika kedua anaknya pergi sekolah ia masih di repotkan dengan satu anaknya yang masih balita memberinya makan,mengganti bajunya dan menghibur jika nangis,pekerjaan rumah pun menumpuk untuk dikerjakannya bersih rumah,cucian yang menumpuk,bahkan memikirkan masakan yang di bawa untuk anak nya di sekolah.Ketika jam 2 setelah ia selesai bekerja dengan lelah ia berusaha untuk istirahat tidur tetapi tidak bisa karena terganggu oleh anaknya yang masih balita ia hanya istirahat sekitar setengah jam,waktu terus berlalu tidak terasa hari sudah sore pekerjaan ia juga sudah terpampang di depan mata memberi makan anak balitanya yang susah makan,memasak nasi untuk suami tercinta dan anak-anaknya,jam sudah menunjukkan jam 8 ia pun memandikan anak balitanya dan mengurus hingga menemani tidur pulasnya dirinya terkadang tidak bisa tidur karena banyak kerjaan yang masih ada memasukkan baju ke mesin cuci lalu saya yang menjemur,ia pun baru bisa tertidur jam 12 malam tetapi saat subuh ia bangun karena anak balitanya menangis saat tidur ia juga harus bangun jam 5 untuk keesokan nya untuk membangunkan anaknya yang akan bersekolah.

Ini adalah cerita singkat bagaimana repotnya menjadi seorang ibu sewaktu kita di kandung ia membawa kita ke mana-mana yang berat di perutnya saat melahirkan pun nyawa yang menjadi pertaruhan,saya mengingatkan bahwa sekesal-kesalnya kita kepada ibu jangan lah kata-kata keras dan nada yang keras terucap kita harus mengontrol diri kita karena kita berbicara dengan wanita yang tangguh bagi anak-anaknya.Saya mungkin pernah bersikap tidak baik kepada ibu saya tetapi saya saat ini berusaha keras agar hal itu tidak terjadi lagi bagi para anda sekalian yang membaca ini sayangi terus ibu anda hingga ajal menjemputnya karena ibu itu di umpamakan malaikat yang tidak bersayap.Sekian dan terima kasih sudah membaca artikel ini semoga bermanfaat selalu sayang ibu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun