Mohon tunggu...
Kartika
Kartika Mohon Tunggu... Guru - --

I'm just an ordinary girl who likes to read, cook, write, draw,etc.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Gethuk "Kethek" 'Warisan' Keluarga

10 Desember 2020   13:17 Diperbarui: 10 Desember 2020   13:45 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Orang Jawa mana yang tak mengenal makanan dari singkong yang bernama ‘Gethuk’ ini. Bagi yang lahir dan besar di desa pasti tahu kudapan yang satu ini. Ya, gethuk memang sudah lama jadi makanan bangsa Indonesia sejak zaman penjajahan Jepang. Di masa itu, beras sangat langka dan sulit ditemukan, sehingga masyarakat mencari alternatif lain untuk dimakan. Jadilah ‘gethuk’ yang awalnya dibuat oleh penduduk dari desa Karet, Magelang.

Salah satu ‘gethuk’ yang terkenal adalah gethuk ‘Kethek’ ini, atau nama lainnya ‘gethuk’ Satu Rasa yang berasal dari Salatiga. Orang orang menyebutnya begitu bukan berarti ‘gethuk’ ini adalah makanan monyet, tapi dikarenakan pemilik gethuk ini mempunyai monyet kecil yang ada di halaman rumahnya dulu, jalan argowiyoto no.9, Salatiga. Jadi, untuk memudahkan pembeli mencari warung gethuknya, maka kata ‘kethek’ digunakan orang orang untuk petunjuk rumahnya.

Semakin lama, ‘gethuk’ ini semakin laris dan akhirnya dibukalah cabang tokonya di kota Ungaran yang beralamatkan di jalan Sembungan Utara No. 1, Ungaran, Kabupaten Semarang atau di belakang POLSEKTA. Gethuk ini menjadi favorit orangtua saya dan saya sendiri karena rasa alami gethuknya dan tidak adanya pemanis buatan.

Usaha panganan ‘gethuk’ ini sudah lama dirintis turun temurun oleh keluarga Buyut Usreg, yang awalnya dibuat dulu oleh nenek buyut mereka. Pertama kali nenek buyut mereka menjajakan buatan rumahnya di lokasi sekitar pertigaan ABC Salatiga tahun 1965. Semakin lama, makanan dari singkong ini semakin banyak peminatnya dan kemudian usaha warung ‘gethuk’ ini diteruskan oleh nenek Suwarni atau mbah Samsi. Tercetus ide cemerlangnya untuk mengganti rasa ‘gethuk’ menjadi manis, yang tadinya memiliki rasa asin. Harga Gethuk ini terjangkau, 1 dus isi 20 buah seharga Rp. 14.000,00.

Komposisi bahan yang dipakai untuk membuat ‘gethuk’ Kethek Satu Rasa ini tetap mempertahankan resep terdahulu yaitu dengan memakai bahan bahan alami seperti singkong, kelapa segar dan gula pasir.

Pembeda lainnya dengan gethuk- gethuk lainnya adalah gethuk ini tidak menggunakan pengawet. Jadi, makanan ini hanya bisa bertahan selama sekitar 5 sampai 6 jam saja jika tidak dimasukkan ke dalam kulkas. Manis gethuknya pas dan gurih kelapanya terasa di mulut. Tidak pula membuat sakit tenggorokan karena yang dipakai memang gula asli bukan pemanis buatan. Dan juga tidak ada tambahan pewarna, sehingga warnanya tetap putih yang berasal dari singkong dan kelapa parut. Wangi dari ‘gethuk’ ini juga tercium harum ketika dimakan seperti aroma vanilla.  

Pic: pribadi
Pic: pribadi

Sampai sekarang bisnis rumahan ini dibantu dan dikelola oleh anak anak mbah Samsi, Pak San dan Pak To. Banyak pelanggan dari luar kota yang mencari kudapan alami ini ketika mereka mampir di Salatiga atau Ungaran. Bahkan dulu, almarhum Pak Bondan Winarno, presenter acara kuliner itu juga berdantang ke warung ‘gethuk’ ini. Selain ‘gethuk’, banyak cemilan tradisional lainnya di toko ini, seperti keripik singkong, tahu dan lainnya.

Bagi yang belum pernah mencoba makanan tradisional Jawa ini, tidak ada salahnya mencicipinya ketika sedang berjalan jalan di sekitar Salatiga atau Ungaran. Toh juga dapat menambah wawasan cita rasa makanan nusantara kan. Jika anda ingin memesan beberapa box ‘gethuk’ untuk keperluan arisan atau acara lainnya, mereka juga menerima pesanan yang dapat dihubungi melalui nomor handphone yang tertera di foto box kemasan ini.

Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern, ternyata ‘gethuk’ mempunyai tempat tersendiri di hati penggemarnya. Buktinya, usaha ‘gethuk’ ini tidak tergerus oleh zaman meskipun banyak usaha kuliner modern atau makanan barat yang masuk. Semoga generasi penerus kita yang akan datang tetap melestarikan makanan makanan tradisional agar ciri khas bangsa ini tidak pudar atau diklaim oleh bangsa lain.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun