Ditulis Oleh Nicho Dewa Brata
Pada tanggal 13 Oktober 2015 terjadi suatu pembakaran gereja Kristen di Kabupaten Aceh Singkil Aceh oleh salah satu ormas Islam ,peristiwa tersebut dimulai sekitar pukul 10:00 setelah Kebaktian hal ini dapat terjadi meskipun pada saat itu pihak dari kepolisian telah menjaga Gereja tersebut, namun banyaknya jumlah masa sehingga kepolisian tidak bisa menghalau. Menurut salah satu pengurus Nahdatul Ulama Kabupaten Singkil mengatakan bahwa ormas Islam yang membakar gereja lantaran dilandasi bahwa banyak gereja di Kabupaten Singkil tidak memiliki izin . Setelah kejadian tersebut Pemerintah pada ahkirnya juga menertiban gereja lain yang tidak memiliki izin salah satunya adalah Gereja GKPPD Sangga Beru dimana para jemaat diberi kesempatan untuk terahir kalinya sebelum gereja dirobohkan. Dari total 24 gereja tak berizin di Kabupaten Aceh Singkil terdapat 9 gereja dibongkar Satpol PP,1 gereja dibakar masa 1 gereja kebakaran,13 gereja dibiarkan. Salah satu jemaat mengatakan bahwa mereka tidak pernah tenang menjalankan ibadah terutama pada saat malam natal bahkan gereja yang terlah dibongkar dibangunkan gereja yang terbuat seperti tenda yang pada dasarnya tidak layak digunakan untuk tempat ibadah Aceh sendiri memiliki undang-undang khusus bernama Qanun pada hal ini Qanun aceh nomer 4 tahun 2014 Bab v pasal 14 Pasal 14(1)Pendirian Tempat Ibadahharus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung.(2)Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pendirian Tempat Ibadahharus memenuhi persyaratan khusus meliputi:a.daftar nama paling sedikit 140 (seratus empatpuluh) orang penduduk setempatsebagai pengguna Tempat Ibadah yang bertempat tinggal tetap dan dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk dan Kartu Keluarga yang disahkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat batas wilayah;b.dukungan masyarakat setempat paling sedikit 110 (seratus sepuluhpuluh) orang yangbukan pengguna Tempat Ibadah disahkan oleh Keuchikatau nama lain . Ketika Bupati Aceh Singkil dilakukan wawancara beliau megatakan bahwa tidak ingin gegabah memberikan kebijakan yang berbeda dari peraturan Gubernur . Namun apabila kita membaca Qanun aceh nomer 4 tahun 2014 Bab v pada menimbang huruf b dan d sebenarnya cukup kontradiksi dimana huruf b dan d berbunyi b.bahwa negara menjamin kemerdekaan penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadahmenurut agama dan kepercayaannya;
Dan huruf d yang berbunyi : d.bahwa Pemerintah berkewajiban melindungi setiappendudukmelaksanakan ajaran agama dan ibadah pemeluk-pemeluknya, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, tidak menyalahgunakan atau menodai agama, serta tidak mengganggu ketentraman dan ketertiban umum;
Hal ini perlu kita ketahui dimana pada poin meninmbang pemerintah melindungi ajaran agama dan ibadah pemeluk pemeluknya namun pada Qanun aceh nomer 4 tahun 2014 Bab v pasal 14 mewajibkan bahwa syarat berdirinya suatu tempat ibadah harus memenuhi 140 tanda tangan yang dibuktikan dengan KTP pengguna tempat ibadah tersebut hal ini sangatlah tidak masuk akal dimana jumlah pemeluk agama Kristen yang minoritas didaerah tersebut sehingga mendapatkan izi jugalah merupakan hal yang mustahil ditambah lagi tanda tangan 110 KTP non pengguna tempat ibadah. Meskipun Qanun adalah peraturan yang harus ditaati namun hendaklah peraturan yang dibuat adalah peraturan yang melihat dari sisi hak beragama dan hak untuk beribadah dimana peraturan ini pada dasarnya ditentang oleh masyarakat Aceh Singkil non muslim namun mereka hanya dapat mengikuti suara mayoritas yang ada walaupun pada prakteknya pun masyarakat mayoritas dalam artian beragama Islam ketika mendirikan tempat Ibadah masjid banyak yang tidak didirikan dengan mendapat izin dan telah terjadi di berbagai tempat di Aceh dan telah berlangsung selama bertahun tahun , hal ini jelas apabila kita melihat dari sisi Hak Asasi Manusia sangat melanggar karena peraturan tersebut secara jelas membatasi hak untuk mendirikan tempat ibadah, tidak bisa dipahami sebenarnya apa yang mendasari mendirikan tempaat ibadah harus mendapatkan izin karena pada dasarnya tidak ada asal melarang untuk beribadah bahkan tidak dapat dihalangi karena hal ini sangat bertolak belakang dengan UUD 1945 Pasal 29 ayat (2) Serta Pasal 4 Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia  . Semua pertaturan yang megatur perizinan ini pada dasarnya sangat bertentangan dengan UUD 45 dan peraturan lainnya. Namun mengapa hal ini tetap terjadi? Apakah terdapat unsure lain yang membuat peraturan ini keluar, dikawatirkan peraturan ini dibuat untuk membatasi ruang gerak minoritas agama dengan alasan tertentu dan mungkin berkaitan dengan unsur politik dimana sekarang agama dijadikan kendaraan politik orang orang tertentu terutama di Aceh dimana mayoritas beragama Islam. Pembatasan ruang gerak minoritas agama dapat membuat para minoritas merasa bahwa mayoritaslah yang berkehendak dan mereka tidak dapat berbuat apa apa dan mayoritaspun aka merasa senang dengan hal ini dikarenakan merasa golongan mereka didukung dan dianggap yang berkehendak . Selain itu membuat peraturan seperti kekebasan dalam UUD 45 sepertinya hanyalah sebagai obat penenang dimana masyarakat bisa ditenangkan bahwa negara kita ini adalah negara yang menjunjung tinggi kebebasan beragama akan tetapi dalam praktek terdapat peraturan lain  yang berlainan sehingga bisa ditarik kesimpulan pada dasarnya warga neraga masih banyak yang tidak menjunjung tinggi kebebasan beragama hal ini jelas nampak dimana beberapa golongan masyarakat masih tidak suka dan bahkan terjadi kejadian pembakaran gereja di Aceh Singkil ini. Apabila kita pikirkan bahwa seseungguhnya hak untuk beribadah adalah hak asasi tiap manusia dimana yang terpenting dari itu adalah tidak mengganggu satu sama lain dan tidak mencela yang lain,biarkanlah tiap tiap orang memiliki tempat untuk beribadah dan hendaknya tidak diberikan peraturan untuk izin karena hal ini sangat  tidak masuk akal jika dihubungkan dengan UUD 45 dimana kita menjunjung kebebasan beragama, hendaknya masyarakat,pemerintah dan tokoh tokoh masyarakat memberikan penjelasan bahwa kita menjunjung kebebasan beragama dan menjunjung tinggi persatuan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H