Isu rendahnya gaji perawat di rumah sakit menjadi topik yang akrab diperbincangkan di kalangan masyarakat, terutama di Indonesia. Perdebatan terus berlangsung mengenai seberapa besar gaji yang layak diterima oleh para perawat yang bekerja keras di rumah sakit, sementara fakta di lapangan menunjukkan bahwa penghasilan mereka masih jauh dari standar yang seharusnya.
Gaji perawat di rumah sakit di Indonesia dapat bervariasi tergantung pada sejumlah faktor, seperti pengalaman kerja, tingkat pendidikan, lokasi rumah sakit, serta kebijakan yang diterapkan oleh masing-masing rumah sakit atau institusi kesehatan. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan Indonesia, gaji rata-rata perawat di rumah sakit di Indonesia berkisar antara 2 hingga 7 juta rupiah per bulan. Namun, angka ini sering kali dianggap relatif rendah mengingat beban kerja, tanggung jawab, dan risiko tinggi yang dihadapi oleh perawat dalam menjalankan profesinya.
Tantangan yang dihadapi oleh perawat sering kali sangat berat dan penuh tekanan, namun sering kali tidak sebanding dengan kompensasi yang mereka terima. Seperti yang kita ketahui, 90% pelayanan kesehatan di rumah sakit merupakan pelayanan yang diberikan oleh perawat kepada pasien (Huber, dalam Fajriyatiningsih, 2001). Perawat berperan penting dalam memberikan perawatan langsung kepada pasien, memantau kondisi kesehatan pasien, memberikan dukungan emosional, serta memastikan kenyamanan pasien selama menjalani perawatan. Selain itu, perawat juga berperan dalam mendukung proses pemulihan dengan memastikan pasien mendapatkan perawatan yang optimal. Meskipun perawat memainkan peran yang sangat vital dalam sistem kesehatan, sering kali beban kerja yang mereka tanggung tidak sebanding dengan gaji mereka terima.
Profesionalisme dalam keperawatan mengharuskan perawat untuk menerapkan nilai-nilai seperti altruisme, otonomi, martabat manusia, integritas, dan kesadaran sosial (AACN, 2008). Nilai-nilai ini bukan hanya tentang memberi pelayanan yang terbaik kepada pasien, tetapi juga mencakup tanggung jawab moral dan etika yang besar. Perawat dituntut untuk tetap menjaga profesionalisme meskipun mereka sering menghadapi berbagai kesulitan, bekerja dalam tekanan tinggi, dan harus siap 24 jam sehari. Mereka sering kali dihadapkan pada situasi darurat yang memerlukan keputusan cepat dan tepat. Perawat juga harus mampu mengelola stres, menangani beban kerja yang berat, dan berinteraksi dengan pasien dalam kondisi kesehatan yang kritis. Selain itu, mereka menghadapi risiko fisik dan emosional yang besar, seperti menangani pasien dengan penyakit menular, menghadapi kemungkinan infeksi, serta mengalami kelelahan fisik dan mental akibat jam kerja yang panjang. Hal  ini  bisa  disebabkan  oleh  tingkat keahlian  yang  dituntut  terlalu  tinggi, kecepatan  kerja  mungkin  terlalu  tinggi, volume  kerja  mungkin  terlalu  banyak  dan sebagainya (Sunyoto, 2012: 64). Â
Menurut saya, gaji perawat di Indonesia masih sangat rendah, terutama jika dibandingkan dengan biaya kuliah di bidang kesehatan yang cukup tinggi. Selain biaya pendidikan yang tidak murah, perawat juga harus mengeluarkan biaya untuk mendapatkan gelar profesi, seperti pendidikan spesialis atau pelatihan lanjutan. Selain itu, mereka juga bekerja dengan jam yang panjang, termasuk saat hari raya atau libur, yang mengharuskan mereka tetap shift. Meskipun tanggung jawab, pengorbanan fisik, dan risiko yang dihadapi begitu besar, gaji yang diterima perawat masih jauh dari memadai. Hal ini menunjukkan ketidakadilan, karena pekerjaan yang mereka lakukan sangat penting, tetapi kompensasi yang diterima tidak sesuai dengan beban kerja dan risiko yang ditanggung.
