Jika benar-benar berniat menghukum pancung, pancung pembunuh yang sebenarnya. Kemana hutan Seulawah menghilang? Kemana hewan-hewan yang berlindung disana? Jika hendak menghukum pancung, pancung mereka yang telah menghancurkan kehidupan ribuan jenis makhluk hidup.
Jika penegakan hukum masih tebang pilih, adalah mimpi bisa menerapkan hukum Islam secara kaffah, jauh panggang dari api. Islam memerintahkan umatnya berlaku adil, bahkan terhadap musuh. Apa yang kita pertontonkan? Menonton orang dicambuk, mencaci maki, padahal diantara kita mungkin lebih parah perilakunya dari yang dicambuk.
Anggap saja kita yang sedang di cambuk di mimbar sana. Mungkin, orang yang dicambuk itu telah menjadi korban dari ketidakmampuan kita menunjukkan Islam yang rahmatan lil'alamin. Seolah mencambuk mampu merubah orang menjadi lebih baik. Mempertontonkan caci maki hingga ke  kata yang hampir tidak pernah digunakan.
Bangkitlah, bukan dengan mempertontonkan kekerasan. Pertontonkan kebaikan, ketentraman, keindahan, kebersihan dan kebenaran universal lainnya yang diharapkan semua manusia.
Tugas manusia sebagai Khalifah di muka bumi dalam rangka menjaga dan melestarikan alam. Allah menumbuhkan bumi setelah matinya, sementara manusia rakus menghancurkan bumi untuk kepentingannya sendiri. Tidak cukup bumi dan seisinya bagi manusia rakus walaupun sejatinya bumi diciptakan cukup untuk semua makhluk hidup, Allah menjamin rezeki semua makhluk-Nya.
Pancung dulu ketidakadilan dan ketidak pastian. Kemana perginya muslim seperti Umar bin Khattab, yang disegani kawan dan lawan, memperjuangkan keadilan sekaligus menjadi pembela kamu mustadh'afin.
Jadilah kuat, bukan sebagai pengikut yang diombang-ambing kabar Hoak, tapi jadilah pencipta yang tidak pernah gentar mencari dan menemukan kebenaran.
Pikirkan sesuatu yang penting, abaikan membahas sesuatu yang akan diabaikan nantinya. Jangan buang waktu, tatap masa depan yang lebih baik di depan sana. Malulah pada anak-anak masa kini yang kian menguat pendidikan agamanya, hafidz Qur'an dimana-mana. Sementara kita, masih disibukkan dengan urusan remeh temeh semata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H