[caption id="attachment_258696" align="aligncenter" width="654" caption="Lurah Warakas Mulyadi/Admin (Warta Kota)"][/caption] Beberapa hari belakangan ini nama kampung Warakas terus disebut-sebut media. Sayangnya, kok malah berita yang tidak mengenakkan ya :( Bertahun-tahun  silam sempat juga terkenal gara-gara ditemukannya sebuah klinik yang menjalankan praktek aborsi illegal yang mengorbankan begitu banyak bayi tak berdosa. Eh sekarang nama Warakas santer lagi, gara-gara ulah Lurahnya yang MBALELO. Benar 'kan sosok Lurah macam ini pantas disebut MBALELO? Sebetulnya, sebagai salah satu warga Warakas, tadinya saya memilih diam saja. Tetapi ketika media banyak menuliskan komentar yang isinya dukungan pada Lurah ini dengan mengatasnamakan warga Warakas, kok jadi gerah juga ya? Malu gitu lho! Sudahlah malu dengan sikap mbalelonya, ditambah lagi bawa-bawa nama warga pula. Sempat saya berpikir keras, apa sih yang membuatnya begitu berani menentang bahkan sampai berhasrat memperkarakan Pak Gubernur? Pasti ada sesuatu dong, sehingga dia kebakaran jenggot. Mungkinkah ada yang menelisik soal perlombaan memancing di empang dengan hadiah gila-gilaan itu? Atau ada hal lainnya? Ternyata oh ternyata, saya baru nonton video yang ditayangkan resmi oleh Pemprov DKI bahwa ada kekecewaan yang mendasari tindakan gegabah Lurah Warakas. Menurut Pak Wagub, rupanya Lurah ini memiliki TIGA RUSUN di Marunda, atas namanya sendiri pula. Jelaslah DITOLAK ya. Jadi jelas dong sekarang? Ada gerakan sakit hati rupanya. O iya, saya jadi ingin tahu orang yang mengaku warga bernama Teli, yang bersaksi bahwa ini Lurah baik karena dalam keadaan sakit pun mau menandatangani surat (?). Hellooowww .... saya ini termasuk korban kebobrokan Lurah ini lho. Ketika itu kami baru menikah, dan hendak mengurus Kartu Keluarga (KK) sekaligus KTP suami karena pindah domisili dari Sumedang ke Jakarta. Biasa deh, jamannya Pak Kumis 'kan memang merajalela tuh calo KTP/KK, dan kami pun tak bisa mengelak dari orang-orang ini. Dan sejumlah uang pun berpindah tangan. KTP sih jadi setelah beberapa minggu, tetapi KK tak ada kabar beritanya sampai hari ini. Sudah mau 4 tahun ini kejadiannya. Eh saat itu Lurah ini menjabat bukan sih? Ah kalau pun bukan, paling juga setipe, 'kan warisan Pak Kumis rata-rata emang gitu toh.  Sebagai warga yah selalunya cari selamat yah, gagal mendapatkan KK, kami coba lagi jalur yang lain. Akhirnya dapat juga ketika ramai-ramai pengurusan e-KTP. Saya yakin, yang menjadi korban seperti ini dulu pastilah banyak, tapi ya sudahlah. Ada satu hal mendasar yang membuat saya mengernyitkan dahi atas dukungan warga yang dipamerkan melalui selembar kain putih penuh tanda tangan. Prestasi apa sih yang telah diperbuatnya selama ini? Mari kita runut satu per satu. 1. Keamanan? Setiap malam minggu kerap terjadi tawuran. Saking seringnya, sampai pihak Polisi pun jemu menanganinya. Ini bukan isapan jempol! Ada satu ketika terjadi tawuran di dekat rumah orang tua saya, dan kami berusaha menghubungi Polsek/Polres namun tak berhasil. Dengan nekat saya dan suami melaju motor ke kantor Polsek dan saat itu jam TIGA PAGI. Ternyata kantor Polsek kosong, entah pada patroli entah pada tidur, yang jelas mobil patroli njogrok manis di halaman kantor Polsek. Ketika saya celingukan mencari sosok manusia berseragam coklat itu, saya mendengar suara dari jalanan menanyakan keperluan saya. Sambil menahan emosi saya laporkan kejadian tawuran yang sudah sangat mengganggu ketentraman warga, tahu apa jawab Pak Polisi itu? "Wah, daerah itu memang selalu tawuran. Sudah capek. Biar pada mati aja deh." Saat itu dengan kesal saya menyahut, "iya kalau mereka yang tawuran yang mati, gimana kalau warga yang tak bersalah yang jadi korban?" Lalu Pak Polisi dengan melengos berkata "ya udah nanti dikirim mobil patroli ke sana." Saya sangat tahu diri siapa saya sehingga saya memilih langsung pulang, kalau saya sahuti paling cuma akan jadi debat kusir belaka. Padahal menurut hemat saya, kalau dia Lurah yang berwibawa dan benar dicintai warganya, mestinya bisa dong menangani tawuran ini agar tidak sering terjadi. Entah bagaimanalah caranya, tapi kalau Lurah yang benar-benar peduli dengan warganyapasti ada yang bisa diupayakan demi menciptakan rasa aman bagi warga. 2. Sampah Soal sampah ini benar-benar menjengkelkan. Silahkan berjalan-jalan ke Warakas, dan perhatikan ada 2 lokasi yang letaknya persis di bawah jalan tol, di sanalah sampah-sampah ditumpuk. Saya tidak tahu bagaimana pengelolaannya, tapi yang jelas terkadang sampah-sampah itu luber sampai ke jalan raya, dan baunya jangan tanya lagi deh. 3. Pemukiman di bawah jalan tol Ini juga akan jadi masalah satu hari nanti. Banyak orang yang tinggal di bawah jalan tol, dan dibiarkan begitu saja. Bahkan ada juga posko satu ormas didirikan di sana. Setiap lewat saya ingin sih ambil fotonya, tapi gak mau cari masalah juga sama orang-orang ormas yang pastinya curiga dong jika kedapatan saya mengambil foto posko mereka. Lebih keren lagi, di bawah jalan tol yang dekat ke Jl. Sungai Bambu malahan ada lapangan futsal yang dikomersilkan. Ada tarif resminya! Entah itu dikelola secara pribadi, ataukah pejabat setempat, gak jelas. Hanya saja, melihat pembangkangan warga Waduk Pluit, saya kok melihat satu hari nanti, orang-orang ini pun bisa bertingkah sama, karena merasa selama ini dibiarkan berusaha dan tinggal di sana, jadi ketika diusir dari sana, mereka merasa berhak mendapatkan ganti rugi. Bukankah ini bukti Lurahnya TIDAK BEKERJA? 4. Premanisme Sejak tinggal di Jakarta tahun 1985, Warakas memang terkenal dengan premannya. Saya pikir, semakin ke sini mestinya premanisme sudah gak ada dong ya. Eh ternyata, ketika saya mengincar satu tempat usaha di Jl. Warakas I, saya malah dengar komentar miring. Emangnya sanggup mbayar upeti kepada preman? Gila-gilaan di sana premannya. Nah lo? Sempat juga sih mau nekad, tapi gak jadilah, masak mau menjemput rejeki saja sampai harus adu otot leher nanti setiap hari 'kan?! Apalagi ya? Sudah deh 4 saja cukup menjadi bukti bahwa Lurah Warakas ini bukanlah sosok Lurah yang diidam-idamkan dan dicintai rakyatnya. Sebagai penutup, saya berharap sih media pun ikutlah menciptakan situasi kondusif. Kalau seperti sekarang, yang ada nantinya malah bentrok antara warga yang (diklaim) mendukung Lurah itu (padahal bisa jadi orang bayaran atau saudara-saudaranya doang!) dengan warga yang seperti saya ini - yang baru mengenal sosok Lurahnya setelah dirinya diekspose oleh media karena mbalelonya itu. Karena kami jelas dong tidak mau dikategorikan sebagai warga yang mencintai Lurahnya. Sekaligus saya juga berharap, agar Pak Gubernur SEGERA mengambil tindakan tegas, jika dibiarkan berlarut-larut malah tidak baik ya. Sakit hati juga saya membaca komentar para netter di setiap berita yang menggeneralisir warga Warakas sebagai warga yang tidak mendukung Pak Jokowi, padahal jelas-jelas Warakas termasuk wilayah Jakarta Utara yang persentase kemenangan Jokowi lumayan tinggi lho. Yeah, walau tak dapat dipungkiri di telah terjadi hujan uang saat serangan fajar, tapi laju HATI NURANI yang menginginkan perubahan tak lagi dapat ditahan, sehingga apapun yang terjadi dukungan kami sepenuhnya pasti untuk Pak Jokowi dan Pak Basuki. Buat Pak Lurah, sudah ya pak, tak usah berpolemik lagi. Saya kasih tahu satu rahasia pak, dulu ketika bekerja dan saya tidak senang pada atasan, saya gak mau ribut-ribut pak, langsung saja saya minta berhenti dan mencari pekerjaan di perusahaan lain. Saya harap bapak pun demikian, jika memang sudah tak sejalan dengan Pak Gubernur, sok atuh letakkan jabatan saja. Justru kami ingin melihat, jika betul memang Bapak merasa dicintai warga dan yakin mendapatkan dukungan dari warga, ikutilah uji kompetensi itu, yakinlah Bapak tidak akan tergusur jika kualitas dan kualifikasi Bapak memenuhi syarat. Salam!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H