Selain itu, pengkategorian UKT (Uang Kuliah Tunggal) di awal masuk kuliah, banyak mahasiswa yang orang tuanya bekerja sebagai perawat ditempatkan pada golongan yang lebih tinggi, meskipun gaji perawat di Indonesia masih tergolong rendah. Hal ini bisa menjadi sebuah ketidakselarasan antara pengkategorian tersebut dengan kenyataan di lapangan. Pengkategorian UKT berdasarkan pekerjaan orang tua seharusnya lebih mencerminkan penghasilan yang sesungguhnya, bukan hanya status pekerjaan. Menempatkan anak perawat dalam golongan UKT tinggi, tanpa mempertimbangkan rendahnya gaji yang mereka terima, justru bisa membebani mereka secara finansial dan menghambat akses pendidikan yang seharusnya mereka dapatkan.
Jika dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara, gaji perawat di Indonesia memang masih relatif rendah. Di negara-negara seperti Singapura dan Malaysia, gaji perawat jauh lebih tinggi. Di Singapura, misalnya, gaji perawat dapat mencapai antara SGD 2.084 hingga SGD 6.900 per bulan, yang setara dengan sekitar 30 juta hingga 100 juta rupiah.
Di Malaysia, gaji perawat juga lebih tinggi dibandingkan Indonesia, dengan rata-rata gaji sekitar 2.300 hingga 3.400 MYR per bulan (sekitar 8-12 juta rupiah). Pemerintah Malaysia juga memberikan lebih banyak tunjangan dan perlindungan bagi tenaga medis, serta memiliki kebijakan untuk meminimalisir jam kerja yang berlebihan.
Sementara itu, di negara seperti Thailand dan Vietnam, meskipun gaji perawat masih lebih rendah daripada di Singapura atau Malaysia, pemerintah telah mulai meningkatkan perhatian terhadap kesejahteraan tenaga medis dengan memberikan pelatihan yang lebih baik, meningkatkan gaji, serta memberikan jaminan sosial dan fasilitas kesehatan yang lebih baik.
Oleh karena itu, saya berharap pemerintah segera mengambil langkah-langkah konkret untuk mengatasi masalah ketidaksetaraan antara beban kerja dan kompensasi yang diterima perawat. Dengan meningkatkan gaji perawat, menata jam kerja yang lebih manusiawi, serta mengatur beban kerja yang lebih adil, diharapkan perawat dapat bekerja dengan lebih baik dan tidak merasa terbebani secara berlebihan. Selain itu, pengkategorian UKT tinggi bagi anak-anak perawat juga perlu mendapatkan perhatian. Mengingat gaji perawat yang masih tergolong rendah, pemerintah dan institusi pendidikan sebaiknya meninjau ulang kriteria pengkategorian UKT agar lebih mencerminkan kemampuan finansial riil keluarga perawat. Dengan adanya upaya bersama dari pemerintah, rumah sakit, dan instansi terkait, kesejahteraan perawat dan keluarganya yang pada akhirnya berdampak positif agar mereka dapat terus memberikan pelayanan terbaik tanpa harus terbebani dengan masalah finansial dan kesehatan mental.
Referensi:
- Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2021). Data Gaji Perawat di Rumah Sakit.
- Hana, A. A., & Handiyani, H. (n.d.). Isu Gaji Perawat Kecil: Implikasi terhadap Kinerja Profesional Perawat di Indonesia. Academia.Edu.
Maharani, R., & Budianto, A. (2019). Pengaruh Beban Kerja Terhadap Stres Kerja Dan Kinerja Perawat Rawat Inap Dalam. Journal of Management Review, 3(2), 327.