Mohon tunggu...
Ni Camperenique
Ni Camperenique Mohon Tunggu... -

http://nicamperenique.me

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Asyiknya Nyolong Listrik

6 Juni 2012   11:15 Diperbarui: 4 April 2017   16:13 7886
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_186234" align="aligncenter" width="490" caption="Ilustrasi: Dokumentasi pribadi"][/caption] Gerakan penghematan listrik didengungkan di mana-mana. Kapan itu, sampai ada gerakan SATU JAM tanpa listrik. Saat itu, ada teman blogger yang menanyakan apakah saya akan berpartisipasi? Dengan tegas saya katakan, TIDAK! Bukan karena saya tidak bersimpati, tetapi saya merasa selama ini membayar MAHAL terhadap kebutuhan listrik, sementara pelayanannya masih jauh dari memuaskan. Sebagai rakyat biasa, saya merasa sudah maksimal melakukan protes, mulai dari cara bertanya gaya orang bodoh, sampai jadi seolah-olah sok pintar. Tapi kita pun semua tahulah, bahwa sekeras apapun  rakyat berteriak, telinga mereka yang berkompeten dengan dunia perlistrikan Indonesia, seperti sudah mengeras kotoran telinganya sehingga tak bisa mendengar apapun lagi. Padahal, listrik adalah salah satu kebutuhan utama dalam menjalankan usaha. Hampir semua usaha, bergantung sekali pada sumber terang yang satu ini. Terutama usaha warnet, yang mana setiap bulannya kami harus mampu menyisihkan dana sekitar Rp 6-7 juta per bulan untuk mengoperasikan 49 unit komputer. Dengan tarif Rp 2.500/jam (khusus member) atau Rp 4.000,-/jam (untuk pelanggan umum), kami sudah ngos-ngosan untuk memenuhi kebutuhan operasional setiap bulannya. Sehingga, apa yang saya temukan di Medan kemarin, sunggu mampu membuat ekspresi MELONGO seperti orang bodoh bin dungu! Bagaimana tidak? Di sana, terutama di daerah Pd. Bulan sampai Pancur Batu, tarifnya sudah berkisar Rp 2.000,-/jam (rata-rata),  tak ada tarif khusus untuk member. Sebetulnya di Jakarta pun sudah mulai banyak yang memberlakukan tarif Rp 2.000,-/jam. Tapi yang paling parah, kemarin ada warnet yang sampai banting harga menjadi Rp 1.000,-/jam. BAGAIMANA PERHITUNGANNYA COBA??? Lalu saya pun mulai menelisik lebih jauh, dan dalam perbincangan itu saya pun menjadi mahfum, pantaslah mereka bisa banting harga sedemikian rupa. Lha wong, listriknya bayar murah saja. Masak iya, dengan daya 2.200watt bisa mengoperasikan 22 unit komputer + 2 kipas angin + 1 ac + kebutuhan rumah tangga lainnya (seperti rice cooker, dispenser dan mesin cuci). Ketika saya tanya, berapa mereka alokasikan dana untuk membayar tagihan listrik per bulannya? Takjublah saya, karena cuma membayar di angka Rp 600.000,- saja. Karena saya orang bodoh, sempat saya tanyakan, apakah tidak merusak komputer kalau listriknya 'dilangsungkan'? Eh ternyata mereka pakai STABILIZER sehingga aman-aman saja, katanya. Saking penasaran, sampai saya tanya harganya yang cuma Rp 3.5jt saja. Diletakkannya pun tidak tersembunyi, cukup dibuatkan tempat di atas pintu, dekat meteran. Sangat ajaib ya petugas tidak pernah melongok? Mendengar kata stabilizer, saya jadi teringat 1 unit stabilizer yang pernah saya beli dari seorang petugas seharga Rp 6 juta, tetapi hanya 2 bulan sudah jebol. Waktu itu terpaksa saya beli, karena si petugas menawarkan dengan penjelasan listrik akan lebih stabil dan alat itu sudah disesuaikan, pokoknya lebih bagus dari yang dibeli di pasaran. Sampai sekarang, alat itu teronggok tak terpakai, dan si petugas tak tampak lagi batang hidungnya. Sedangkan kami di sini, dengan daya 5.500 watt saja listriknya sering turun jika mengoperasikan 2 AC (1PK) + 21 unit PC + 2 kipas angin harus menggelontorkan dana sekisar RP 2jt - 2.5jt per bulannya. Selisih yang sangat lumayan bukan? Yang membuat saya heran, KOK BISA perusahaan penyedia listrik bisa TIDAK TAHU? Saya bahkan bertanya apakah mereka membayar UPETI pada petugas tertentu? Jawabnya : TIDAK! Sungguh tidak masuk di akal 'kan? Atau petugas itu cuma bergigi di Jakarta saja, sedangkan di daerah tidak? JUJUR saja saya mengiri tingkat tinggi, terlepas dari bicara nanti pertanggung jawabannya di akhirat, tetapi saya tetap saja belum rela, karena saya tetap saja jadi korban dari ulah para pencuri listrik ini. Iya 'kan? Mereka yang mencuri listrik itu, membuat perusahaan listrik merugi, sehingga sampailah mereka pada keputusan menaikkan tarif listrik. Nah, jika tarif listrik naik inilah yang saya sangat-sangat merasa DIRUGIKAN dan merasa diperlakukan TIDAK ADIL oleh negara ini. Kemudian saya pun sibuk mereka-reka, apa sih sebetulnya yang dipikirkan oleh para petinggi penyedia listrik negara itu? Masak iya, tidak bisa menertibkan pencurian listrik? Saya haqqul yaqin mereka pasti bisa menemukan pelanggan-pelanggan yang melakukan kecurangan JIKA MEREKA MAU! Masalahnya cuma MAU atau TIDAK? Huh, asyiknya nyolong listrik! Asyik buat mereka, gak asyik buatku :(

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun